Para Pecinta Aulia Allah

Para Pecinta Aulia Allah
Hadhrotusy Syaikh KH. Ahmad Asrori Al Ishaqy

Senin, 19 April 2010

zakat dan pembangunan ekonomi

ZAKAT DAN PEMBANGUNAN EKONOMI

Hadirin yang dirahmati oleh Allah SWT, adanya perbedaan kehidupan antara seseorang atau satu kelompok dengan orang atau kelompok lain, sesungguhnya merupakan suatu sunnatullah (aturan Allah) yang bersifat pasti dan tetap, kapan dan dimanapun. Kaya dan miskin akan selalu ada, sama halnya seperti adanya siang dan malam, sehat dan sakit, tua dan muda serta lain sebagainya. Namun perbedaan tersebut, bukanlah patut untuk dipertentangkan apalagi sampai melahirkan pertentangan antar kelas. Akan tetapi, perbedaan tersebut harus dipertemukan dalam bingkai ta'awun/tolong menolong, bantu membantu, saling mendukung dan saling mengisi antara yang satu dengan yang lainnya. Betul, orang miskin memang membutuhkan orang kaya, akan tetapi orang kaya juga membutuhkan orang miskin. (Didin Hafidhuddin, 2002 : 4) Tidak ada yang mampu hidup sendiri di dunia ini. Semua manusia selalu membutuhkan orang lain tanpa memandang status social yang dimiliki, sebab manusia memiliki kebutuhan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, manusia akan membutuhkan orang lain. Sebuah perumpamaan sederhana, ada orang kaya yang sedang mengendarai mobil, kemudian bannya bocor. Maka orang yang ia butuhkan adalah tukang tambal ban, bukan direktur perusahaan. Dari sini dapat dilihat bahwa interaksi manusia tidak memandang status. Namun kebanyakan dari kita lupa akan hal tersebut, karena kita sibuk memikirkan kepentingan diri kita sendiri sehingga kita lupa bahwa diri ini membutuhkan orang lain. Kepekaan social dalam diri ini tidak pernah kita asah, padahal dalam agama kita mengajarkan bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang paling banyak memiliki manfaat bagi orang lain. Agama kita juga mengajarkan bahwa dalam harta kita terdapat hak orang lain. Allah SWT berfirman
    •    
Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), (Al Ma'aarij 24-25)
Tuhan juga telah melarang kekayaan yang ada di bumi ini hanya berputar di kalangan tertentu saja.
•                                 •   •    
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.
(Al Hasyr: 7). (Mustafa Edwin Nasution, 2006 : 26)
Di negara kita ini banyak kita jumpai saudara-saudara kita yang kurang mampu, sehingga kehidupannya sungguh memprihatinkan. Fenomena inilah yang menjadi bibit-bibit kriminalitas yang terjadi di negara kita, kasus pencurian, perampokan, utang tidak terbayar terjadi di berbagai tempat sehingga menimbulkan bunuh membunuh antar sesama. Semua peristiwa ini berpangkal dari permasalahan ekonomi yang melanda negara kita. Dimana-mana orang sulit mencari pekerjaan sehingga perekonomian mereka sangat tidak jelas. Akibatnya, mereka sulit untuk makan. Akhirnya, bisa saja ketika itu mereka tidak memperdulikan antara yang halal dan haram dalam memenuhi kebutuhan hidup. Akhlak pun terancam untuk berubah menjadi buruk. Kejahatan terjadi dimana-mana, keberkahan mulai dicabut oleh Allah SWT, dan akibatnya bencana akan terjadi dimana-mana seperti yang telah terjadi di Negara kita ini.
Kemudian apa yang harus kita lakukan dalam menghadapi masalah tersebut? Solusi yang tepat untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan adanya zakat. Zakat merupakan instrumen penanggulangan kemiskinan di tengah problematika perekonomian saat ini. Zakat sebagai instrument pembangunan perekonomian dan pengetasan kemiskinan umat.
Zakat adalah ibadah di bidang harta yang memiliki fungsi strategis, penting dan menentukan baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dalam membangun kesejahteraan masyarakat. Zakat merupakan ibadah pokok dan sebagai rukun Islam yang ketiga, dimana keberadaannya merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang. Zakat juga merupakan institusi resmi yang diarahkan untuk menciptakan pemerataan dan keadilan bagi masyarakat, sehingga taraf kehidupan masyarakat dapat ditingkatkan. Zakat dapat membersihkan atau mensucikan jiwa dari sifat kikir dan bakhil. Ketika seseorang mengeluarkan zakat dengan merelakan hartanya, pada saat itulah ia memenangkan nafsunya, menang atas kekikiran dan kebakhilannya sehingga mensucikan dan membersihkan jiwanya. Zakat juga membersihkan dan mensucikan masyarakat dari saling dendam dan dengki, dari kegoncangan dan fitnah. (Didin Hafidhuddin, 2002 : 51)
Pengaruh zakat pada masyarakat dapat bermacam-macam. Pengaruhnya yang pertama adalah perasaan aman bagi kaum fakir dan miskin. Kedua, zakat dapat menghilangkan kesenjangan yang ada antara si kaya dan si miskin. Zakat dapat membentuk keterpautan hati dan perasaan antara kedua golongan ini, sehingga akan tumbuh rasa saling ber-empati diantar keduanya. Ini adalah pengaruh yang ketiga. Keempat, menumbuhkan perasaan yakin secara dan percaya atas karunia Allah dalam dada si miskin serta perasaan tunduk kepada perintah Allah dalam dada si kaya. Kelima, zakat dapat membantu kemandirian ekonomi suatu Negara. Dan yang paling membahagiakan adalah ketika zakat mampu membuat seluruh masyarakat memiliki rasa persaudaraan yang tinggi serta kesadaran bahwa pembangunan ekonomi bangsa beserta proses kontrolnya harus dilakukan secara bersama-sama. Semua ini dapat terwujud ketika zakat telah dibayarkan oleh seluruh muzakki suka rela tanpa paksaan. (Mustafa Edwin Nasution, 2006 : 36)
Kewajiban zakat dalam al-qur’an terdapat dalam puluhan ayat yang selalu dirangkaikan dengan kewajiban shalat. Hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa zakat mendapatkan posisi penting sebagaimana ajaran shalat. Tetapi Persoalan kita saat ini adalah bahwa zakat belum dipahami memiliki peranan yang penting dan strategis untuk membangun kesejahteraan umat. Sementara ini zakat hanya dipahami sebagai kewajiban seorang muslim kepada Allah dan belum dikaitkan sebagai kewajiban kepada sesama muslim yang membutuhkan. Kita juga hanya memahami zakat itu sebagai kewajiban hubungan manusia dengan Allah semata-mata, misalnya antara Surga dan Neraka. Oleh karena itu perlu dipahami bahwa zakat itu mempunyai dimensi vertikal (hubungan manusia dengan Allah) dan dimensi horisontal (hubungan antara sesama manusia). Sayyid Quthb menyatakan bahwa zakat merupakan rukun sosial yang nyata di antara semua rukun Islam. Dari satu segi, zakat merupakan ibadah, dan dari segi lain merupakan kewajiban sosial. Bila dilihat dari pandangan Islam mengenai ibadah dan masalah sosial maka zakat adalah kewajiban sosial yang bersifat ibadah. (Mustafa Edwin Nasution, 2006 : 41)
Pembayaran zakat merupakan perwujudan keimanan kepada Allah, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup sekaligus membersihkan dan memgembangkan harta yang dimiliki. Orang yang enggan berzakat, menurut beberapa buah Hadits Nabi, harta bendanya akan hancur, dan jika keengganan ini memassal, Allah SWT akan menurunkan berbagai adzab, seperti musim kemarau yang panjang. Atas dasar itu, sahabat Abdullah bin Mas`ud menyatakan bahwa orang-orang yang beriman diperintahkan untuk menegakkan salat dan mengeluarkan zakat. Siapa yang tidak berzakat, maka tidak ada shalat baginya. Rasulullah SAW pernah menghukum Tsa`labah yang enggan berzakat dengan isolasi yang berkepanjangan. Tak ada seorang sahabat pun yang mau berhubungan dengannya, meski hanya sekedar bertegur sapa. Khalifah Abu Bakar Shiddiq bertekad akan memerangi orang-orang yang mau shalat tetapi enggan berzakat. Ketegasan sikap ini menunjukkan bahwa perbuatan meninggalkan zakat adalah suatu kedurhakaan, dan bila hal ini dibiarkan, maka akan memunculkan pelbagai kedurhakaan dan kemaksiatan yang lain.
Rasulullah SAW, dalam sebuah hadits riwayat Imam al-Ashbahani dari Imam Thabrani, menyatakan: "Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah, Allah SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih". Hadits tersebut memberikan dua isyarat. Pertama, kemiskinan bukanlah semata-mata disebabkan oleh kemalasan untuk bekerja (kemiskinan kultural), akan tetapi juga akibat dari pola kehidupan yang tidak adil (kemiskinan struktural) dan merosotnya kesetiakawanan sosial, terutama antara kelompok kaya dan kelompok miskin. Dalam sunan Nasa'i, Rasulullah SAW menyatakan: "Barangsiapa memberikannya (zakat) karena berharap mendapatkan pahala, maka baginya pahala. Dan barangsiapa yang enggan mengeluarkannya, kami akan mengambilnya (zakat), dan setengah untanya, sebagai salah satu 'uzman (kewajiban yang dibebankan kepada para hama) oleh Allah SWT. Tidak sedikit pun dari harta itu yang halal bagi keluarga Muhammad." (HR. Nasa'i). (Mustafa Edwin Nasution, 2006. Hal : 44)
Pada era pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab selama 10 tahun, di berbagai wilayah (propinsi) yang menerapkan islam dengan baik, kaum muslimin menikmati kemakmuran dan kesejahteraan. Kesejehteraan merata ke segenap penjuru. Buktinya, tidak ditemukan seorang miskin pun oleh Muadz bin Jabal di wilayah Yaman. Muadz adalah staf Rasulullah SAW yang diutus untuk memungut zakat di Yaman. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, Muadz terus bertugas di sana. Abu Ubaid menuturkan dalam kitabnya Al-Amwal hal. 596, bahwa Muadz pada masa Umar pernah mengirimkan hasil zakat yang dipungutnya di Yaman kepada Umar di Madinah, karena Muadz tidak menjumpai orang yang berhak menerima zakat di Yaman. Namun, Umar mengembalikannya. Ketika kemudian Muadz mengirimkan sepertiga hasil zakat itu, Umar kembali menolaknya dan berkata,"Saya tidak mengutusmu sebagai kolektor upeti, tetapi saya mengutusmu untuk memungut zakat dari orang-orang kaya di sana dan membagikannya kepada kaum miskin dari kalangan mereka juga." Muadz menjawab,"Kalau saya menjumpai orang miskin di sana, tentu saya tidak akan mengirimkan apa pun kepadamu." Pada tahun kedua, Muadz mengirimkan separuh hasil zakat yang dipungutnya kepada Umar, tetapi Umar mengembalikannya. Pada tahun ketiga, Muadz mengirimkan semua hasil zakat yang dipungutnya, yang juga dikembalikan Umar. Muadz berkata,"Saya tidak menjumpai seorang pun yang berhak menerima bagian zakat yang saya pungut."
Pada Masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga demikian. Khalifah Umar yang ini juga tak jauh beda dengan Khalifah Umar yang telah diceritakan sebelumnya. Meskipun masa kekhilafahannya cukup singkat, hanya sekitar 3 tahun (99-102 H/818-820 M), namun umat Islam akan terus mengenangnya sebagai Khalifah yang berhasil menyejahterakan rakyat. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata,"Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya." (Al-Qaradhawi, 1995. Hal 154).
Kemakmuran itu tak hanya ada di Afrika, tapi juga merata di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Basrah. Abu Ubaid dalam Al-Amwal hal. 256 mengisahkan, Khalifah Umar Abdul mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di propinsi itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata,"Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka tetapi di Baitul Mal masih terdapat banyak uang." Umar memerintahkan,"Carilah orang yang dililit utang tapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya." Abdul Hamid kembali menyurati Umar,"Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang." Umar memerintahkan lagi, "Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya." Abdul Hamid sekali lagi menyurati Umar,"Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah tetapi di Baitul Mal ternyata masih juga banyak uang." Akhirnya, Umar memberi pengarahan,"Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah pinjaman kepada mereka agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih." (Al-Qaradhawi, 1995. Hal: 159).
Sementara itu Gubernur Basrah pernah mengirim surat kepada Umar bin Abdul Aziz,"Semua rakyat hidup sejahtera sampai saya sendiri khawatir mereka akan menjadi takabbur dan sombong." Umar dalam surat balasannya berkata,"Ketika Allah memasukkan calon penghuni surga ke dalam surga dan calon penghuni neraka ke dalam neraka, Allah Azza wa Jalla merasa ridha kepada penghuni surga karena mereka berkata,"Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya..." (QS Az-Zumar : 74). Maka suruhlah orang yang menjumpaimu untuk memuji Allah SWT". Meski rakyatnya makmur, namun seperti halnya kakeknya (Umar bin Khaththab), Khalifah Umar bin Abdul tetap hidup sederhana, jujur, dan zuhud. Bahkan sejak awal menjabat Khalifah, beliau telah menunjukkan kejujuran dan kesederhanaannya. Ini dibuktikan dengan tindakannya mencabut semua tanah garapan dan hak-hak istimewa Bani Umayyah, serta mencabut hak mereka atas kekayaan lainnya yang mereka peroleh dengan jalan kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan Khilafah Bani Umayyah. Khalifah Umar memulai dari dirinya sendiri dengan menjual semua kekayaannya dengan harga 23.000 dinar (sekitar Rp 12 miliar) lalu menyerahkan semua uang hasil penjualannya ke Baitul Mal. (Al-Qaradhawi, 1995. Hal : 161).
Subhanallah! Betapa indahnya kisah di atas. Bayangkan, dalam beberapa tahun saja, sistem ekonomi Islam yang adil telah berhasil meraih keberhasilan yang fantastis. Dan jangan salah, keadilan ini tidak hanya berlaku untuk rakyat yang muslim, tapi juga untuk yang non-muslim. Sebab keadilan adalah untuk semua, tak ada diskriminasi atas dasar agama. Suatu saat Umar sedang dalam perjalanan menuju Damaskus. Umar berpapasan dengan orang Nashrani yang menderita penyakit kaki gajah. Keadaannya teramat menyedihkan. Umar pun kemudian memerintahkan pegawainya untuk memberinya dana yang diambil dari hasil pengumpulan shadaqah dan juga makanan yang diambil dari perbekalan para pegawainya
Hadirin yang dirahmati oleh Allah SWT, sesungguhnya jika kita mengetahui keutamaan orang yang mampu memberikan hartanya untuk orang miskin, pastilah kita akan berlomba-lomba untuk memberikan hartanya kepada fakir miskin. Begitu besar hikmah dan manfaat zakat. Hikmah dan manfaat tersebut, antara lain adalah :
1. Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kepedulian yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang dimiliki Karena zakat merupakan hak bagi mustahik, maka berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka, terutama golongan fakir miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika melihat golongan kaya yang berkecukupan hidupnya. Zakat, sesungguhnya bukan sekedar memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif yang sifatnya sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan pada mereka, dengan cara menghilangkan atau memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.
2. Sebagai pilar jama`i antara kelompok aghniya yang berkecukupan hidupnya, dengan para mujahid yang waktunya sepenuhnya untuk berjuang di jalan Allah, sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk berusaha bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya (Al Baqoroh 273).
                    •           
(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.
3. Salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, maupun sosial ekonomi dan terlebih lagi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
4. Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, karena zakat tidak akan diterima dari harta yang didapatkan dengan cara yang bathil (Al-Hadits). Zakat mendorong pula umat Islam untuk menjadi muzakki yang sejahtera hidupnya.
5. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrument pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan. Zakat, menurut Mustaq Ahmad, adalah sumber utama kas negara sekaligus merupakan soko guru dari kehidupan ekonomi yang dicanangkan Al-Qur’an. Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi harta pada satu tangan, dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan investasi dan mempromosikan distribusi. Akumulasi harta di tangan seseorang atau sekelompok orang kaya saja, secara tegas dilarang Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Quran (Al Hasyr 7).
•                                 •   •    
6. apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. (Didin Hafidhuddin, 2002. Hal : 74)

Hadirin yang dirahmati oleh Allah SWT, Islam pun sangat mengecam orang yang tidak mau memberikan harta untuk orang yang membutuhkan. Mereka itulah yang disebut pendusta agama, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-ma'un ayat 1-3
               
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.
Hadirin yang dirahmati oleh Allah SWT, sesungguhnya banyak sekali hal-hal yang harus kita perbaiki dalam negeri ini. Sebelum itu, kita harus melihat diri kita masing-masing dan memperbaikinya terlebih dahulu agar dapat tercapainya suatu negeri yang makmur dengan memiliki pembangunan ekonomi yang baik. Banyak sekali hikmah dan manfaat dalam membayar zakat seperti yang baru saja saya sampaikan. Kita tidak hanya akan mendapatkan manfaatnya di akherat, akan tetapi kita juga akan mendapatkan manfaatnya didunia ini. Oleh karena itu, mari bersama-sama kita jalankan membayar zakat dengan niat hanya untuk mencari ridho Allah SWT.
Demikian beberapa penjelasan yang telah saya sampaikan. Semoga majelis ini mampu membawa perubahan pada diri kita, sehingga kita di berkahi Allah dengan khusnul khotimah, serta semoga kelak di akherat nanti kita mendapatkan syafaat Nabi Muhammad Saw, sehingga kita dimasukan di surga Allah dan dapat berjumpa dengan Allah. Amin ya robbal alamiin..
Saya sebagai manusia biasa apabiala ada tutur kata yang salah dan kurang berkenan, saya mohon maaf yang sebesarnya,

Wallahulmuwafiq ila aqwa miththoriq
Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Tidak ada komentar: