Hadhrotusy Syaikh KH. Ahmad Asrori dilahirkan di Surabaya pada tanggal 17 Agustus 1951. Dia merupakan putra yang ke empat dari sepuluh bersaudara. KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqy merupakan putra dari KH. Utsman Al-Ishaqy dan Nyai Siti Qomariah. KH. Utsman Al-Ishaqy merupakan seorang ulama kharismatik dan mursyid thoriqoh qodiriyyah wan naqsyabandiyyah. Nama Al-Ishaqy dinisbatkan kepada Maulana Ishaq, ayah Sunan Giri, karena KH. Utsman Al-Ishaqy masih keturunan Sunan Giri.
Almarhum Kiai Utsman Al-Ishaqy adalah salah satu murid kesayangan KH. Romli Tamimy (ayah KH. Musta’in) Rejoso, Jombang, Jawa Timur. Beliau dibaiat sebagai mursyid bersama Kiai Makki Karangkates Kediri dan Kiai Bahri asal Mojokerto. Kemudian sepeninggal Kiai Musta’in (sekitar tahun 1977), beliau mengadakan kegiatan sendiri di kediamannya jalan jatipurwo gang 7 kecamatan semampir Surabaya.
Jika dirunut, KH. Ahmad Asrori memiliki darah keturunan hingga Rasulullah SAW yang ke 38. Berikut ini adalah silsilahnya :
1. Ahmad Asrori Al Ishaqi
2. Muhammad Utsman Al Ishaqy
3. Surati
4. Abdullah
5. Mbah Deso
6. Mbah Jarangan
7. Ki Ageng Mas
8. Ki Panembahan Bagus
9. Ki Ageng Pangeran Sedeng Rana
10. Panembahan Agung Sido Mergi
11. Pangeran Kawis Guo
12. Fadlullah Sido Sunan Prapen
13. Ali Sumodiro
14. Muhammad Ainul Yaqin Sunan Giri
15. Maulana Ishaq
16. Ibrahim Al Akbar
17. Ali Nurul Alam
18. Barokat Zainul Alam
19. Jamaluddin Al Akbar Al Husain
20. Ahmad Syah Jalalul Amri
21. Abdullah Khan
22. Abdul Malik
23. Alawi
24. Muhammad Shohib Mirbath
25. Ali Kholi’ Qasam
26. Alawi
27. Muhammad
28. Alawi
29. Ubaidillah
30. Ahmad Al Muhajir
31. Isa An Naqib Ar Rumi
32. Muhammad An Naqib
33. Ali Al Uraidli
34. Ja’far As Shodiq
35. Muhammad Al Baqir
36. Ali Zainal Abidin
37. Hussain Bin Fatimah
38. Fathimah Binti Rasulullah SAW.
Pada tahun 1989 Kiai Ahmad Asrori menikah dengan Ibu Nyai Dra. Hj. Moethia Setjawati. Dari pernikahan tersebut, dia dikaruniai dua orang putra dan tiga orang putri, yakni :
a. Siera Annadia, kuliah di IAIN Sunan Ampel Surabaya.
b. Sefira Assalafi, kuliah di UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta.
c. Ainul Yaqien, menuntut ilmu di Mekkah
d. Nurul Yaqien, di pondok pesantren Assalafi Al Fitrah
e. Siela Assabarina, baru lulus tsanawiyah dan akan melanjutkan ke jenjang berikutnya. (Hasil wawancara dengan KH. Abdur Rosyid pada tanggal 14 Juni 2011 pukul 09.30 WIB di kantor pondok pesantren Assalafi Al Fitrah. Dia adalah murid terdekat Kiai Ahmad Asrori. Saat ini dia adalah ketua pengurus pusat Thoriqoh Qodiriyyah Wan Naqsyabandiyyah Al Utsmaniyyah serta Kepala Jurusan Tafsir Hadits di STAI Al Fitrah.)
Selama hidupnya, Kiai Ahmad Asrori pernah mendapat pendidikan secara formal hanya sampai pendidikan SD kelas 3. Hal itu sesuai dengan apa yang diucapkan oleh KH. Musyaffa’ yaitu :
“Saya pernah bertanya langsung kepada Hadhrotus Syaikh (Kiai Ahmad Asrori) tentang sekolah beliau. Kemudian beliau menjawab bahwa dulu beliau pernah bersekolah sampai kelas 3 SD.”
Kiai Ahmad Asrori pertama kali mengenyam pendidikan pesantren pada tahun 1966 di pondok pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang. Pada dasarnya Kiai Ahmad Asrori tidak ingin belajar atau mondok di pesantren Darul Ulum. Dia merasa keberatan ketika ayahnya meminta untuk mondok di pondok pesantren Darul Ulum atau belajar pada Kiai Romli Tamimy. Kiai Ahmad Asrori memiliki alasan tersendiri mengapa dia tidak mau belajar di pesantren Darul Ulum. Ketika ayahnya meminta untuk pergi ke pesantren Darul Ulum, Kiai Ahmad Asrori berkata, “saya kalau mondok di Jombang buya (ayah), nanti seperti rumah saya sendiri karena hubungan antara ayah dan Kiai Romli Tamimy sangat baik.”
Hubungan antara ayah Kiai Asrori (Kiai Utsman Al-Ishaqy) dan Kiai Romli Tamimy sangat baik karena Kiai Utsman Al-Ishaqy merupakan murid Kiai Romli Tamimy. Putra-putra Kiai Romli Tamimy juga sering ikut Kiai Utsman Al-Ishaqy. Hal itulah yang menyebabkan hubungan mereka sangat baik, bahkan seperti keluarga sendiri.
Keakraban seperti itu yang membuat Kiai Ahmad Asrori tidak mau belajar pada Kiai Romli Tamimy. Dia tidak mau diistimewakan ketika mondok. Dia juga tidak mau dianggap sebagai putra kiai. Kiai Ahmad Ashrori ingin menjadi santri biasa dan dianggap seperti santri-santri yang lainnya. Tetapi, sang ayah tetap mendesak Kiai Ahmad Asrori untuk mondok di pondok pesantren Darul Ulum. Hal itu dikarenakan adanya hubungan keilmuan antara Kiai Utsman Al-Ishaqy dan Kiai Romli Tamimy. Hubungan tersebut adalah hubungan keilmuan tasawuf yang terwujud dalam sebuah Thoriqoh. Pada waktu itu Kiai Romli Tamimy adalah mursyid Thariqah Qodiriyyah Wan Naqsyabandiyyah, sedangkan Kiai Utsman Al-Ishaqy adalah muridnya. Dari pertimbangan itulah akhirnya Kiai Ahmad Asrori menuruti kemauan sang ayah. Dia bersedia untuk belajar atau mondok di pondok pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang.(Hasil wawancara dengan Ustadz H. Zainul Arif pada tanggal 27 Mei 2011 pukul 13.00 WIB di rumahnya. Dia adalah murid yang sangat dekat dan sering bersama Kiai Ahmad Asrori. Dulu dia sering menjadi sopirnya serta selalu mengepel musholannya Kiai Ahmad Asrori.)
sambungannya mohon kesabarannya.. masih izin dulu sama keluarga ndalem. semoga barokah dan menambah khidmah kepada sang guru Hadhrotus Syaikh KH. Ahmad Asrori Al Ishaqy.
ALLAHUMMA SOLLI ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD. YA ROSULALLAH... SUNGGUH AKU SANGAT MENCINTAIMU MELEBIHI CINTAKU KEPADA DIRIKU SENDIRI.
Minggu, 31 Juli 2011
Rokaat Sholat Tarawih
Tidak ada satu pun hadits yang shahih dan sharih (eksplisit) yang menyebutkan jumlah rakaat shalat tarawih yang dilakukan oleh Rasululullah SAW.
Kalau pun ada yang mengatakan 11 rakaat, 13 rakaat, 20 atau 23 rakaat, semua tidak didasarkan pada hadits yang tegas. Semua angka-angka itu hanyalah tafsir semata. Tidak ada hadits yang secara tegas menyebutkan angka rakaatnya secara pasti.
Hadits Rakaat Tarawih 11 atau 20: Hadits Palsu
Al-Ustadz Ali Mustafa Ya'qub, MA, muhaddits besar Indonesia di bidang ilmu hadits, menerangkan bahwa tidak ada satu pun hadits yang derajatnya mencapai shahih tentang jumlah rakaat shalat tarawih yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Kalau pun ada yang shahih derajatnya, namun dari segi istidlalnya tidak menyebutkan jumlah rakaat shalat tarawih. Di antarahadits palsu tentang jumlah rakaat tarawih Rasulullah SAW adalah hadits berikut ini:
Dari Ibn Abbas, ia berkata, “Nabi SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan dua puluh rakaat dan witir”. (Hadits Palsu)
Hadis ini diriwayatkan Imam al-Thabrani dalam kitabnya al-Mu‘jam al-Kabir. Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Abu Syaibah Ibrahim bin Utsman yang menurut Imam al-Tirmidzi, hadits-haditsnya adalah munkar. Imam al-Nasa‘i mengatakan hadis-hadis Abu Syaibah adalah matruk. Imam Syu‘bah mengatakan Ibrahim bin Utsman adalah pendusta. Oleh karenanya hadis shalat tarawih dua puluh rakaat ini nilainya maudhu' (palsu) atau minimal matruk (semi palsu).
Demikian juga hadits yang menyebutkan bahwa jumlah rakaat tarawih Rasulullah SAW adalah 8 rakaat. Hadits itu juga palsu dan dusta.
“Rasulullah SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan sebanyak delapan rakaat dan witir”. (Hadits Matruk)
Hadis ini diriwayatkan Ja‘far bin Humaid sebagaimana dikutip kembali lengkap dengan sanadnya oleh al-Dzahabi dalam kitabnya Mizan al-I‘tidal dan Imam Ibn Hibban dalam kitabnya Shahih Ibn Hibban dari Jabir bin Abdullah. Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama ‘Isa bin Jariyah yang menurut Imam Ibnu Ma‘in, adalah munkar al-Hadis (Hadis-hadisnya munkar).
Sedangkan menurut Imam al-Nasa‘i, ‘Isa bin Jariyah adalah matruk (pendusta). Karenanya, hadis shalat tarawih delapan rakaat adalah hadis matruk (semi palsu) lantaran rawinya pendusta.
Jadi bila disandarkan pada kedua hadits di atas, keduanya bukan dalil yang bisa dijadikan pegangan bahwa nabi SAW shalat tarawi 8 rakaat atau 20 rakaat dalam shalat tarawih.
Hadits Rakaat Shalat Malam atau Rakaat Shalat Tarawih?
Sedangkan hadits yang derajatnya sampai kepada keshahihan, hanyalah hadits tentang shalat malam yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, di mana Aisyah meriwayatkan secara shahih bahwa shalat malam yang dilakukan oleh beliau SAW hanya 11 rakaat.
Dari Ai'syah ra, "Sesungguhnya Nabi SAW tidak menambah di dalam bulan Ramadhan dan tidak pula mengurangkannya dari 11 rakaat. Beliau melakukan sholat 4 rakaat dan janganlah engkau tanya mengenai betapa baik dan panjangnya, kemudian beliau akan kembali sholat 4 rakaat dan jangan engkau tanyakan kembali mengenai betapa baik dan panjangnya, kemudian setelah itu beliau melakukan sholat 3 rakaat. Dan beliau berkata kepadanya (Ai'syah), "Dia melakukan sholat 4 rakaat, " tidak bertentangan dengan yang melakukan salam setiap 2 rakaat. Dan Nabi SAW bersabda, "Sholat di malam hari 2 rakaat 2 rakaat." Dan dia (Ai'syah), "Dia melakukan sholat 3 rakaat" atau ini mempunyai makna melakukan witir dengan 1 rakaat dan 2 rakaat. (HR Bukhari).
Tetapi di dalam hadits shahih ini, Aisyah ra sama sekali tidak secara tegas mengatakan bahwa 11 rakaat itu adalah jumlah rakaat shalat tarawih. Yang berkesimpulan demikian adalah para ulama yang membuat tafsiran subjektif dan tentunya mendukung pendapat yang mengatakan shalat tarawih itu 11 rakaat. Mereka beranggapan bahwa shalat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah shalat tarawih.
Pendukung 20 Rakaat
Sedangkan menurut ulama lain yang mendukung jumlah 20 rakaat, jumlah 11 rakaat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW tidak bisa dijadikan dasar tentang jumlah rakaat shalat tarawih. Karena shalat tarawih tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW kecuali hanya 2 atau 3 kali saja. Dan itu pun dilakukan di masjid, bukan di rumah. Bagaimana mungkin Aisyah ra meriwayatkan hadits tentang shalat tarawih beliau SAW?
Lagi pula, istilah shalat tarawih juga belum dikenal di masa beliau SAW. Pada masa Umar bin Khattab, karena orang berbeda-beda, sebagian ada yang shalat dan ada yang tidak shalat, maka Umar ingin agar umat Islam nampak seragam, lalu disuruhlah agar umat Islam berjamaah di masjid dengan shalat berjamah dengan imam Ubay bin Ka'b. Itulah yang kemudian populer dengan sebutan shalat tarawih, artinya istirahat, karena mereka melakukan istirahat setiap selesai melakukan shalat 4 rakaat dengan dua salam.
Bagi para ulama itu, apa yang disebutkan oleh Aisyah bukanlah jumlah rakaat shalat tarawih, melainkan shalat malam (qiyamullail) yang dilakukan di dalam rumah beliau sendiri.
Apalagi dalam riwayat yang lain, hadits itu secara tegas menyebutkan bahwa itu adalah jumlah rakaat shalat malam beliau, baik di dalam bulan Ramadhan dan juga di luar bulan Ramadhan.
Maka dengan demikian, keadaan menjadi jelas mengapa di dalam tubuh umat Islam masih ada perbedaan pendapat tentang jumlah rakaat tarawih yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Dan menarik, para ulama besar dunia sangat bersikap toleran dalam masalah ini.
Toleransi Jumlah Bilangan Rakaat
Dengan tidak adanya satu pun hadits shahih yang secara tegas menetapkan jumlah rakaat tarawih Rasulullah SAW, maka para ulama berbeda pendapat tentang jumlahnya. Ada yang 8 rakaat, 11 rakaat, 13 rakaat, 20 rakaat, 23 rakaat, bahkan 36 rakaat. Dan semua punya dalil sendiri-sendiri yang sulit untuk dipatahkan begitu saja.
Yang menarik, para ulama di masa lalu tidak pernah saling mencaci atau menjelekkan meski berbeda pendapat tentang jumah rakaat shalat tarawih.
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan perbedaan riwayat mengenai jumlah rakaat yang dilakukan pada saat itu: ada yang mengatakan 13 rakaat, ada yang mengatakan 21 rakaat, ada yang mengatakan 23 rakaat.
Sheikh al-Islam Ibn Taymiyah berpendapat, "Jika seseorang melakukan sholat tarawih sebagaimana mazhab Abu Hanifah, As-Syafi'i dan Ahmad yaitu 20 rakaat atau sebagaimana Mazhab Malik yaitu 36 rakaat, atau 13 rakaat, atau 11 rakaat, maka itu yang terbaik. Ini sebagaimana Imam Ahmad berkata, Karena tidak ada apa yang dinyatakan dengan jumlah, maka lebih atau kurangnya jumlah rakaat tergantung pada berapa panjang atau pendek qiamnya."(Silahkan periksa kitab Al-Ikhtiyaaraat halaman 64).
Demikian juga dengan Mufti Saudi Arabia di masa lalu, Al-'allaamah Sheikh Abdulah bin Baaz ketika ditanya tentang jumlah rakaat tarawih, termasuk yang mendukung shalat tarawih 11 atau 13 rakaat, namun beliau tidak menyalahkan mereka yang meyakini bahwa yang dalilnya kuat adalah yang 20 rakaat.
Beliau rahimahullah berkata, "Sholat Tarawih 11 rakaat atau 13 rakaat, melakukan salam pada setiap 2 rakaat dan 1 rakaat witir adalah afdal, meniru cara Nabi SAW. Dan, siapa pula yang sholatnya 20 rakaat atau lebih maka juga tidak salah."
Dan di kedua masjid besar dunia, Masjid Al-Haram Makkah dan masjid An-Nabawi Madinah, sejak dahulu para ulama dan umat Islam di sana shalat tarawih 20 rakaat dan 3 rakaat witir. Dan itu berlangsung sampai hari ini, meski mufti negara punya pendapat yang berbeda. Namun mereka tetap harmonis tanpa ada saling caci.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
sumber :http://www.ustsarwat.com/search.php?id=1187836507
Kalau pun ada yang mengatakan 11 rakaat, 13 rakaat, 20 atau 23 rakaat, semua tidak didasarkan pada hadits yang tegas. Semua angka-angka itu hanyalah tafsir semata. Tidak ada hadits yang secara tegas menyebutkan angka rakaatnya secara pasti.
Hadits Rakaat Tarawih 11 atau 20: Hadits Palsu
Al-Ustadz Ali Mustafa Ya'qub, MA, muhaddits besar Indonesia di bidang ilmu hadits, menerangkan bahwa tidak ada satu pun hadits yang derajatnya mencapai shahih tentang jumlah rakaat shalat tarawih yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Kalau pun ada yang shahih derajatnya, namun dari segi istidlalnya tidak menyebutkan jumlah rakaat shalat tarawih. Di antarahadits palsu tentang jumlah rakaat tarawih Rasulullah SAW adalah hadits berikut ini:
Dari Ibn Abbas, ia berkata, “Nabi SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan dua puluh rakaat dan witir”. (Hadits Palsu)
Hadis ini diriwayatkan Imam al-Thabrani dalam kitabnya al-Mu‘jam al-Kabir. Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Abu Syaibah Ibrahim bin Utsman yang menurut Imam al-Tirmidzi, hadits-haditsnya adalah munkar. Imam al-Nasa‘i mengatakan hadis-hadis Abu Syaibah adalah matruk. Imam Syu‘bah mengatakan Ibrahim bin Utsman adalah pendusta. Oleh karenanya hadis shalat tarawih dua puluh rakaat ini nilainya maudhu' (palsu) atau minimal matruk (semi palsu).
Demikian juga hadits yang menyebutkan bahwa jumlah rakaat tarawih Rasulullah SAW adalah 8 rakaat. Hadits itu juga palsu dan dusta.
“Rasulullah SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan sebanyak delapan rakaat dan witir”. (Hadits Matruk)
Hadis ini diriwayatkan Ja‘far bin Humaid sebagaimana dikutip kembali lengkap dengan sanadnya oleh al-Dzahabi dalam kitabnya Mizan al-I‘tidal dan Imam Ibn Hibban dalam kitabnya Shahih Ibn Hibban dari Jabir bin Abdullah. Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama ‘Isa bin Jariyah yang menurut Imam Ibnu Ma‘in, adalah munkar al-Hadis (Hadis-hadisnya munkar).
Sedangkan menurut Imam al-Nasa‘i, ‘Isa bin Jariyah adalah matruk (pendusta). Karenanya, hadis shalat tarawih delapan rakaat adalah hadis matruk (semi palsu) lantaran rawinya pendusta.
Jadi bila disandarkan pada kedua hadits di atas, keduanya bukan dalil yang bisa dijadikan pegangan bahwa nabi SAW shalat tarawi 8 rakaat atau 20 rakaat dalam shalat tarawih.
Hadits Rakaat Shalat Malam atau Rakaat Shalat Tarawih?
Sedangkan hadits yang derajatnya sampai kepada keshahihan, hanyalah hadits tentang shalat malam yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, di mana Aisyah meriwayatkan secara shahih bahwa shalat malam yang dilakukan oleh beliau SAW hanya 11 rakaat.
Dari Ai'syah ra, "Sesungguhnya Nabi SAW tidak menambah di dalam bulan Ramadhan dan tidak pula mengurangkannya dari 11 rakaat. Beliau melakukan sholat 4 rakaat dan janganlah engkau tanya mengenai betapa baik dan panjangnya, kemudian beliau akan kembali sholat 4 rakaat dan jangan engkau tanyakan kembali mengenai betapa baik dan panjangnya, kemudian setelah itu beliau melakukan sholat 3 rakaat. Dan beliau berkata kepadanya (Ai'syah), "Dia melakukan sholat 4 rakaat, " tidak bertentangan dengan yang melakukan salam setiap 2 rakaat. Dan Nabi SAW bersabda, "Sholat di malam hari 2 rakaat 2 rakaat." Dan dia (Ai'syah), "Dia melakukan sholat 3 rakaat" atau ini mempunyai makna melakukan witir dengan 1 rakaat dan 2 rakaat. (HR Bukhari).
Tetapi di dalam hadits shahih ini, Aisyah ra sama sekali tidak secara tegas mengatakan bahwa 11 rakaat itu adalah jumlah rakaat shalat tarawih. Yang berkesimpulan demikian adalah para ulama yang membuat tafsiran subjektif dan tentunya mendukung pendapat yang mengatakan shalat tarawih itu 11 rakaat. Mereka beranggapan bahwa shalat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah shalat tarawih.
Pendukung 20 Rakaat
Sedangkan menurut ulama lain yang mendukung jumlah 20 rakaat, jumlah 11 rakaat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW tidak bisa dijadikan dasar tentang jumlah rakaat shalat tarawih. Karena shalat tarawih tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW kecuali hanya 2 atau 3 kali saja. Dan itu pun dilakukan di masjid, bukan di rumah. Bagaimana mungkin Aisyah ra meriwayatkan hadits tentang shalat tarawih beliau SAW?
Lagi pula, istilah shalat tarawih juga belum dikenal di masa beliau SAW. Pada masa Umar bin Khattab, karena orang berbeda-beda, sebagian ada yang shalat dan ada yang tidak shalat, maka Umar ingin agar umat Islam nampak seragam, lalu disuruhlah agar umat Islam berjamaah di masjid dengan shalat berjamah dengan imam Ubay bin Ka'b. Itulah yang kemudian populer dengan sebutan shalat tarawih, artinya istirahat, karena mereka melakukan istirahat setiap selesai melakukan shalat 4 rakaat dengan dua salam.
Bagi para ulama itu, apa yang disebutkan oleh Aisyah bukanlah jumlah rakaat shalat tarawih, melainkan shalat malam (qiyamullail) yang dilakukan di dalam rumah beliau sendiri.
Apalagi dalam riwayat yang lain, hadits itu secara tegas menyebutkan bahwa itu adalah jumlah rakaat shalat malam beliau, baik di dalam bulan Ramadhan dan juga di luar bulan Ramadhan.
Maka dengan demikian, keadaan menjadi jelas mengapa di dalam tubuh umat Islam masih ada perbedaan pendapat tentang jumlah rakaat tarawih yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Dan menarik, para ulama besar dunia sangat bersikap toleran dalam masalah ini.
Toleransi Jumlah Bilangan Rakaat
Dengan tidak adanya satu pun hadits shahih yang secara tegas menetapkan jumlah rakaat tarawih Rasulullah SAW, maka para ulama berbeda pendapat tentang jumlahnya. Ada yang 8 rakaat, 11 rakaat, 13 rakaat, 20 rakaat, 23 rakaat, bahkan 36 rakaat. Dan semua punya dalil sendiri-sendiri yang sulit untuk dipatahkan begitu saja.
Yang menarik, para ulama di masa lalu tidak pernah saling mencaci atau menjelekkan meski berbeda pendapat tentang jumah rakaat shalat tarawih.
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan perbedaan riwayat mengenai jumlah rakaat yang dilakukan pada saat itu: ada yang mengatakan 13 rakaat, ada yang mengatakan 21 rakaat, ada yang mengatakan 23 rakaat.
Sheikh al-Islam Ibn Taymiyah berpendapat, "Jika seseorang melakukan sholat tarawih sebagaimana mazhab Abu Hanifah, As-Syafi'i dan Ahmad yaitu 20 rakaat atau sebagaimana Mazhab Malik yaitu 36 rakaat, atau 13 rakaat, atau 11 rakaat, maka itu yang terbaik. Ini sebagaimana Imam Ahmad berkata, Karena tidak ada apa yang dinyatakan dengan jumlah, maka lebih atau kurangnya jumlah rakaat tergantung pada berapa panjang atau pendek qiamnya."(Silahkan periksa kitab Al-Ikhtiyaaraat halaman 64).
Demikian juga dengan Mufti Saudi Arabia di masa lalu, Al-'allaamah Sheikh Abdulah bin Baaz ketika ditanya tentang jumlah rakaat tarawih, termasuk yang mendukung shalat tarawih 11 atau 13 rakaat, namun beliau tidak menyalahkan mereka yang meyakini bahwa yang dalilnya kuat adalah yang 20 rakaat.
Beliau rahimahullah berkata, "Sholat Tarawih 11 rakaat atau 13 rakaat, melakukan salam pada setiap 2 rakaat dan 1 rakaat witir adalah afdal, meniru cara Nabi SAW. Dan, siapa pula yang sholatnya 20 rakaat atau lebih maka juga tidak salah."
Dan di kedua masjid besar dunia, Masjid Al-Haram Makkah dan masjid An-Nabawi Madinah, sejak dahulu para ulama dan umat Islam di sana shalat tarawih 20 rakaat dan 3 rakaat witir. Dan itu berlangsung sampai hari ini, meski mufti negara punya pendapat yang berbeda. Namun mereka tetap harmonis tanpa ada saling caci.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
sumber :http://www.ustsarwat.com/search.php?id=1187836507
Langganan:
Postingan (Atom)