HIKMAH NIKAH
Hadirin yang berbahagia..
Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.” Muttafaq Alaihi.
Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral. Karena lembaga itu memang merupakan pusat bagi lahir dan tumbuhnya Bani Adam, yang kelak mempunyai peranan kunci dalam mewujudkan kedamaian dan kemakmuran di bumi ini. Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. ‘Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci, sebagaimana firman Allah Ta’ala.
"Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”. (An-Nisaa’ : 21).
Karena itu, diharapkan semua pihak yang terlibat di dalamnya, khususnya suami istri, memelihara dan menjaganya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan perkawinan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan), bagaimana mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci dan detail. (Imam Suhirman, 2007 : 21)
Hadirin yang kami muliakan, tujuan perkawinan dalam islam adalah
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Di tulisan terdahulu [bagian kedua] kami sebutkan bahwa perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : "Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut :
“Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim”. (Al-Baqarah : 229).
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal :
a. Kafa’ah Menurut Konsep Islam
Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu’ (sederajat, sepadan) hanya diukur lewat materi saja.
Menurut Islam, Kafa’ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa’ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya.
Dan mereka tetap sekufu’ dan tidak ada halangan bagi mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih berfaham materialis dan mempertahankan adat istiadat wajib mereka meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wanita dikawini karena empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan celaka”. (Hadits Shahi Riwayat Bukhari 6:123, Muslim 4:175).
b. Memilih Yang Shalihah
Orang yang mau nikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih. Menurut Al-Qur’an wanita yang shalihah ialah : Wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara (mereka)”. (An-Nisaa : 34).
Menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah : “Ta’at kepada Allah, Ta’at kepada Rasul, Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32), Tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahram, Ta’at kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan, Ta’at kepada suami dan baik kepada tetangganya dan lain sebagainya”. Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak dan penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus umat.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : "Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad 5:1167-168 dan Nasa’i dengan sanad yang Shahih).
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman : “Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”. (An-Nahl : 72).
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah. Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan demikian karena banyak “Lembaga Pendidikan Islam”, tetapi isi dan caranya tidak Islami. Sehingga banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar.
Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.
Hadirin yang kami muliakan, rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih saying. Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinya masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla’an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda “kemelut” perselisihan dan percekcokan. (Mohammad Fauzil Adhim, 2008 : 55-61)
Marilah kita berupaya untuk melakasanakan perkawinan secara Islam dan membina rumah tangga yang Islami, serta kita wajib meninggalkan aturan, tata cara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam. Ajaran Islam-lah satu-satunya ajaran yang benar dan diridlai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (Ali-Imran : 19).
•
"Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan yang menyejukkan hati kami, dan jadikanlah kami Imam bagi orang-orang yang bertaqwa”. (Al-Furqaan : 74)
Amiin…
ALLAHUMMA SOLLI ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD. YA ROSULALLAH... SUNGGUH AKU SANGAT MENCINTAIMU MELEBIHI CINTAKU KEPADA DIRIKU SENDIRI.
Senin, 19 April 2010
CINTA DAN BENCI KARENA ALLAH
CINTA DAN BENCI KARENA ALLAH
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
(Http://wahonot.wordpress.com/2009/07/09)
Jamaah Jum’at rahimakumullah
Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Azza wajalla, yang telah menganugerakan rasa cinta dan benci dihati para makhlukNya. Dan hanya Dia pulalah yang berhak mengatur kepada siapakah kita harus mencintai dan kepada siapa pula kita membenci.
Cinta yang paling tinggi dan paling wajib serta yang paling bermanfaat mutlak adalah cinta kepada Allah Ta’ala semata, diiringi terbentuknya jiwa oleh sikap hanya menuhankan Allah Ta’ala saja. Karena yang namanya Tuhan adalah sesuatu yang hati manusia condong kepadanya dengan penuh rasa cinta dengan meng-agungkan dan membesarkannya, tunduk dan pasrah secara total serta menghamba kepadaNya. Allah Ta’ala wajib dicintai karena DzatNya sendiri,sedangkan yang selain Allah Ta’ala dicintai hanya sebagai konsekuensi dari rasa cinta kepada Allah Ta’ala. (Maman Imanulhaq, 2008 : 11)
Jamaah Jum’at yang berbahagia, Rasulullah SAW bersabda:
أَوْثَقُ عُرَى اْلإِيْمَانِ الْحُبُّ فِي اللهِ وَالْبُغْضُ فِي اللهِ. (رواه الترمذي).
“Tali iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR.At Tirmidzi)
Dalam riwayat lain, Rasulullah juga bersabda:
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ اْلإِيْمَانَ. (رواه أبو داود والترمذي وقال حديث حسن).
“Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna Imannya.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, ia mengatakan hadits hasan). (Http://shaluphsha.blogspot.com/2009/01/cinta-dan-benci-karena-allah.html)
Dari dua hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa kita harus memberikan kecintaan dan kesetiaan kita hanya kepada Allah semata. Kita harus mencintai terhadap sesuatu yang dicintai Allah, membenci terhadap segala yang dibenci Allah, ridla kepada apa yang diridlai Allah, tidak ridla kepada yang tidak diridlai Allah, memerintahkan kepada apa yang diperintahkan Allah, mencegah segala yang dicegah Allah, memberi kepada orang yang Allah cintai untuk memberikan dan tidak memberikan kepada orang yang Allah tidak suka jika ia diberi.
Dalam pengertian menurut syariat, yang dimaksud dengan al-hubbu fillah (mencintai karena Allah) adalah mencurahkan kasih sayang dan kecintaan kepada orang –orang yang beriman dan taat kepada Allah ta’ala karena keimanan dan ketaatan yang mereka lakukan.
Sedangkan yang dimaksud dengan al-bughdu fillah (benci karena Allah) adalah mencurahkan ketidaksukaan dan kebencian kepada orang-orang yang mempersekutukanNya dan kepada orang-orang yang keluar dari ketaatan kepadaNya dikarenakan mereka telah melakukan perbuatan yang mendatangkan kemarahan dan kebencian Allah, meskipun mereka itu adalah orang-orang yang dekat hubungan dengan kita, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
• • •
"kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung." (Al-Mujadalah: 22)
Para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in serta pengikut mereka di seluruh penjuru dunia adalah orang-orang yang lebih berhak untuk kita cintai meskipun kita tidak punya hubungan apa-apa dengan mereka, dari pada orang-orang yang dekat dengan kita seperti tetangga kita, orang tua kita, anak-anak kita sendiri, saudara-saudara kita, ataupun saudara kita yang lain, apabila mereka itu membenci, memusuhi dan menentang Allah dan RasulNya dan tidak melakukan ketaatan kepada Allah dan RasulNya maka kita tidak berhak untuk mencintai melebihi orang-orang yang berjalan di atas al-haq dan orang yang selalu taat kepada Allah dan rasulNya. Demikian juga kecintaan dan kebencian yang tidak disyari’atkan adalah yang tidak berpedoman pada kitabullah dan sunnah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Dan hal ini bermacam-macam jenisnya di antaranya adalah: kecintaan dan kebencian yang dimotifasi oleh harta kekayaan, derajat dan kedudukan, suku bangsa, ketampanan, kefakiran, kekeluargaan dan lain-lain, tanpa memperdulikan norma-norma agama yang telah digariskan oleh Allah Ta’ala. Marilah kita berlindung kepada Dzat yang membolak-balikkan hati, supaya hati kita dipatri dengan kecintaan dan kebencian yang disyariatkan oleh Allah dan RasulNya. Karena kadang orang-orang yang menentang Allah di sekitar kita lebih baik sikapnya terhadap kita dari pada orang-orang yang beriman kepada Allah, sehingga kita lupa dan lebih mencintai orang-orang kafir dari pada orang-orang yang beriman. Naudzubilla min dzalik. (Abu Usamah Salim, 2007 : 51)
Jamaah Jum’at yang berbahagia ...
Dalam pandangan ahlusunnah wal jamaah kadar kecintaan dan kebencian yang harus dicurahkan terbagi menjadi tiga kelompok:
1. Orang-orang yang dicurahkan kepadanya kasih sayang dan kecintaan secara utuh.
Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, melaksanakan ajaran Islam dan tonggak-tonggaknya dengan ilmu dan keyakinan yang teguh . Mereka adalah orang-orang yang mengikhlaskan segala perbuatan dan ucapannya untuk Allah semata. Mereka adalah orang-orang yang tunduk lagi patuh terhadap perintah-perintah Allah dan RasulNya serta menahan diri dari segala yng dilarang oleh Allah dan Rasulnya. Mereka adalah orang-orang yang mencurahkan kecintaan, kewala’an, kebencian dan permusuhan karena Allah ta’ala serta mendahulukan perkataan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam atas yang lainnya siapapun orangnya.
2. Orang-orang yang dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi lainnya.
Mereka adalah orang yang mencampuradukan antara amalan yang baik dengan amalan yang buruk, maka mereka dicintai dan dikasihani dengan kadar kebaikan yang ada pada diri mereka sendiri, dan dibenci serta dimusuhi sesuai dengan kadar kejelekan yang ada pada diri mereka. Dalam hal ini kita harus dapat memilah-milah, seperti muamalah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam terhadap seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Himar. Saat itu Abdulllah bin Himar dalam keadaan minum khamr maka dibawalah dia kehadapan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, tiba-tiba sorang laki-laki melaknatnya kemudian berkata: “betapa sering dia didatangkan kehadapan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dalam keadaan mabuk.” Rasulullah bersabda: “janganlah engkau melaknatnya. Sesungguhnya dia adalah orang yang cinta kepada Allah dan RasulNya (Shohih Al-Bukhari kitab Al-Hudud). Pada hal jama’ah yang berbahagia, dalam riwayat Abu Dawud dalam kitab Al-Asyribah juz 4 yang dishahihkan oleh Al-Bani dalam shahih Al-Jami Ash Shaghir hadits nomer 4967 Rasulullah n melaknat khamr, orang yang meminumnya, orang yang menjualnya, orang yang memerasnya dan orang yang minta diperaskan, orang yang membawanya dan orang yang dibawakan khamr kepadanya.
3. Orang–orang yang dicurahkan kebencian dan permusuhan kepadanya secara utuh.
Mereka adalah orang yang tidak beriman kepada rukun iman dan orang yang mengingkari rukun Islam baik sebagian atau keseluruhan dengan rasa mantap, orang yang mengingkari asma’ wa sifat Allah ta’ala, atau orang yang meleburkan diri dengan ahlu bida’ yang sesat dan menyesatkan, atau orang yang melakukan hal-hal yang membatalkan keIslamannya. Terhadap orang ini wajib bagi kita untuk membenci secara utuh, karena mereka adalah musuh Allah dan RasulNya Shalallaahu alaihi wasalam. (Ahmad Mahmud Faraj, 2008 : 36)
Sidang Jum'at yang dimuliakan Allah
Ada beberapa faktor yang dapat mengkokohkan kecintaan dijalan Allah, antara lain:
1. Memberitahukan kepada orang yang dicintai bahwa kita mencintai karena Allah ta’ala. Diriwayatkan dari Abu Dzar Radhiallaahu anhu, bahwa ia mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
إِذَا أَحَبَّ أَحَدُكُمْ صَاحِبَهُ فَلْيَأْتِ فِيْ مَنْزِلِهِ فَلْيُخْبِرْهُ أَنَّهُ يُحِبُّهُ فِي اللهِ تَعَالَى. (رواه ابن المبارك في الزهد، 712).
“Apabila ada seorang dari kalian mencintai temannya hendaklah dia datangi rumahnya dan mengkhabarinya bahwa ia mencintainya (seorang teman tadi) kerena Allah Ta’ala.” (HR.Ibnul Mubarok dalam kitab Az-Zuhdu, hal 712 dengan sanad shohih)
2. Saling memberi hadiah
Rasulullah bersabda dalam riwayat Abu Hurairah Radhiallaahu anhu:
تَهَادَوْا تَحَابُّوْا. (رواه البخاري في الأدب المفرد 120 والبيهقي، 6/169، وسنده حسن).
“Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Al-Bukhari dalam kitab Adabul Mufrod, hal 120 dan Baihaqi 6/169 dengan sanad hasan)
Seorang sahabat Anshar pernah menawarkan separuh hartanya kepada Abdurrahman bin Auf. Bahkan, ia siap menceraikan salah seorang isterinya untuk kelak dinikahkan kepada Abdurrahman bin Auf. Sepertinya si sahabat Anshar menangkap sesuatu yang kurang dari sahabatnya yang ‘terusir’ dari Madinah itu. Kasihan Abdurrahman, ia meninggalkan segala-galanya di Mekah demi menunaikan perintah Rasul untuk berhijrah. Begitulah mungkin yang sempat terpikir sahabat Anshar. Tanpa menunggu diminta, ia langsung menawarkan. Sayangnya, penawarannya yang tulus ditolak Abdurrahman. Sahabat Muhajirin ini tidak mahu menyusahkan tuan rumah. Ia cuma menanyakan tempat di pasar, agar dia boleh berdagang.
3. Saling mengunjungi
Rasulullah bersabda dalam riwayat Abu Hurairah .
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ! زُرْ غِبًّا تَزْدَدْ حُبًّا. (رواه الطبراني والبيهقي، سنده صحيح).
“Wahai Abu Hurairah! berkunjunglah engkau dengan baik tidak terlalu sering dan terlalu jarang, niscaya akan bertambah sesuatu dengan kecintaan.” (HR.Thabrani dan Baihaqi dengan sanad yang shahih)
4. Saling menyebarkan salam.
لاَ تَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا وَلاَ تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا، أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ، أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ. (رواه مسلم، 2/35).
“Tidaklah kalian masuk Surga sehingga kalian beriman, tidakkah kalian beriman sehingga kalian saling mencintai, Maukah kamu aku tunjukkan tentang sesuatu yang apabila kalian melakukan-nya akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim).
5. Meninggalkan dosa-dosa.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda:
مَا تَوَادَّ اثْنَانِ فِي اللهِ عَزَّ وَجَلَّ أَوْ فِي اْلإِسْلاَمِ فَيَفْرُقُ بَيْنَهُمَا إِلاَّ بِذَنْبٍ يُحْدِثُهُ أَحَدُهُمَا. (رواه البخاري في الأدب المفرد ص 84 وهو حديث حسن).
“Tidaklah dua orang yang saling mencintai karena Allah atau karena Islam kemudian berpisah kecuali salah satu dari ke duanya telah melakukan dosa.” (HR. Al-Bukhari dalam kitabnya Al-Adab AlMufrad hal.84). (Http://shaluphsha.blogspot.com/2009/01/cinta-dan-benci-karena-allah.html)
6. Meninggalkan perbuatan ghibah (membicarakan sesuatu tentang saudaranya di saat tidak ada, dan jika saudaranya tersebut mendengarkan dia marah-marah atau tidak suka)
Allah berfirman:
• •
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan (ghibah) sebagian yang lain,sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentunya kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat:12). (Abu Usamah Salim, 2007 : 84)
Dan telah shahih dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau di mi’rajkan oleh Allah, beliau melewati suatu kaum yang mempunyai kuku dari tembaga. Dengan kuku dari tembaga itu mereka melukai wajah-wajah dan dada-dada mereka. Maka nabi bertanya : “Wahai Jibril, siapakah mereka ?”Maka Jibril menjawab :”Mereka adalah orang-orang yang telah memakan daging-daging manusia dan telah menginjak-injak/menjatuhkan kehormatan mereka “. (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud dengan sanad yang jayyid dari jalan shahabat Anas radliallahu’anhu). (Http://shaluphsha.blogspot.com/2009/01/cinta-dan-benci-karena-allah.html)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
(Http://wahonot.wordpress.com/2009/07/09)
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.
(Http://wahonot.wordpress.com/2009/07/09)
Jamaah Jum’at yang berbahagia ...
Kewajiban saling mencintai dijalan Allah bukanlah suatu perintah yang tidak membawa hasil apa-apa. Tetapi Allah memerintahkan sesuatu itu pasti ada buahnya dan hasilnya. Buah dan hasil dari saling mencintai di jalan Allah di antaranya adalah:
1. Mendapatkan kecintaan Allah.
2. Mendapatkan Kemuliaan dari Allah.
3. Mendapatkan naungan Arsy Allah di hari kiamat, pada saat tidak ada naungan kecuali naungan Allah.
4. Merasakan manisnya iman.
5. Meraih kesempurnaan iman.
6. Masuk Surga
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang tunduk patuh hanya kepada Allah. Semoga kecintaan dan kebencian kita selalu sesuai dengan apa yang telah disyariatkan oleh Allah dan RasulNya. Apalagi yang kita harapkan kecuali mendapatkan kecintaan dari Allah, mendapatkan kemuliaan dari Allah, mendapatkan naungan ‘Arsy Allah pada hari tidak ada naungan kecuali naunganNya, meraih manisnya Iman, mendapatkan kesempurnaan iman dan masuk ke dalam SurgaNya yang tinggi. Semoga Allah selalu memberkahi dan merahmati kita. Amiin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
(Http://wahonot.wordpress.com/2009/07/09)
Jamaah Jum’at rahimakumullah
Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Azza wajalla, yang telah menganugerakan rasa cinta dan benci dihati para makhlukNya. Dan hanya Dia pulalah yang berhak mengatur kepada siapakah kita harus mencintai dan kepada siapa pula kita membenci.
Cinta yang paling tinggi dan paling wajib serta yang paling bermanfaat mutlak adalah cinta kepada Allah Ta’ala semata, diiringi terbentuknya jiwa oleh sikap hanya menuhankan Allah Ta’ala saja. Karena yang namanya Tuhan adalah sesuatu yang hati manusia condong kepadanya dengan penuh rasa cinta dengan meng-agungkan dan membesarkannya, tunduk dan pasrah secara total serta menghamba kepadaNya. Allah Ta’ala wajib dicintai karena DzatNya sendiri,sedangkan yang selain Allah Ta’ala dicintai hanya sebagai konsekuensi dari rasa cinta kepada Allah Ta’ala. (Maman Imanulhaq, 2008 : 11)
Jamaah Jum’at yang berbahagia, Rasulullah SAW bersabda:
أَوْثَقُ عُرَى اْلإِيْمَانِ الْحُبُّ فِي اللهِ وَالْبُغْضُ فِي اللهِ. (رواه الترمذي).
“Tali iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR.At Tirmidzi)
Dalam riwayat lain, Rasulullah juga bersabda:
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ اْلإِيْمَانَ. (رواه أبو داود والترمذي وقال حديث حسن).
“Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna Imannya.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, ia mengatakan hadits hasan). (Http://shaluphsha.blogspot.com/2009/01/cinta-dan-benci-karena-allah.html)
Dari dua hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa kita harus memberikan kecintaan dan kesetiaan kita hanya kepada Allah semata. Kita harus mencintai terhadap sesuatu yang dicintai Allah, membenci terhadap segala yang dibenci Allah, ridla kepada apa yang diridlai Allah, tidak ridla kepada yang tidak diridlai Allah, memerintahkan kepada apa yang diperintahkan Allah, mencegah segala yang dicegah Allah, memberi kepada orang yang Allah cintai untuk memberikan dan tidak memberikan kepada orang yang Allah tidak suka jika ia diberi.
Dalam pengertian menurut syariat, yang dimaksud dengan al-hubbu fillah (mencintai karena Allah) adalah mencurahkan kasih sayang dan kecintaan kepada orang –orang yang beriman dan taat kepada Allah ta’ala karena keimanan dan ketaatan yang mereka lakukan.
Sedangkan yang dimaksud dengan al-bughdu fillah (benci karena Allah) adalah mencurahkan ketidaksukaan dan kebencian kepada orang-orang yang mempersekutukanNya dan kepada orang-orang yang keluar dari ketaatan kepadaNya dikarenakan mereka telah melakukan perbuatan yang mendatangkan kemarahan dan kebencian Allah, meskipun mereka itu adalah orang-orang yang dekat hubungan dengan kita, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
• • •
"kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung." (Al-Mujadalah: 22)
Para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in serta pengikut mereka di seluruh penjuru dunia adalah orang-orang yang lebih berhak untuk kita cintai meskipun kita tidak punya hubungan apa-apa dengan mereka, dari pada orang-orang yang dekat dengan kita seperti tetangga kita, orang tua kita, anak-anak kita sendiri, saudara-saudara kita, ataupun saudara kita yang lain, apabila mereka itu membenci, memusuhi dan menentang Allah dan RasulNya dan tidak melakukan ketaatan kepada Allah dan RasulNya maka kita tidak berhak untuk mencintai melebihi orang-orang yang berjalan di atas al-haq dan orang yang selalu taat kepada Allah dan rasulNya. Demikian juga kecintaan dan kebencian yang tidak disyari’atkan adalah yang tidak berpedoman pada kitabullah dan sunnah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Dan hal ini bermacam-macam jenisnya di antaranya adalah: kecintaan dan kebencian yang dimotifasi oleh harta kekayaan, derajat dan kedudukan, suku bangsa, ketampanan, kefakiran, kekeluargaan dan lain-lain, tanpa memperdulikan norma-norma agama yang telah digariskan oleh Allah Ta’ala. Marilah kita berlindung kepada Dzat yang membolak-balikkan hati, supaya hati kita dipatri dengan kecintaan dan kebencian yang disyariatkan oleh Allah dan RasulNya. Karena kadang orang-orang yang menentang Allah di sekitar kita lebih baik sikapnya terhadap kita dari pada orang-orang yang beriman kepada Allah, sehingga kita lupa dan lebih mencintai orang-orang kafir dari pada orang-orang yang beriman. Naudzubilla min dzalik. (Abu Usamah Salim, 2007 : 51)
Jamaah Jum’at yang berbahagia ...
Dalam pandangan ahlusunnah wal jamaah kadar kecintaan dan kebencian yang harus dicurahkan terbagi menjadi tiga kelompok:
1. Orang-orang yang dicurahkan kepadanya kasih sayang dan kecintaan secara utuh.
Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, melaksanakan ajaran Islam dan tonggak-tonggaknya dengan ilmu dan keyakinan yang teguh . Mereka adalah orang-orang yang mengikhlaskan segala perbuatan dan ucapannya untuk Allah semata. Mereka adalah orang-orang yang tunduk lagi patuh terhadap perintah-perintah Allah dan RasulNya serta menahan diri dari segala yng dilarang oleh Allah dan Rasulnya. Mereka adalah orang-orang yang mencurahkan kecintaan, kewala’an, kebencian dan permusuhan karena Allah ta’ala serta mendahulukan perkataan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam atas yang lainnya siapapun orangnya.
2. Orang-orang yang dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi lainnya.
Mereka adalah orang yang mencampuradukan antara amalan yang baik dengan amalan yang buruk, maka mereka dicintai dan dikasihani dengan kadar kebaikan yang ada pada diri mereka sendiri, dan dibenci serta dimusuhi sesuai dengan kadar kejelekan yang ada pada diri mereka. Dalam hal ini kita harus dapat memilah-milah, seperti muamalah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam terhadap seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Himar. Saat itu Abdulllah bin Himar dalam keadaan minum khamr maka dibawalah dia kehadapan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, tiba-tiba sorang laki-laki melaknatnya kemudian berkata: “betapa sering dia didatangkan kehadapan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dalam keadaan mabuk.” Rasulullah bersabda: “janganlah engkau melaknatnya. Sesungguhnya dia adalah orang yang cinta kepada Allah dan RasulNya (Shohih Al-Bukhari kitab Al-Hudud). Pada hal jama’ah yang berbahagia, dalam riwayat Abu Dawud dalam kitab Al-Asyribah juz 4 yang dishahihkan oleh Al-Bani dalam shahih Al-Jami Ash Shaghir hadits nomer 4967 Rasulullah n melaknat khamr, orang yang meminumnya, orang yang menjualnya, orang yang memerasnya dan orang yang minta diperaskan, orang yang membawanya dan orang yang dibawakan khamr kepadanya.
3. Orang–orang yang dicurahkan kebencian dan permusuhan kepadanya secara utuh.
Mereka adalah orang yang tidak beriman kepada rukun iman dan orang yang mengingkari rukun Islam baik sebagian atau keseluruhan dengan rasa mantap, orang yang mengingkari asma’ wa sifat Allah ta’ala, atau orang yang meleburkan diri dengan ahlu bida’ yang sesat dan menyesatkan, atau orang yang melakukan hal-hal yang membatalkan keIslamannya. Terhadap orang ini wajib bagi kita untuk membenci secara utuh, karena mereka adalah musuh Allah dan RasulNya Shalallaahu alaihi wasalam. (Ahmad Mahmud Faraj, 2008 : 36)
Sidang Jum'at yang dimuliakan Allah
Ada beberapa faktor yang dapat mengkokohkan kecintaan dijalan Allah, antara lain:
1. Memberitahukan kepada orang yang dicintai bahwa kita mencintai karena Allah ta’ala. Diriwayatkan dari Abu Dzar Radhiallaahu anhu, bahwa ia mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
إِذَا أَحَبَّ أَحَدُكُمْ صَاحِبَهُ فَلْيَأْتِ فِيْ مَنْزِلِهِ فَلْيُخْبِرْهُ أَنَّهُ يُحِبُّهُ فِي اللهِ تَعَالَى. (رواه ابن المبارك في الزهد، 712).
“Apabila ada seorang dari kalian mencintai temannya hendaklah dia datangi rumahnya dan mengkhabarinya bahwa ia mencintainya (seorang teman tadi) kerena Allah Ta’ala.” (HR.Ibnul Mubarok dalam kitab Az-Zuhdu, hal 712 dengan sanad shohih)
2. Saling memberi hadiah
Rasulullah bersabda dalam riwayat Abu Hurairah Radhiallaahu anhu:
تَهَادَوْا تَحَابُّوْا. (رواه البخاري في الأدب المفرد 120 والبيهقي، 6/169، وسنده حسن).
“Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Al-Bukhari dalam kitab Adabul Mufrod, hal 120 dan Baihaqi 6/169 dengan sanad hasan)
Seorang sahabat Anshar pernah menawarkan separuh hartanya kepada Abdurrahman bin Auf. Bahkan, ia siap menceraikan salah seorang isterinya untuk kelak dinikahkan kepada Abdurrahman bin Auf. Sepertinya si sahabat Anshar menangkap sesuatu yang kurang dari sahabatnya yang ‘terusir’ dari Madinah itu. Kasihan Abdurrahman, ia meninggalkan segala-galanya di Mekah demi menunaikan perintah Rasul untuk berhijrah. Begitulah mungkin yang sempat terpikir sahabat Anshar. Tanpa menunggu diminta, ia langsung menawarkan. Sayangnya, penawarannya yang tulus ditolak Abdurrahman. Sahabat Muhajirin ini tidak mahu menyusahkan tuan rumah. Ia cuma menanyakan tempat di pasar, agar dia boleh berdagang.
3. Saling mengunjungi
Rasulullah bersabda dalam riwayat Abu Hurairah .
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ! زُرْ غِبًّا تَزْدَدْ حُبًّا. (رواه الطبراني والبيهقي، سنده صحيح).
“Wahai Abu Hurairah! berkunjunglah engkau dengan baik tidak terlalu sering dan terlalu jarang, niscaya akan bertambah sesuatu dengan kecintaan.” (HR.Thabrani dan Baihaqi dengan sanad yang shahih)
4. Saling menyebarkan salam.
لاَ تَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا وَلاَ تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا، أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ، أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ. (رواه مسلم، 2/35).
“Tidaklah kalian masuk Surga sehingga kalian beriman, tidakkah kalian beriman sehingga kalian saling mencintai, Maukah kamu aku tunjukkan tentang sesuatu yang apabila kalian melakukan-nya akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim).
5. Meninggalkan dosa-dosa.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda:
مَا تَوَادَّ اثْنَانِ فِي اللهِ عَزَّ وَجَلَّ أَوْ فِي اْلإِسْلاَمِ فَيَفْرُقُ بَيْنَهُمَا إِلاَّ بِذَنْبٍ يُحْدِثُهُ أَحَدُهُمَا. (رواه البخاري في الأدب المفرد ص 84 وهو حديث حسن).
“Tidaklah dua orang yang saling mencintai karena Allah atau karena Islam kemudian berpisah kecuali salah satu dari ke duanya telah melakukan dosa.” (HR. Al-Bukhari dalam kitabnya Al-Adab AlMufrad hal.84). (Http://shaluphsha.blogspot.com/2009/01/cinta-dan-benci-karena-allah.html)
6. Meninggalkan perbuatan ghibah (membicarakan sesuatu tentang saudaranya di saat tidak ada, dan jika saudaranya tersebut mendengarkan dia marah-marah atau tidak suka)
Allah berfirman:
• •
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan (ghibah) sebagian yang lain,sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentunya kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat:12). (Abu Usamah Salim, 2007 : 84)
Dan telah shahih dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau di mi’rajkan oleh Allah, beliau melewati suatu kaum yang mempunyai kuku dari tembaga. Dengan kuku dari tembaga itu mereka melukai wajah-wajah dan dada-dada mereka. Maka nabi bertanya : “Wahai Jibril, siapakah mereka ?”Maka Jibril menjawab :”Mereka adalah orang-orang yang telah memakan daging-daging manusia dan telah menginjak-injak/menjatuhkan kehormatan mereka “. (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud dengan sanad yang jayyid dari jalan shahabat Anas radliallahu’anhu). (Http://shaluphsha.blogspot.com/2009/01/cinta-dan-benci-karena-allah.html)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
(Http://wahonot.wordpress.com/2009/07/09)
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.
(Http://wahonot.wordpress.com/2009/07/09)
Jamaah Jum’at yang berbahagia ...
Kewajiban saling mencintai dijalan Allah bukanlah suatu perintah yang tidak membawa hasil apa-apa. Tetapi Allah memerintahkan sesuatu itu pasti ada buahnya dan hasilnya. Buah dan hasil dari saling mencintai di jalan Allah di antaranya adalah:
1. Mendapatkan kecintaan Allah.
2. Mendapatkan Kemuliaan dari Allah.
3. Mendapatkan naungan Arsy Allah di hari kiamat, pada saat tidak ada naungan kecuali naungan Allah.
4. Merasakan manisnya iman.
5. Meraih kesempurnaan iman.
6. Masuk Surga
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang tunduk patuh hanya kepada Allah. Semoga kecintaan dan kebencian kita selalu sesuai dengan apa yang telah disyariatkan oleh Allah dan RasulNya. Apalagi yang kita harapkan kecuali mendapatkan kecintaan dari Allah, mendapatkan kemuliaan dari Allah, mendapatkan naungan ‘Arsy Allah pada hari tidak ada naungan kecuali naunganNya, meraih manisnya Iman, mendapatkan kesempurnaan iman dan masuk ke dalam SurgaNya yang tinggi. Semoga Allah selalu memberkahi dan merahmati kita. Amiin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
REFLEKSI SABAR DAN SYUKUR
REFLEKSI SABAR DAN SYUKUR
اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ,
اَلله اَآْبَرُ آَبِيْرًا, وَالْحَمْدُ للهِ آَثِيْرًا, وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّاَصِيْلاً
اَلْحَمْدُ للهِ-اَلْْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ
حَمْدًا يُوَافِئُ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ
اَلْحَمْدُ للهِ الََّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى
وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ آُلِّهِ
وَآَفَى بِاللهِ شَهِيدًا
أَشْهَدُ أَنْ لإَاِلَهَ إِلاَّالله وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ رَسُوْلُ اللهِ
اَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِ مُحَمَّدٍ
آَمَا صَلَّيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى الِ اِبْرَاهِيْمَ
فِى اْلعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم
مُّسْلِمُونَ
اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ,وَِللهِ الْحَمْدُ
http://ahmadzain.wordpress.com/2006/12/27/khutbah-idul-adha-1427-h/#more-28))
Jama’ah Idul Adha yang diberkati dan dirahmati Allah swt.
Pertama-tama marilah kita panjatkan segala puji dan syukur ke hadirat Illahi Rabbi yang telah mencurahkan begitu banyak kenikmatan dalam hidup kita; baik itu nikmat Islam, nikmat Iman, nikmat ilmu pengetahuan, nikmat kesehatan, nikmat keluarga, nikmat harta, dan nikmat-nikmat lainnya yang tidak terhitung dan tidak dapat kita hitung. Semoga Allah swt memberikan kita hikmah dan kebijaksanaan untuk dapat mensyukuri semua nikmat tersebut secara baik, benar dan berkelanjutan. Hari Raya Idul Adha ini merupakan suatu hari yang membahagiakan bagi kita semua, terutama bagi saudara-saudara kita yang tengah menunaikan ibadah Haji di tanah suci Makkah Al Mukarromah.
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Bagi Bapak dan Ibu yang telah melaksanakan ibadah Haji mungkin dapat memaklumi bahwa pelaksanaan proses ibadah Haji menuntut kesabaran yang cukup tinggi dari para jamaah Haji. Semua prosesi ibadah Haji, apakah itu thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, lempar jumrah serta aktivitas keseharian lainnya selama Haji, umumnya menuntut kesabaran yang ekstra tinggi. Apalagi kalau kita mempertimbangkan jumlah total jamaah Haji yang berkumpul, kondisi iklim dan topografi yang tidak biasa kita hadapi serta karakteristik sosial budaya dari masyarakat setempat yang relatif keras. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa salah satu ujian dari ibadah Haji adalah ujian kesabaran, baik lahir maupun batin.
Kesabaran dalam melaksanakan ibadah Haji juga bermuara pada rasa syukur yang tak terhingga bagi para jamaah. Bahkan ketika pertama kali menjejakkan kaki di tanah suci, rasa syukur sudah menggelora. Alhamdulillah, undangan Allah swt dapat dipenuhi. Apalagi begitu semua prosesi Haji bisa diselesaikan dengan baik dan selamat. Alhamdulillah kita telah mengunjungi Rumah Nya. Semua kesulitan yang dihadapi dengan sabar akhirnya bisa dinikmati dengan rasa syukur yang mendalam untuk semua rahmat dan perlindungan Nya.
Makna kesabaran dalam prosesi Haji dan Idul Adha juga sudah tercermin dalam kisah Nabi Ibrahim as, Siti Hajar ra dan Nabi Ismail as. Bayangkan kesabaran Nabi Ibrahim ketika membawa Siti Hajar dan bayinya Ismail ke tengah padang pasir yang tidak berpenduduk dan meninggalkan mereka berdua di sana. Bayangkan kesabaran Siti Hajar untuk menjalani semuanya. Bayangkan kesabaran Nabi Ibrahim untuk siap ‘mengorbankan’ putranya tercinta yang remaja, dan bayangkan kesabaran Ismail untuk siap ‘dikorbankan’, dan bayangkan juga kesabaran seorang Siti Hajar, seorang Ibu yang rela anaknya ‘berkorban’. Kesabaran yang ketinggian kualitasnya susah dibayangkan dalam kerangka pemikiran manusia ‘modern’ saat ini. Kualitas kesabaran jenis inilah yang dapat merombak sejarah manusia dan kemanusiaan. (Syahroni Irham, 2007 : 26)
Allahu Akbar, wa lillahil hamd
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Kata sabar (ash-shabr) mempunyai makna asal menahan atau mengurung. Dalam kesabaran terkandung makna keteguhan, tidak putus asa, bekerja secara keras, cerdas dan ikhlas karena Allah swt, serta ditopang dengan doa tulus ke hadirat Illahi Rabbi. Sabar tidak berarti sikap hidup fatalistik, menyerah tanpa syarat dan upaya. Sabar adalah sikap hidup yang pantang menyerah, dinamis, dan optimistik dalam konteks mencari keridhaan Allah swt. (Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, 2006 : 16)
Para ulama mengkategorikan sabar dan kesabaran dalam tiga kategori yaitu :
1. Sabar dan kesabaran dalam mematuhi dan melaksanakan perintah Allah swt.
2. Sabar dan kesabaran dalam menjauhi semua larangan Allah swt.
3. Sabar dan kesabaran dalam menghadapi semua ketetapan (takdir) Allah swt, seperti cobaan dan musibah.
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Sabar adalah adalah salah satu jalan yang utama menuju Allah swt. Allah swt menyebutkannya lebih dari sembilan-puluh kali pada berbagai tempat di dalam Al-Qur’an. Sabar dan kesabaran merupakan karakteristik insani yang penting dan krusial dalam kehidupan seorang muslim. Pentingnya sabar bisa disadari dari banyaknya perintah Allah swt untuk selalu mengakrabi dan mengimplementasikan kesabaran dalam sikap hidup dan kehidupan kita, seperti yang dicontohkan pada ayat-ayat Al-Qur’an berikut :
يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat; sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar". (Al-Baqarah 153).
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar". (Al-Baqarah 155).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung". (Ali Imran 200).
Allahu Akbar, wa lillahil hamd
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Kehidupan Rasulullah saw sendiri merupakan contoh yang sangat baik dari implementasi sabar dan kesabaran. Kesabaran beliau dalam berdakwah dan berinteraksi dengan para musyrikin Makkah, munafikin Madinah, kaum Yahudi Madinah dan tentunya dengan para sahabat beliau dan masyarakat secara umum telah berbuah pada keharuman dan kegemilangan Islam hingga sampai saat ini.
Al-Qur’an juga penuh dengan contoh-contoh kesabaran para Nabi dan Rasul untuk dapat kita contoh dalam kehidupan sehari-hari. Kesabaran Nabi Adam dalam bertaubat; kesabaran Nabi Nuh dalam berdakwah selama ratusan tahun; kesabaran Nabi Ibrahim dalam menegakkan semangat tauhid; kesabaran Nabi Sulaiman dengan kekuasaan dan kekayaannya; kesabaran Nabi Yusuf dalam menghadapi gangguan dan cobaan; kesabaran Nabi Musa dalam menghadapi Fir’aun; dan kesabaran Nabi Ayyub dalam menghadapi cobaan sakit, adalah contoh mutiara-mutiara kesabaran yang perlu kita miliki. (Jalaluddin Rakhmat, 2002 : 74) Imam Ali r.a. juga pernah berkata : “Manusia yang sabar tidak akan kehilangan keberhasilan, walaupun untuk menggapainya diperlukan waktu yang cukup lama”. Seseorang yang kapasitas dan sumberdayanya terbatas pun, insya Allah akan sampai juga tujuan, dengan menggunakan sabar dan kesabaran sebagai pakaian kesehariannya.
Bagi rekan-rekan militer, keteguhan Panglima Besar APRI, Jenderal Sudirman dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan melawan penjajahan adalah salah satu contoh kesabaran dalam berjuang membela kebenaran. Meski dalam keadaan sakit TBC dan harus ditandu oleh bawahannya, beliau tetap bergerilya melawan Belanda, berpindah-pindah sejauh lebih dari 1000 km, melalui hutan, pegunungan dan medan yang berat selama enam bulan.
Bagi rekan-rekan para pengusaha, kesabaran sahabat Rasulullah saw, Usman bin Affan dan Abdullah bin Auf, dalam mengelola dan menyedekahkan harta kekayaannya untuk perjuangan Islam juga menarik untuk disimak. Usman bin Affan ra membekali ribuan prajurit Islam ketika perang Tabuk dan menggali sumur Raumah untuk kepentingan kaum muslimin. Abdurahman bin Auf ra telah menginfakkan 700 unta dalam satu saat saja, lengkap dengan perbekalan, perlengkapan dan makanannya di jalan Allah swt.
Bagi rekan-rekan ekonom, kesabaran Muhammad Yunus dalam upaya mengentaskan kemiskinan di Bangladesh dengan sistem kredit mikro melalui Grameen Bank nya adalah contoh teladan yang masih segar. Kesabarannya selama 25 tahun membuahkan penghargaan Nobel dan simpati warga dunia, disamping banyaknya kaum miskin Bangladesh yang terbantu hajat hidupnya.
(Http://Alislamu.Com/Index.Php?Option=Com_Content&Task=View&Id=374&Itemid=6)
Allahu Akbar, wa lillahil hamd
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Tidak dapat dipungkiri kesabaran akan bermuara pada kebahagiaan dan kemaslahatan, serta berbuahkan hal-hal yang bermanfaat secara hakiki bagi manusia. Allah swt sendiri telah menyatakan hal tersebut dalam beberapa firman Nya dalam Al-Qur’an, sebagaimana yang dicontohkan berikut ini :
أُوْلَئِكَ يُؤْتَوْنَ أَجْرَهُم مَّرَّتَيْنِ بِمَا صَبَرُوا وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
"Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan". [Al Qashash : 54].
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas". [Az-Zumar : 10]
بَلَى إِن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا وَيَأْتُوآُم مِّن فَوْرِهِمْ هَذَا يُمْدِدْآُمْ رَبُّكُم بِخَمْسَةِ ءَالاَفٍ مِّنَ الْمَلاَئِكَةِ مُسَوِّمِينَ
"Ya! Kalau kamu sabar dan memelihara diri, sedang mereka datang kepadamu (menyerang) dengan cepatnya, Tuhan akan membantu kamu dengan lima ribu malaikat yang akan membinasakan". [QS.Ali ‘Imran: 125].
وَجَعَلْنَا مِنْ هُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَآَانُوا بِئَايَاتِنَا يُوقِنُونَ
"Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar dan selalu meyakini ayat-ayat Kami". [As-Sajadah : 24].
Rasulullah saw juga banyak memuji sifat sabar dan kesabaran serta manfaatnya yang berlimpah bagi mereka yang memiliki dan mengimplementasikannya, seperti yang dicontohkan dalam beberapa hadist berikut :
Dari Abi Malik al-Harits bin asim al-Asy'ari r.a, Rasulullah saw bersabda : “... Kesabaran itu penerangan (cahaya) ...” [Sahih Muslim].
Dari Abi Yahya Shuhaib bin sinan r.a, Rasulullah saw bersabda : "Sangat mengagumkan keadaan orang mukmin itu, sebab keadaan bagaimanpun baginya adalah baik dan tidak mungkin terjadi demikian, kecuali bagi orang mukmin saja. Jika mendapat nikmat ia bersyukur dan itu baik baginya; dan bila menderita kesusahan ia bersabar, maka itupun baik baginya." [Sahih Muslim].
Dari Abi Sa'id bin Malik bin Sinan al-Hudriyi, r.a,... (Rasulullah saw bersabda) : “... Barang siapa menjaga kehormatan diri, maka Allah akan menjaga kehormatan dirinya. Barang siapa yang merasa cukup, maka Allah akan mencukupinya. Barang siapa yang bersabar, maka Allah akan membuatnya sabar. Seseorang tidak diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran” [Sahih Muslim].
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Dalam kehidupan sehari-hari sabar dan kesabaran dalam mencari keridhaan Allah swt sangat diperlukan, karena kerap kita menghadapi sesuatu yang tidak kita sukai atau tidak kita inginkan. Sabar dan kesabaran dalam mencari keridhaan Allah swt akan berbuahkan kemaslahatan dan kebahagian, untuk yang bersangkutan maupun komunitas di sekitarnya. Buah sabar dan kesabaran ini dapat ranum dalam waktu singkat ataupun setelah jangka waktu tertentu dan kerap melintas generasi, sebagaimana dicontohkan dalam kisah berikut.
Menjelang dini hari pada suatu malam, Khalifah Umar bin Khattab ra, disertai pengawalnya melakukan sidak kepinggiran kota. Beliau mendengar percakapan dua orang wanita di gubuk kecil. Kata sang Ibu: "Campur saja susunya dengan air." ”Tapi amirul mukminin Umar telah mengeluarkan peraturannya yang melarangnya,Ibu," jawab anak gadisnya. "Khalifah Umar toh tidak akan mengetahuinya," kilah sang Ibu. "Kalau Umar tidak mengetahuinya, tapi Allah pasti mengetahuinya, Ibu!" jawab sang anak. Dialog kedua insan ini teramat berkesan di hati Khalifah Umar. Esok harinya ia menyuruh aparatnya untuk meyelidiki kedua wanita itu. Ternyata suami dari Ibu itu telah gugur di medan perang. Hidup mereka serba kekurangan. Putri Ibu itu seorang gadis. Singkat cerita, Umar melamar gadis itu untuk dinikahkan dengan putranya Ashim. Pernikahan pun berlangsung. Dari hasil perkawinan itu lahir seorang anak perempuan yang kelak dinikahi oleh Abdul Azis bin Marwan. Dan kemudian lahirlah Umar bin Abdul Azis, khalifah yang tersohor adil dan zuhud itu, yang banyak jasanya bagi ummat Islam dan harum namanya sampai saat ini. (Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, 2006 : 92)
Allahu Akbar, wa lillahil hamd
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Rasulullah Muhammad SAW bersabda, agama itu terdiri dari dua bagian yaitu sabar dan syukur. Oleh karena itu sudah sepatutnya kita jadikan keduanya sebagai pakaian keseharian kita, untuk melindungi iman dan amal kita dari hal-hal yang dapat membuat keduanya ‘sakit’ dan ’lemah’.
Syukur dapat dipandang sebagai suatu sikap lahiriah dan juga batiniah untuk menunjukkan dan mengekspresikan rasa terima kasih atas suatu nikmat kepada sang pemberi nikmat. Bagi seorang muslim, Allah swt adalah pemberi nikmat yang tidak terhitung kuantitas dan kualitasnya. Nikmat yang tidak mungkin dihitung, sebagaimana yang difirmankan dalam QS An-Nahl : 18 :
وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لاَتُحْصُوهَا إِنَّ اللهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Rasulullah saw beribadat hampir pada seluruh malam. Ia berdiri lama sekali sehingga telapak kakinya bengkak dan pecah-pecah. Banyak sahabat bertanya, mengapa ia harus beribadat seperti itu, bukankah Allah swt telah mengampuni dosa-dosanya dan telah menjanjikannya surga. Rasulullah menjawab, "Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur?"
Rasulullah saw yang begitu mulia saja masih merasa belum cukup bersyukur atas segala nikmat dari Allah swt. Kebanyakan kita, yang dosanya menggunung dan belum pasti juga apakah diperkenankan oleh Allah swt untuk memasuki surga Nya, nampaknya perlu belajar banyak tentang cara bersyukur dari Rasulullah saw serta para nabi dan Rasul sebelum beliau.
Rasa syukur yang mendalam bukan saja membuahkan kesabaran untuk menaati Tuhan, tetapi juga kesabaran untuk menerima musibah daripada-Nya. Ada suatu kisah yang menarik tentang hal itu. Sa’di, penyair Persia, menceritakan pengalamannya ketika ia selesai shalat di Masjid Umayyah, Damaskus. Ia mendapatkan sepatunya hilang. Ia mencari ke sana ke mari dengan hati yang dongkol dan sedih. Sa’di menggerutu terus-menerus, sampai di sudut masjid ia menemukan seorang penceramah di hadapan jamaahnya. Khatib itu selalu tersenyum. Wajahnya cerah gembira. Ia tampak menikmati hidupnya. Sangat kontras dengan wajah Sa’di, yang bermuram durja. Ketika Sa’di memperhatikan khatib itu lebih cermat, ia terkejut. Khatib itu sudah kehilangan kedua kakinya. "Aku berduka karena kehilangan sepatuku, padahal ia tetap ceria walaupun sudah kehilangan kedua kakinya." (Abu Bakr Jabar Al-Jaza’iri, 2003 : 114)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita kerap berkeluh-kesah hanya untuk sesuatu hal yang sepele yang menganggu kita, dan melupakan sebagian besar hal lainnya yang baik dan telah menyenangkan kita selama ini. Sakitnya satu gigi membuat kita uring-uringan; sementara kita lupa bahwa semua organ tubuh kita lainnya telah dan tetap berfungsi dengan baik. Kadang kita sedih dengan bentuk badan kita yang kurus ataupun gemuk, sementara kita lupa bahwa akal dan fikiran kita masih berfungsi dengan sangat baik. Sebagai PNS kita kerap mengeluh dengan gaji kita yang kecil, sementara kita lupa bahwa Allah swt telah menganugerahkan pada kita keluarga yang sakinah dan kesehatan yang baik selama ini. Karena tidak diterima di ITB, masa depan terasa kelam; sementara kita lupa bahwa banyak orang yang bahagia dan sukses tanpa melalui proses belajar di ITB.
Bersyukur adalah belajar memperhatikan anugerah dan nikmat, yang sebetulnya jauh lebih banyak dan lebih bernilai ketimbang cobaan dan musibah. Dengan bersyukur, kita akan dapat menerima ketetapan dan ketentuan Nya, bersabar atas ujian-Nya serta ikhlas dalam menerima hasil usaha kita selama ini.
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Dalam Al-Qur’an Allah swt telah memerintahkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat Nya dan telah menjanjikan manfaat dan pahala yang besar untuk orang-orang yang pandai bersyukur, yaitu seperti yang dicontohkan oleh ayat-ayat berikut:
فَاذْآُرُونِي أَذْآُرْآُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلاَ تَكْفُرُون
"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat) –Ku". [QS Al-Baqarah : 152].
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا آُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَارَزَقْنَاآُمْ وَاشْكُرُوا للهِ إِن آُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah". [QS Al-Baqarah : 172].
وَسَيَجْزِي اللهُ الشَّاآِرِينَ
"Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur". [QS Ali-Imran : 144].
وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن آَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ آَرِيمٌ
"Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. [QS Al-Naml:40]
وَإِن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
"Dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu syukurmu itu". [QS Az-Zumar ; 7].
Ibnu Abi Dunya’ juga mengatakan dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda : “Ada empat perkara yang barang siapa diberikan kepadanya empat perkara itu maka sesungguhnya ia telah mendapatkan kebaikan duinia akhirat, yaitu : hati yang bersyukur, lisan yang berzikir, badan yang sabar menghadapi musibah, dan istri yang tidak menginginkan khianat pada diri sendiri dan pada harta suaminya”.
Agar lebih mudah bersyukur atas segala yang kita miliki, Rasulullah saw sebagimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, menganjurkan agar kita kerap memandang ‘ke bawah’, ke mereka yang lebih kurang beruntung dari kita, baik dari segi harta maupun akhlak.
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Secara tidak kita sadari, sebenarnya sudah banyak nikmat yang dianugerahkan oleh Allah swt pada diri kita. Baik itu nikmat iman, nikmat kehidupan, nikmat kesehatan, nikmat keluarga, nikmat pendidikan, dan nikmat-nikmat lainnya. Rasanya sangat tidak etis kalau kita tidak berterima-kasih dan bersyukur kepada yang memberikan semuanya yaitu Allah swt. Disamping itu bukankah bersyukur merupakan jalan untuk memperoleh lebih banyak nikmat dan enggan bersyukur akan mengundang azab dan siksa Nya.
Allah swt sendiri berfirman :
لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن آَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدُ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". [QS Ibrahim : 7].
Bencana yang silih berganti melanda bangsa dan masyarakat kita saat ini sudah seharusnya mencemaskan hati nurani kita. Apakah semua ini terjadi karena kita kurang bersyukur terhadap segala nikmat yang telah dianugerahkan Allah swt ? Allah Yang Maha Tahu Jawabannya. Apapun jawabannya, sudah sepatutnya kita rakyat Indonesia bersyukur ke hadirat Allah swt atas segala nikmat yang telah dianugerahkan selama ini, seperti nikmat kemerdekaan, nikmat sumberdaya alam yang berlimpah, serta nikmat lingkungan geografis dan iklim yang subur dan ‘ramah’. Insya Allah, seandainya seluruh rakyat Indonesia bisa lebih kerap menggunakan pakaian sabar dan syukur dalam kesehariannya, bencana yang silih berganti tersebut dapat berhenti, dan selanjutnya kemakmuran dan kedamaian akan semakin merebak di bumi Indonesia.
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Di akhir khutbah Idul Adha ini marilah kita panjatkan doa ke hadirat Allah swt agar petunjuk, berkah dan rahmat Nya selalu tercurahkan pada kita semua. Semoga pada Hari Raya Idul Adha yang berkah ini kitapun dapat ‘mengorbankan’ semua pernak-pernik keduniawian dan nafsu detsruktif kita, sehingga kualitas kesabaran dan rasa syukur kita dapat meningkat, sehingga kita dapat lebih dekat dan mendekat ke nur keridhaan Allah swt. Sesuai dengan petunjuk Ilahi, marilah kita bertakbir mengagungkan asma Allah atas segala petunjuk-Nya dan marilah kita bersyukur atas segala rahmat dan karunia-Nya. Semoga kita semua senantiasa dapat mengikuti petunjuk Allah dan senantiasa memperoleh rahmat-Nya. Amiin
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي هذَا الْعِيْدِ السَّعِيْدِ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ، فَمَنْ أَطَاعَهُ فََهُوَ سَعِيْدٌ وَمَنْ أَعْرَضَ وَتَوَلَّى عَنْهُ فَهُوَ فِي الضَّلاَلِ الْبَعِيْدِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَآئِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
***
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ. اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ، أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اللّهُمَّ ارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَعَنْ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا كَامِلاً وَيَقِيْنًا صَادِقًا وَقَلْبًا خَاشِعًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَتَوْبَةً نَصُوْحًا. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، اللّهُمَّ أَصْلِحِ الرَّعِيَّةَ وَاجْعَلْ إِنْدُوْنِيْسِيَّا وَدِيَارَ الْمُسْلِمِيْنَ آمِنَةً رَخِيَّةً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار.
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَنِ وَجَانِبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.
اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ,
اَلله اَآْبَرُ آَبِيْرًا, وَالْحَمْدُ للهِ آَثِيْرًا, وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّاَصِيْلاً
اَلْحَمْدُ للهِ-اَلْْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ
حَمْدًا يُوَافِئُ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ
اَلْحَمْدُ للهِ الََّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى
وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ آُلِّهِ
وَآَفَى بِاللهِ شَهِيدًا
أَشْهَدُ أَنْ لإَاِلَهَ إِلاَّالله وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ رَسُوْلُ اللهِ
اَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِ مُحَمَّدٍ
آَمَا صَلَّيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى الِ اِبْرَاهِيْمَ
فِى اْلعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم
مُّسْلِمُونَ
اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ, اَلله اَآْبَرُ,وَِللهِ الْحَمْدُ
http://ahmadzain.wordpress.com/2006/12/27/khutbah-idul-adha-1427-h/#more-28))
Jama’ah Idul Adha yang diberkati dan dirahmati Allah swt.
Pertama-tama marilah kita panjatkan segala puji dan syukur ke hadirat Illahi Rabbi yang telah mencurahkan begitu banyak kenikmatan dalam hidup kita; baik itu nikmat Islam, nikmat Iman, nikmat ilmu pengetahuan, nikmat kesehatan, nikmat keluarga, nikmat harta, dan nikmat-nikmat lainnya yang tidak terhitung dan tidak dapat kita hitung. Semoga Allah swt memberikan kita hikmah dan kebijaksanaan untuk dapat mensyukuri semua nikmat tersebut secara baik, benar dan berkelanjutan. Hari Raya Idul Adha ini merupakan suatu hari yang membahagiakan bagi kita semua, terutama bagi saudara-saudara kita yang tengah menunaikan ibadah Haji di tanah suci Makkah Al Mukarromah.
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Bagi Bapak dan Ibu yang telah melaksanakan ibadah Haji mungkin dapat memaklumi bahwa pelaksanaan proses ibadah Haji menuntut kesabaran yang cukup tinggi dari para jamaah Haji. Semua prosesi ibadah Haji, apakah itu thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, lempar jumrah serta aktivitas keseharian lainnya selama Haji, umumnya menuntut kesabaran yang ekstra tinggi. Apalagi kalau kita mempertimbangkan jumlah total jamaah Haji yang berkumpul, kondisi iklim dan topografi yang tidak biasa kita hadapi serta karakteristik sosial budaya dari masyarakat setempat yang relatif keras. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa salah satu ujian dari ibadah Haji adalah ujian kesabaran, baik lahir maupun batin.
Kesabaran dalam melaksanakan ibadah Haji juga bermuara pada rasa syukur yang tak terhingga bagi para jamaah. Bahkan ketika pertama kali menjejakkan kaki di tanah suci, rasa syukur sudah menggelora. Alhamdulillah, undangan Allah swt dapat dipenuhi. Apalagi begitu semua prosesi Haji bisa diselesaikan dengan baik dan selamat. Alhamdulillah kita telah mengunjungi Rumah Nya. Semua kesulitan yang dihadapi dengan sabar akhirnya bisa dinikmati dengan rasa syukur yang mendalam untuk semua rahmat dan perlindungan Nya.
Makna kesabaran dalam prosesi Haji dan Idul Adha juga sudah tercermin dalam kisah Nabi Ibrahim as, Siti Hajar ra dan Nabi Ismail as. Bayangkan kesabaran Nabi Ibrahim ketika membawa Siti Hajar dan bayinya Ismail ke tengah padang pasir yang tidak berpenduduk dan meninggalkan mereka berdua di sana. Bayangkan kesabaran Siti Hajar untuk menjalani semuanya. Bayangkan kesabaran Nabi Ibrahim untuk siap ‘mengorbankan’ putranya tercinta yang remaja, dan bayangkan kesabaran Ismail untuk siap ‘dikorbankan’, dan bayangkan juga kesabaran seorang Siti Hajar, seorang Ibu yang rela anaknya ‘berkorban’. Kesabaran yang ketinggian kualitasnya susah dibayangkan dalam kerangka pemikiran manusia ‘modern’ saat ini. Kualitas kesabaran jenis inilah yang dapat merombak sejarah manusia dan kemanusiaan. (Syahroni Irham, 2007 : 26)
Allahu Akbar, wa lillahil hamd
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Kata sabar (ash-shabr) mempunyai makna asal menahan atau mengurung. Dalam kesabaran terkandung makna keteguhan, tidak putus asa, bekerja secara keras, cerdas dan ikhlas karena Allah swt, serta ditopang dengan doa tulus ke hadirat Illahi Rabbi. Sabar tidak berarti sikap hidup fatalistik, menyerah tanpa syarat dan upaya. Sabar adalah sikap hidup yang pantang menyerah, dinamis, dan optimistik dalam konteks mencari keridhaan Allah swt. (Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, 2006 : 16)
Para ulama mengkategorikan sabar dan kesabaran dalam tiga kategori yaitu :
1. Sabar dan kesabaran dalam mematuhi dan melaksanakan perintah Allah swt.
2. Sabar dan kesabaran dalam menjauhi semua larangan Allah swt.
3. Sabar dan kesabaran dalam menghadapi semua ketetapan (takdir) Allah swt, seperti cobaan dan musibah.
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Sabar adalah adalah salah satu jalan yang utama menuju Allah swt. Allah swt menyebutkannya lebih dari sembilan-puluh kali pada berbagai tempat di dalam Al-Qur’an. Sabar dan kesabaran merupakan karakteristik insani yang penting dan krusial dalam kehidupan seorang muslim. Pentingnya sabar bisa disadari dari banyaknya perintah Allah swt untuk selalu mengakrabi dan mengimplementasikan kesabaran dalam sikap hidup dan kehidupan kita, seperti yang dicontohkan pada ayat-ayat Al-Qur’an berikut :
يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat; sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar". (Al-Baqarah 153).
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar". (Al-Baqarah 155).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung". (Ali Imran 200).
Allahu Akbar, wa lillahil hamd
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Kehidupan Rasulullah saw sendiri merupakan contoh yang sangat baik dari implementasi sabar dan kesabaran. Kesabaran beliau dalam berdakwah dan berinteraksi dengan para musyrikin Makkah, munafikin Madinah, kaum Yahudi Madinah dan tentunya dengan para sahabat beliau dan masyarakat secara umum telah berbuah pada keharuman dan kegemilangan Islam hingga sampai saat ini.
Al-Qur’an juga penuh dengan contoh-contoh kesabaran para Nabi dan Rasul untuk dapat kita contoh dalam kehidupan sehari-hari. Kesabaran Nabi Adam dalam bertaubat; kesabaran Nabi Nuh dalam berdakwah selama ratusan tahun; kesabaran Nabi Ibrahim dalam menegakkan semangat tauhid; kesabaran Nabi Sulaiman dengan kekuasaan dan kekayaannya; kesabaran Nabi Yusuf dalam menghadapi gangguan dan cobaan; kesabaran Nabi Musa dalam menghadapi Fir’aun; dan kesabaran Nabi Ayyub dalam menghadapi cobaan sakit, adalah contoh mutiara-mutiara kesabaran yang perlu kita miliki. (Jalaluddin Rakhmat, 2002 : 74) Imam Ali r.a. juga pernah berkata : “Manusia yang sabar tidak akan kehilangan keberhasilan, walaupun untuk menggapainya diperlukan waktu yang cukup lama”. Seseorang yang kapasitas dan sumberdayanya terbatas pun, insya Allah akan sampai juga tujuan, dengan menggunakan sabar dan kesabaran sebagai pakaian kesehariannya.
Bagi rekan-rekan militer, keteguhan Panglima Besar APRI, Jenderal Sudirman dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan melawan penjajahan adalah salah satu contoh kesabaran dalam berjuang membela kebenaran. Meski dalam keadaan sakit TBC dan harus ditandu oleh bawahannya, beliau tetap bergerilya melawan Belanda, berpindah-pindah sejauh lebih dari 1000 km, melalui hutan, pegunungan dan medan yang berat selama enam bulan.
Bagi rekan-rekan para pengusaha, kesabaran sahabat Rasulullah saw, Usman bin Affan dan Abdullah bin Auf, dalam mengelola dan menyedekahkan harta kekayaannya untuk perjuangan Islam juga menarik untuk disimak. Usman bin Affan ra membekali ribuan prajurit Islam ketika perang Tabuk dan menggali sumur Raumah untuk kepentingan kaum muslimin. Abdurahman bin Auf ra telah menginfakkan 700 unta dalam satu saat saja, lengkap dengan perbekalan, perlengkapan dan makanannya di jalan Allah swt.
Bagi rekan-rekan ekonom, kesabaran Muhammad Yunus dalam upaya mengentaskan kemiskinan di Bangladesh dengan sistem kredit mikro melalui Grameen Bank nya adalah contoh teladan yang masih segar. Kesabarannya selama 25 tahun membuahkan penghargaan Nobel dan simpati warga dunia, disamping banyaknya kaum miskin Bangladesh yang terbantu hajat hidupnya.
(Http://Alislamu.Com/Index.Php?Option=Com_Content&Task=View&Id=374&Itemid=6)
Allahu Akbar, wa lillahil hamd
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Tidak dapat dipungkiri kesabaran akan bermuara pada kebahagiaan dan kemaslahatan, serta berbuahkan hal-hal yang bermanfaat secara hakiki bagi manusia. Allah swt sendiri telah menyatakan hal tersebut dalam beberapa firman Nya dalam Al-Qur’an, sebagaimana yang dicontohkan berikut ini :
أُوْلَئِكَ يُؤْتَوْنَ أَجْرَهُم مَّرَّتَيْنِ بِمَا صَبَرُوا وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
"Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan". [Al Qashash : 54].
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas". [Az-Zumar : 10]
بَلَى إِن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا وَيَأْتُوآُم مِّن فَوْرِهِمْ هَذَا يُمْدِدْآُمْ رَبُّكُم بِخَمْسَةِ ءَالاَفٍ مِّنَ الْمَلاَئِكَةِ مُسَوِّمِينَ
"Ya! Kalau kamu sabar dan memelihara diri, sedang mereka datang kepadamu (menyerang) dengan cepatnya, Tuhan akan membantu kamu dengan lima ribu malaikat yang akan membinasakan". [QS.Ali ‘Imran: 125].
وَجَعَلْنَا مِنْ هُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَآَانُوا بِئَايَاتِنَا يُوقِنُونَ
"Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar dan selalu meyakini ayat-ayat Kami". [As-Sajadah : 24].
Rasulullah saw juga banyak memuji sifat sabar dan kesabaran serta manfaatnya yang berlimpah bagi mereka yang memiliki dan mengimplementasikannya, seperti yang dicontohkan dalam beberapa hadist berikut :
Dari Abi Malik al-Harits bin asim al-Asy'ari r.a, Rasulullah saw bersabda : “... Kesabaran itu penerangan (cahaya) ...” [Sahih Muslim].
Dari Abi Yahya Shuhaib bin sinan r.a, Rasulullah saw bersabda : "Sangat mengagumkan keadaan orang mukmin itu, sebab keadaan bagaimanpun baginya adalah baik dan tidak mungkin terjadi demikian, kecuali bagi orang mukmin saja. Jika mendapat nikmat ia bersyukur dan itu baik baginya; dan bila menderita kesusahan ia bersabar, maka itupun baik baginya." [Sahih Muslim].
Dari Abi Sa'id bin Malik bin Sinan al-Hudriyi, r.a,... (Rasulullah saw bersabda) : “... Barang siapa menjaga kehormatan diri, maka Allah akan menjaga kehormatan dirinya. Barang siapa yang merasa cukup, maka Allah akan mencukupinya. Barang siapa yang bersabar, maka Allah akan membuatnya sabar. Seseorang tidak diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran” [Sahih Muslim].
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Dalam kehidupan sehari-hari sabar dan kesabaran dalam mencari keridhaan Allah swt sangat diperlukan, karena kerap kita menghadapi sesuatu yang tidak kita sukai atau tidak kita inginkan. Sabar dan kesabaran dalam mencari keridhaan Allah swt akan berbuahkan kemaslahatan dan kebahagian, untuk yang bersangkutan maupun komunitas di sekitarnya. Buah sabar dan kesabaran ini dapat ranum dalam waktu singkat ataupun setelah jangka waktu tertentu dan kerap melintas generasi, sebagaimana dicontohkan dalam kisah berikut.
Menjelang dini hari pada suatu malam, Khalifah Umar bin Khattab ra, disertai pengawalnya melakukan sidak kepinggiran kota. Beliau mendengar percakapan dua orang wanita di gubuk kecil. Kata sang Ibu: "Campur saja susunya dengan air." ”Tapi amirul mukminin Umar telah mengeluarkan peraturannya yang melarangnya,Ibu," jawab anak gadisnya. "Khalifah Umar toh tidak akan mengetahuinya," kilah sang Ibu. "Kalau Umar tidak mengetahuinya, tapi Allah pasti mengetahuinya, Ibu!" jawab sang anak. Dialog kedua insan ini teramat berkesan di hati Khalifah Umar. Esok harinya ia menyuruh aparatnya untuk meyelidiki kedua wanita itu. Ternyata suami dari Ibu itu telah gugur di medan perang. Hidup mereka serba kekurangan. Putri Ibu itu seorang gadis. Singkat cerita, Umar melamar gadis itu untuk dinikahkan dengan putranya Ashim. Pernikahan pun berlangsung. Dari hasil perkawinan itu lahir seorang anak perempuan yang kelak dinikahi oleh Abdul Azis bin Marwan. Dan kemudian lahirlah Umar bin Abdul Azis, khalifah yang tersohor adil dan zuhud itu, yang banyak jasanya bagi ummat Islam dan harum namanya sampai saat ini. (Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, 2006 : 92)
Allahu Akbar, wa lillahil hamd
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Rasulullah Muhammad SAW bersabda, agama itu terdiri dari dua bagian yaitu sabar dan syukur. Oleh karena itu sudah sepatutnya kita jadikan keduanya sebagai pakaian keseharian kita, untuk melindungi iman dan amal kita dari hal-hal yang dapat membuat keduanya ‘sakit’ dan ’lemah’.
Syukur dapat dipandang sebagai suatu sikap lahiriah dan juga batiniah untuk menunjukkan dan mengekspresikan rasa terima kasih atas suatu nikmat kepada sang pemberi nikmat. Bagi seorang muslim, Allah swt adalah pemberi nikmat yang tidak terhitung kuantitas dan kualitasnya. Nikmat yang tidak mungkin dihitung, sebagaimana yang difirmankan dalam QS An-Nahl : 18 :
وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لاَتُحْصُوهَا إِنَّ اللهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Rasulullah saw beribadat hampir pada seluruh malam. Ia berdiri lama sekali sehingga telapak kakinya bengkak dan pecah-pecah. Banyak sahabat bertanya, mengapa ia harus beribadat seperti itu, bukankah Allah swt telah mengampuni dosa-dosanya dan telah menjanjikannya surga. Rasulullah menjawab, "Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur?"
Rasulullah saw yang begitu mulia saja masih merasa belum cukup bersyukur atas segala nikmat dari Allah swt. Kebanyakan kita, yang dosanya menggunung dan belum pasti juga apakah diperkenankan oleh Allah swt untuk memasuki surga Nya, nampaknya perlu belajar banyak tentang cara bersyukur dari Rasulullah saw serta para nabi dan Rasul sebelum beliau.
Rasa syukur yang mendalam bukan saja membuahkan kesabaran untuk menaati Tuhan, tetapi juga kesabaran untuk menerima musibah daripada-Nya. Ada suatu kisah yang menarik tentang hal itu. Sa’di, penyair Persia, menceritakan pengalamannya ketika ia selesai shalat di Masjid Umayyah, Damaskus. Ia mendapatkan sepatunya hilang. Ia mencari ke sana ke mari dengan hati yang dongkol dan sedih. Sa’di menggerutu terus-menerus, sampai di sudut masjid ia menemukan seorang penceramah di hadapan jamaahnya. Khatib itu selalu tersenyum. Wajahnya cerah gembira. Ia tampak menikmati hidupnya. Sangat kontras dengan wajah Sa’di, yang bermuram durja. Ketika Sa’di memperhatikan khatib itu lebih cermat, ia terkejut. Khatib itu sudah kehilangan kedua kakinya. "Aku berduka karena kehilangan sepatuku, padahal ia tetap ceria walaupun sudah kehilangan kedua kakinya." (Abu Bakr Jabar Al-Jaza’iri, 2003 : 114)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita kerap berkeluh-kesah hanya untuk sesuatu hal yang sepele yang menganggu kita, dan melupakan sebagian besar hal lainnya yang baik dan telah menyenangkan kita selama ini. Sakitnya satu gigi membuat kita uring-uringan; sementara kita lupa bahwa semua organ tubuh kita lainnya telah dan tetap berfungsi dengan baik. Kadang kita sedih dengan bentuk badan kita yang kurus ataupun gemuk, sementara kita lupa bahwa akal dan fikiran kita masih berfungsi dengan sangat baik. Sebagai PNS kita kerap mengeluh dengan gaji kita yang kecil, sementara kita lupa bahwa Allah swt telah menganugerahkan pada kita keluarga yang sakinah dan kesehatan yang baik selama ini. Karena tidak diterima di ITB, masa depan terasa kelam; sementara kita lupa bahwa banyak orang yang bahagia dan sukses tanpa melalui proses belajar di ITB.
Bersyukur adalah belajar memperhatikan anugerah dan nikmat, yang sebetulnya jauh lebih banyak dan lebih bernilai ketimbang cobaan dan musibah. Dengan bersyukur, kita akan dapat menerima ketetapan dan ketentuan Nya, bersabar atas ujian-Nya serta ikhlas dalam menerima hasil usaha kita selama ini.
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Dalam Al-Qur’an Allah swt telah memerintahkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat Nya dan telah menjanjikan manfaat dan pahala yang besar untuk orang-orang yang pandai bersyukur, yaitu seperti yang dicontohkan oleh ayat-ayat berikut:
فَاذْآُرُونِي أَذْآُرْآُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلاَ تَكْفُرُون
"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat) –Ku". [QS Al-Baqarah : 152].
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا آُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَارَزَقْنَاآُمْ وَاشْكُرُوا للهِ إِن آُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah". [QS Al-Baqarah : 172].
وَسَيَجْزِي اللهُ الشَّاآِرِينَ
"Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur". [QS Ali-Imran : 144].
وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن آَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ آَرِيمٌ
"Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. [QS Al-Naml:40]
وَإِن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
"Dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu syukurmu itu". [QS Az-Zumar ; 7].
Ibnu Abi Dunya’ juga mengatakan dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda : “Ada empat perkara yang barang siapa diberikan kepadanya empat perkara itu maka sesungguhnya ia telah mendapatkan kebaikan duinia akhirat, yaitu : hati yang bersyukur, lisan yang berzikir, badan yang sabar menghadapi musibah, dan istri yang tidak menginginkan khianat pada diri sendiri dan pada harta suaminya”.
Agar lebih mudah bersyukur atas segala yang kita miliki, Rasulullah saw sebagimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, menganjurkan agar kita kerap memandang ‘ke bawah’, ke mereka yang lebih kurang beruntung dari kita, baik dari segi harta maupun akhlak.
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Secara tidak kita sadari, sebenarnya sudah banyak nikmat yang dianugerahkan oleh Allah swt pada diri kita. Baik itu nikmat iman, nikmat kehidupan, nikmat kesehatan, nikmat keluarga, nikmat pendidikan, dan nikmat-nikmat lainnya. Rasanya sangat tidak etis kalau kita tidak berterima-kasih dan bersyukur kepada yang memberikan semuanya yaitu Allah swt. Disamping itu bukankah bersyukur merupakan jalan untuk memperoleh lebih banyak nikmat dan enggan bersyukur akan mengundang azab dan siksa Nya.
Allah swt sendiri berfirman :
لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن آَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدُ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". [QS Ibrahim : 7].
Bencana yang silih berganti melanda bangsa dan masyarakat kita saat ini sudah seharusnya mencemaskan hati nurani kita. Apakah semua ini terjadi karena kita kurang bersyukur terhadap segala nikmat yang telah dianugerahkan Allah swt ? Allah Yang Maha Tahu Jawabannya. Apapun jawabannya, sudah sepatutnya kita rakyat Indonesia bersyukur ke hadirat Allah swt atas segala nikmat yang telah dianugerahkan selama ini, seperti nikmat kemerdekaan, nikmat sumberdaya alam yang berlimpah, serta nikmat lingkungan geografis dan iklim yang subur dan ‘ramah’. Insya Allah, seandainya seluruh rakyat Indonesia bisa lebih kerap menggunakan pakaian sabar dan syukur dalam kesehariannya, bencana yang silih berganti tersebut dapat berhenti, dan selanjutnya kemakmuran dan kedamaian akan semakin merebak di bumi Indonesia.
Jama’ah Idul Adha yang diberkati Allah swt.
Di akhir khutbah Idul Adha ini marilah kita panjatkan doa ke hadirat Allah swt agar petunjuk, berkah dan rahmat Nya selalu tercurahkan pada kita semua. Semoga pada Hari Raya Idul Adha yang berkah ini kitapun dapat ‘mengorbankan’ semua pernak-pernik keduniawian dan nafsu detsruktif kita, sehingga kualitas kesabaran dan rasa syukur kita dapat meningkat, sehingga kita dapat lebih dekat dan mendekat ke nur keridhaan Allah swt. Sesuai dengan petunjuk Ilahi, marilah kita bertakbir mengagungkan asma Allah atas segala petunjuk-Nya dan marilah kita bersyukur atas segala rahmat dan karunia-Nya. Semoga kita semua senantiasa dapat mengikuti petunjuk Allah dan senantiasa memperoleh rahmat-Nya. Amiin
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي هذَا الْعِيْدِ السَّعِيْدِ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ، فَمَنْ أَطَاعَهُ فََهُوَ سَعِيْدٌ وَمَنْ أَعْرَضَ وَتَوَلَّى عَنْهُ فَهُوَ فِي الضَّلاَلِ الْبَعِيْدِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَآئِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
***
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ. اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ، أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اللّهُمَّ ارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَعَنْ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا كَامِلاً وَيَقِيْنًا صَادِقًا وَقَلْبًا خَاشِعًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَتَوْبَةً نَصُوْحًا. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، اللّهُمَّ أَصْلِحِ الرَّعِيَّةَ وَاجْعَلْ إِنْدُوْنِيْسِيَّا وَدِيَارَ الْمُسْلِمِيْنَ آمِنَةً رَخِيَّةً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار.
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَنِ وَجَانِبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.
Perubahan Jati Diri Melalui Ramadhan
PERUBAHAN JATI DIRI MELALUI RAMADHAN
http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=579))
Allahu Akbar, wa lillahilh hamd ....
Dengan bersyukur ke hadirat Allah Swt. atas karunia dan rahmat-Nya pada pagi hari yang berbahagia ini, kita menyambut kedatangan hari yang agung, hari raya fitri, hari raya kemuliaan dan kesucian. Dengan rasa haru dan penuh ikhlas, kita semua telah melepas bulan Ramadhan, bulan yang luhur dan mulia yang dipenuhi dengan ampunan dan karunia. Kita bertakbir, mengagungkan Allah Swt. dan mensucikan-Nya dengan bertasbih, mensucikan dari segala sesuatu yang tidak layak pada-Nya.
Takbir, tahlil dan tahmid silih berganti, berkumandang di angkasa raya diucapkan dengan lisan yang fasih denga penuh keikhlasan dan kepasrahan. Rona dan wajah setiap manusia muslim menanpakkan kebahagiaan yang cemerlang dan ketulusan yang mendalam, jauh sampai ke lubuk hati. Melukiskan kesan yang kuat dan mengakar ke dalam jiwa yang suci. Semua itu merupakan perwujudan dari pernyataan syukur kita ke hadirat Allah Swt. atas segala karunia dan nikmat-Nya, terutama karunia yang paling agung berupa petunjuk dan hidayah-Nya. Hidayah itu membibing kita meniti cahaya yang terang benderang, menuju kehidupan yang sukses, lahir dan bathin. Kita bersyukur telah dapat melaksanakan ibadah shiyam sebulan penuh dengan ketabahan dan keikhlasan.
Pagi ini kita merayakan Idul Fitri, hari raya kesucian yang dinantikan kehadirannya oleh setiap insan yang beriman. Dengan demikian kita telah kembali kepada fitrah, yaitu kemurnian dan kesucian. Kembali kepada kemurnian dan kesucian berarti kita kembali kepada suasana yang bersih telepas dari dosa dan kesalahan. Setiap orang yang melaksanakan puasa Ramadhan sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan al-Sunnah akan terlepas dosa dan kesalahannya sehingga menjadi suci kembali, seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya. Kesucian yang telah kita peroleh dengan susah payah itu hendaklah terus dipertahankan sampai bulan-bulan berikutnya dengan meingkatkan iman dan takwa kita serta bertaqarub kepada-Nya dengan tunduk dan patuh.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Puasa Ramadhan yang baru saja kita jalani membentuk setiap diri umat Islam agar memiliki kemampuan untuk mengendalikan hawa nafsu dan dapat meningkatkan potensi kesucian rohaninya. Ibadah shiyam dapat membentu jati diri muslim dengan meningkatkan iman dan takwa kepada Allah Swt. Iman dan takwa itu dibuktikan dengan senantiasa berpegang teguh kepada petunjuk-Nya, melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Dengan mempertahankan kelestarian iman dan taqwa, kita meniti jalan yang lurus untuk mencapai keridhaan Allah Swt, keridhaan yang senantiasa didambakan oleh setiap manusia yang beriman. Menuju keridhaan yang agung dan luhur itu harus ditempuh dengan melaksanakan ibadah dan amal shaleh secara ikhlas dan jujur, sesuai dengan ikrar kita yang selalu kita ucapkan dalam do’a iftitah yang dibaca pada saat awal melaksanakan shalat.
• •
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu baginya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama kali menyerahkan diri (kepada Allah) (QS. al-An’am : 162-163).
(Maman Imanulhaq, 2008 : 39)
Pembentukan jati diri dalam ibadah shiyam merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kehidupan manusia mukmin, karena dengan jati diri itulah kita akan bersikap istiqomah dalam menjalani ajaran agama. Ibadah shiyam yang kita laksanakan, harus mampu membentuk jati diri setiap muslim dan meningkatkan kualitasnya dari tahapan yang paling rendah menuju tahapan yang paling tinggi.
Kaum muslimin, para jamaah yang kami muliakan.
Pembentukan jati diri itu, menuju perubahan pada yang lebih sempurna, sebagaimana yang dicontohkan oleh kehidupan para sahabat Nabi dan Tabiin generasi awal. Perubahan yang sangat mendasar menuju jati diri yang sempurna misalnya kita bisa mengambil contoh dar peristiwa berikut ini: Pada suatu saat Rasulullah Muhammad Saw. menerima tamu, seorang pria dari kalangan musyrik Arab jahiliyah. Nabi menerima tamu itu sebagaimana layaknya beliau menerima tamu yang lain, dihormati selayaknya dan dipersilahkan duduk di ruang yang telah disediakan. Nabi Saw. menyuguhkan kepada tamu itu segelas air susu murni. Demikianlah kebiasaan dan kebangaan orang-orang Arab pada waktu itu, mereka sangat berbahagia sekali apabila dapat menyuguhkan pada tamunya air susu murni yang mereka perah dari kambing atau unta. Setelah disuguhi segelas air susu, tamu itu meminumnya sampai habis. Kemudian Nabi menyediakan gelas yang keduanya, itupun diminum sampai habis lalu Nabi menyediakan gelas yang ketiga itupun diminum sampai habis. Hal itu terus berlangsung sampai tujuh gelas. Pertemuan itu kemudian berlalu begitu saja, tidak ada hal yang perlu dicatat, pria Arab jahiliyah kembali ke rumahnya dan Nabi pun melaksanakan aktivitas dakwahnya sebagaimana biasa.
Kira-kira beberapa bulan setelah itu, pria Arab jahiliyah tadi masuk Islam, sebagai seorang mualaf dia merasa ketinggalan dengan para sahabat lain, karena itu dia terus mempelajari agama dengan sungguh-sungguh dan mengamalkannya dengan baik. Dalam jangka waktu tidak begitu lama pria mualaf itu telah menjadi seorang muslim yang sangat baik. Setelah menjadi pria muslim yang baik dia mengujungi rumah Nabi kembali. Nabi menerima tamu mualaf ini, langsung teringat dengan kunjungan yang pertama dulu, kemudian Nabi menyediakan segelas air susu, sebagaimana dulu menyediakannya. Pria mualaf itu kemudian minum segelas air susu yang disediakan oleh Nabi sebagaimana dulu ia meminumnya. Ketika Nabi akan menyediakan gelas yang kedua, tiba-tiba pria mualaf itu mengatakan, “Wahai Rasulullah cukup untukku, cukup untukku dengan segelas susu itu.” Nabi Saw. mengomentari sikap pria mualaf yang telah berubah drastis dari kebiasaan jahiliyahnya dan menggantinya dengan jati diri seorang muslim, beliau mengatakan:
الْمُؤْمِنُ يَشْرَبُ فِي مِعًى وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَشْرَبُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ
Seorang mukmin cukup meminum dengan satu gelas, sedangkan orang kafir baru puas minum dengan tujuh gelas. (HR. Muslim. No Hadis: 3843) (Muhammad Iqbal, 2005 : 65)
Dari contoh itu kita bisa melihat secara langsung betapa besarnya perubahan sikap dan jati diri dari seorang jahiliyah menjadi seorang mukmin. Pola hidup yang tadinya dipenuhi dengan kerakusan digantinya dengan kesederhanaan. Kesederhanaan dalam pola makan, dalam pola berpakaian dan bertingkah laku. Manusia mukmin yang melaksanakan ibadah Ramadhan juga diarahkan agar melakukan perubahan yang besar dalam membentuk jati dirinya, dari manusia yang berkualitas rendah menjadi berkualitas tinggi menuju kesempurnaan sesuai dengan ajaran Islam. Puasa Ramadhan pada hakikatnya dapat membentuk jati diri seseorang menjadi pribadi yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang tinggi dalam meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.Salah satu jati diri manusia mukmin adalah berpola hidup sederhana dan dapat mengendalikan nafsunya sehingga tidak terjerembab dalam lembah kehinaan dan kehancuran.
Ada tiga macam nafsu yang sering menjerumuskan seseorang ke lembah kehinaan yaitu nafsu dari dorongan perut, libido sexual, dan hawa nafsu yang menyesatkan. Nabi Saw. sangat mengkhawatirkan umatnya terjerembab dalam tiga macam nafsu yang menghancurkan itu, sehingga beliau bersabda:
إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَفُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْهَوَى
“sesungguhnya aku mengkhawatiri kamu sekalian terjerembab dalam keinginan hawa nafsu dari dorongan perutmu, dorongan seksualmu dan hawa nafsu yang menyesatkan." (HR. Ahmad. No Hadis:18951)
Dalam kenyataan pada kehidupan modern yang kita jalani sekarang, ada sebagian dari masyarakat yang terjerembab ke dalam hawa nafsu perutnya sehingga ia menjadi budak perutnya sendiri, maka ia pun makan secara berlebihan, minum secara berlebihan, sehingga hidupnya hanya memenuhi dorongan perutnya. Orang seperti ini tergolong dalam kelompok manusia yang paling buruk dari umat Nabi Muhammad Saw.
Kalau orang pertama tadi menjadi budak perutnya sendiri, sehingga ia terjerembab dalam kehinaan dan kehancuran, sedangkan kelompok kedua banyak orang yang menjadi budak dari dorongan libidonya sehingga ia menjadi budak nafsu seksualnya. Keadaan seperti ini lebih membahayakan lagi, karena akan menimbulkan kerusakan dan kehinaan yang lebih parah. Banyak keluarga dan masyarakat yang hancur karena menjadi budak libido dan nafsu seksualnya. Akibat memperturutkan nafsu seksual banyak menyebabkan manusia bergelimang dengan dosa, seperti; perselingkuhan, perzinahan, dan timbulnya deviasi seksual yang mengerikan.
Kalau orang kedua tadi menjadi budak dari dorongan seksualnya sendiri, maka kelompok yang ketiga, adalah manusia-manusia yang diperbudak oleh hawa nafsunya sendiri, keadaan ini jauh lebih berbahaya lagi, karena memperturutkan hawa nafsu akan mencampakkan pelakunya menuju kehancuran yang sangat menakutkan. Bahkan terkadang hanya berapa detik saja orang tidak bisa mengendalikan hawa nafusnya ia telah terjerumus dalam kerusakan dan kehancurn dan penyesalan yang sangat berat selama-lamanya di dunia dan akhirat Karena itu Nabi menyatakan: “Musuhmu yang paling berbahaya adalah hawa nafsumu yang berada di antara kedua lambungmu sendiri” (Ihya’ Ulumuddin).
Al-Qur’an memperingatkan orang-orang yang terjerembab dalam kemauan hawa nafsu yang menyesatkan,.
•
Dan (Ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): "Kamu Telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu Telah bersenang-senang dengannya; Maka pada hari Ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan Karena kamu Telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan Karena kamu Telah fasik". (al-Ahqaf : 20) (Muhammad Iqbal, 2005 : 70-71)
Berbagai kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat, karena manusia memperturutkan hawa nafsunya sendiri. Ibadah puasa Ramadhan yang kita jalani sekarang ini, dapat melatih dan melindungi diri kita agar tidak terjerembab dalam kubangan hawa nafsu, sebagaimana yang disebutkan di atas. Dengan demikian puasa dapat membentuk jati diri yang baik, menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa.
Allahu Akbar, wa lillahil hamd
Hadirin dan hadirat yang mulia
Kembali kepada fitrah yang suci dan bersih itulah yang sesungguhnya kita jalani sekarang ini. Hari yang amat berbahagia ini dinamakan ‘Idul Fitri’, yaitu kesucian dan keutuhan yang telah kita peroleh kembali setelah kita melakukan puasa Ramadhan sebulan penuh. Karena itu hari ini adalah hari kemenangan dan kejayaan bagi kita semua, karena kita telah berusaha meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT, ucapan yang paling tepat kita ikrarkan pada hari ini adalah suatu do’a:
اللّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْعَآئِدِيْنَ وَالْفَآئِزِيْنَ وَالْمَقْبُوْلِيْنَ
“Wahai Allah jadikanlah kami termasuk orang-orang yang kembali kepada fitrah yang memperoleh sukses dan kemenangan serta diterima amal ibadahnya oleh Allah Swt”.
Dengan kembali kepada fitrah, kita akan mencapai kebahagiaan dan kesuksesan lahir batin yang selalu kita harapkan. Sesuai dengan petunjuk Ilahi, marilah kita bertakbir mengagungkan asma Allah atas segala petunjuk-Nya dan marilah kita bersyukur atas segala rahmat dan karunia-Nya. Semoga kita semua senantiasa dapat mengikuti petunjuk Allah dan senantiasa memperoleh rahmat-Nya. Amiin.
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي هذَا الْعِيْدِ السَّعِيْدِ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ، فَمَنْ أَطَاعَهُ فََهُوَ سَعِيْدٌ وَمَنْ أَعْرَضَ وَتَوَلَّى عَنْهُ فَهُوَ فِي الضَّلاَلِ الْبَعِيْدِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَآئِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
***
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ. اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ، أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اللّهُمَّ ارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَعَنْ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا كَامِلاً وَيَقِيْنًا صَادِقًا وَقَلْبًا خَاشِعًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَتَوْبَةً نَصُوْحًا. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، اللّهُمَّ أَصْلِحِ الرَّعِيَّةَ وَاجْعَلْ إِنْدُوْنِيْسِيَّا وَدِيَارَ الْمُسْلِمِيْنَ آمِنَةً رَخِيَّةً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار.
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَنِ وَجَانِبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.
http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=579))
Allahu Akbar, wa lillahilh hamd ....
Dengan bersyukur ke hadirat Allah Swt. atas karunia dan rahmat-Nya pada pagi hari yang berbahagia ini, kita menyambut kedatangan hari yang agung, hari raya fitri, hari raya kemuliaan dan kesucian. Dengan rasa haru dan penuh ikhlas, kita semua telah melepas bulan Ramadhan, bulan yang luhur dan mulia yang dipenuhi dengan ampunan dan karunia. Kita bertakbir, mengagungkan Allah Swt. dan mensucikan-Nya dengan bertasbih, mensucikan dari segala sesuatu yang tidak layak pada-Nya.
Takbir, tahlil dan tahmid silih berganti, berkumandang di angkasa raya diucapkan dengan lisan yang fasih denga penuh keikhlasan dan kepasrahan. Rona dan wajah setiap manusia muslim menanpakkan kebahagiaan yang cemerlang dan ketulusan yang mendalam, jauh sampai ke lubuk hati. Melukiskan kesan yang kuat dan mengakar ke dalam jiwa yang suci. Semua itu merupakan perwujudan dari pernyataan syukur kita ke hadirat Allah Swt. atas segala karunia dan nikmat-Nya, terutama karunia yang paling agung berupa petunjuk dan hidayah-Nya. Hidayah itu membibing kita meniti cahaya yang terang benderang, menuju kehidupan yang sukses, lahir dan bathin. Kita bersyukur telah dapat melaksanakan ibadah shiyam sebulan penuh dengan ketabahan dan keikhlasan.
Pagi ini kita merayakan Idul Fitri, hari raya kesucian yang dinantikan kehadirannya oleh setiap insan yang beriman. Dengan demikian kita telah kembali kepada fitrah, yaitu kemurnian dan kesucian. Kembali kepada kemurnian dan kesucian berarti kita kembali kepada suasana yang bersih telepas dari dosa dan kesalahan. Setiap orang yang melaksanakan puasa Ramadhan sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan al-Sunnah akan terlepas dosa dan kesalahannya sehingga menjadi suci kembali, seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya. Kesucian yang telah kita peroleh dengan susah payah itu hendaklah terus dipertahankan sampai bulan-bulan berikutnya dengan meingkatkan iman dan takwa kita serta bertaqarub kepada-Nya dengan tunduk dan patuh.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Puasa Ramadhan yang baru saja kita jalani membentuk setiap diri umat Islam agar memiliki kemampuan untuk mengendalikan hawa nafsu dan dapat meningkatkan potensi kesucian rohaninya. Ibadah shiyam dapat membentu jati diri muslim dengan meningkatkan iman dan takwa kepada Allah Swt. Iman dan takwa itu dibuktikan dengan senantiasa berpegang teguh kepada petunjuk-Nya, melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Dengan mempertahankan kelestarian iman dan taqwa, kita meniti jalan yang lurus untuk mencapai keridhaan Allah Swt, keridhaan yang senantiasa didambakan oleh setiap manusia yang beriman. Menuju keridhaan yang agung dan luhur itu harus ditempuh dengan melaksanakan ibadah dan amal shaleh secara ikhlas dan jujur, sesuai dengan ikrar kita yang selalu kita ucapkan dalam do’a iftitah yang dibaca pada saat awal melaksanakan shalat.
• •
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu baginya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama kali menyerahkan diri (kepada Allah) (QS. al-An’am : 162-163).
(Maman Imanulhaq, 2008 : 39)
Pembentukan jati diri dalam ibadah shiyam merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kehidupan manusia mukmin, karena dengan jati diri itulah kita akan bersikap istiqomah dalam menjalani ajaran agama. Ibadah shiyam yang kita laksanakan, harus mampu membentuk jati diri setiap muslim dan meningkatkan kualitasnya dari tahapan yang paling rendah menuju tahapan yang paling tinggi.
Kaum muslimin, para jamaah yang kami muliakan.
Pembentukan jati diri itu, menuju perubahan pada yang lebih sempurna, sebagaimana yang dicontohkan oleh kehidupan para sahabat Nabi dan Tabiin generasi awal. Perubahan yang sangat mendasar menuju jati diri yang sempurna misalnya kita bisa mengambil contoh dar peristiwa berikut ini: Pada suatu saat Rasulullah Muhammad Saw. menerima tamu, seorang pria dari kalangan musyrik Arab jahiliyah. Nabi menerima tamu itu sebagaimana layaknya beliau menerima tamu yang lain, dihormati selayaknya dan dipersilahkan duduk di ruang yang telah disediakan. Nabi Saw. menyuguhkan kepada tamu itu segelas air susu murni. Demikianlah kebiasaan dan kebangaan orang-orang Arab pada waktu itu, mereka sangat berbahagia sekali apabila dapat menyuguhkan pada tamunya air susu murni yang mereka perah dari kambing atau unta. Setelah disuguhi segelas air susu, tamu itu meminumnya sampai habis. Kemudian Nabi menyediakan gelas yang keduanya, itupun diminum sampai habis lalu Nabi menyediakan gelas yang ketiga itupun diminum sampai habis. Hal itu terus berlangsung sampai tujuh gelas. Pertemuan itu kemudian berlalu begitu saja, tidak ada hal yang perlu dicatat, pria Arab jahiliyah kembali ke rumahnya dan Nabi pun melaksanakan aktivitas dakwahnya sebagaimana biasa.
Kira-kira beberapa bulan setelah itu, pria Arab jahiliyah tadi masuk Islam, sebagai seorang mualaf dia merasa ketinggalan dengan para sahabat lain, karena itu dia terus mempelajari agama dengan sungguh-sungguh dan mengamalkannya dengan baik. Dalam jangka waktu tidak begitu lama pria mualaf itu telah menjadi seorang muslim yang sangat baik. Setelah menjadi pria muslim yang baik dia mengujungi rumah Nabi kembali. Nabi menerima tamu mualaf ini, langsung teringat dengan kunjungan yang pertama dulu, kemudian Nabi menyediakan segelas air susu, sebagaimana dulu menyediakannya. Pria mualaf itu kemudian minum segelas air susu yang disediakan oleh Nabi sebagaimana dulu ia meminumnya. Ketika Nabi akan menyediakan gelas yang kedua, tiba-tiba pria mualaf itu mengatakan, “Wahai Rasulullah cukup untukku, cukup untukku dengan segelas susu itu.” Nabi Saw. mengomentari sikap pria mualaf yang telah berubah drastis dari kebiasaan jahiliyahnya dan menggantinya dengan jati diri seorang muslim, beliau mengatakan:
الْمُؤْمِنُ يَشْرَبُ فِي مِعًى وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَشْرَبُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ
Seorang mukmin cukup meminum dengan satu gelas, sedangkan orang kafir baru puas minum dengan tujuh gelas. (HR. Muslim. No Hadis: 3843) (Muhammad Iqbal, 2005 : 65)
Dari contoh itu kita bisa melihat secara langsung betapa besarnya perubahan sikap dan jati diri dari seorang jahiliyah menjadi seorang mukmin. Pola hidup yang tadinya dipenuhi dengan kerakusan digantinya dengan kesederhanaan. Kesederhanaan dalam pola makan, dalam pola berpakaian dan bertingkah laku. Manusia mukmin yang melaksanakan ibadah Ramadhan juga diarahkan agar melakukan perubahan yang besar dalam membentuk jati dirinya, dari manusia yang berkualitas rendah menjadi berkualitas tinggi menuju kesempurnaan sesuai dengan ajaran Islam. Puasa Ramadhan pada hakikatnya dapat membentuk jati diri seseorang menjadi pribadi yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang tinggi dalam meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.Salah satu jati diri manusia mukmin adalah berpola hidup sederhana dan dapat mengendalikan nafsunya sehingga tidak terjerembab dalam lembah kehinaan dan kehancuran.
Ada tiga macam nafsu yang sering menjerumuskan seseorang ke lembah kehinaan yaitu nafsu dari dorongan perut, libido sexual, dan hawa nafsu yang menyesatkan. Nabi Saw. sangat mengkhawatirkan umatnya terjerembab dalam tiga macam nafsu yang menghancurkan itu, sehingga beliau bersabda:
إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَفُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْهَوَى
“sesungguhnya aku mengkhawatiri kamu sekalian terjerembab dalam keinginan hawa nafsu dari dorongan perutmu, dorongan seksualmu dan hawa nafsu yang menyesatkan." (HR. Ahmad. No Hadis:18951)
Dalam kenyataan pada kehidupan modern yang kita jalani sekarang, ada sebagian dari masyarakat yang terjerembab ke dalam hawa nafsu perutnya sehingga ia menjadi budak perutnya sendiri, maka ia pun makan secara berlebihan, minum secara berlebihan, sehingga hidupnya hanya memenuhi dorongan perutnya. Orang seperti ini tergolong dalam kelompok manusia yang paling buruk dari umat Nabi Muhammad Saw.
Kalau orang pertama tadi menjadi budak perutnya sendiri, sehingga ia terjerembab dalam kehinaan dan kehancuran, sedangkan kelompok kedua banyak orang yang menjadi budak dari dorongan libidonya sehingga ia menjadi budak nafsu seksualnya. Keadaan seperti ini lebih membahayakan lagi, karena akan menimbulkan kerusakan dan kehinaan yang lebih parah. Banyak keluarga dan masyarakat yang hancur karena menjadi budak libido dan nafsu seksualnya. Akibat memperturutkan nafsu seksual banyak menyebabkan manusia bergelimang dengan dosa, seperti; perselingkuhan, perzinahan, dan timbulnya deviasi seksual yang mengerikan.
Kalau orang kedua tadi menjadi budak dari dorongan seksualnya sendiri, maka kelompok yang ketiga, adalah manusia-manusia yang diperbudak oleh hawa nafsunya sendiri, keadaan ini jauh lebih berbahaya lagi, karena memperturutkan hawa nafsu akan mencampakkan pelakunya menuju kehancuran yang sangat menakutkan. Bahkan terkadang hanya berapa detik saja orang tidak bisa mengendalikan hawa nafusnya ia telah terjerumus dalam kerusakan dan kehancurn dan penyesalan yang sangat berat selama-lamanya di dunia dan akhirat Karena itu Nabi menyatakan: “Musuhmu yang paling berbahaya adalah hawa nafsumu yang berada di antara kedua lambungmu sendiri” (Ihya’ Ulumuddin).
Al-Qur’an memperingatkan orang-orang yang terjerembab dalam kemauan hawa nafsu yang menyesatkan,.
•
Dan (Ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): "Kamu Telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu Telah bersenang-senang dengannya; Maka pada hari Ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan Karena kamu Telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan Karena kamu Telah fasik". (al-Ahqaf : 20) (Muhammad Iqbal, 2005 : 70-71)
Berbagai kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat, karena manusia memperturutkan hawa nafsunya sendiri. Ibadah puasa Ramadhan yang kita jalani sekarang ini, dapat melatih dan melindungi diri kita agar tidak terjerembab dalam kubangan hawa nafsu, sebagaimana yang disebutkan di atas. Dengan demikian puasa dapat membentuk jati diri yang baik, menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa.
Allahu Akbar, wa lillahil hamd
Hadirin dan hadirat yang mulia
Kembali kepada fitrah yang suci dan bersih itulah yang sesungguhnya kita jalani sekarang ini. Hari yang amat berbahagia ini dinamakan ‘Idul Fitri’, yaitu kesucian dan keutuhan yang telah kita peroleh kembali setelah kita melakukan puasa Ramadhan sebulan penuh. Karena itu hari ini adalah hari kemenangan dan kejayaan bagi kita semua, karena kita telah berusaha meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT, ucapan yang paling tepat kita ikrarkan pada hari ini adalah suatu do’a:
اللّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْعَآئِدِيْنَ وَالْفَآئِزِيْنَ وَالْمَقْبُوْلِيْنَ
“Wahai Allah jadikanlah kami termasuk orang-orang yang kembali kepada fitrah yang memperoleh sukses dan kemenangan serta diterima amal ibadahnya oleh Allah Swt”.
Dengan kembali kepada fitrah, kita akan mencapai kebahagiaan dan kesuksesan lahir batin yang selalu kita harapkan. Sesuai dengan petunjuk Ilahi, marilah kita bertakbir mengagungkan asma Allah atas segala petunjuk-Nya dan marilah kita bersyukur atas segala rahmat dan karunia-Nya. Semoga kita semua senantiasa dapat mengikuti petunjuk Allah dan senantiasa memperoleh rahmat-Nya. Amiin.
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي هذَا الْعِيْدِ السَّعِيْدِ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ، فَمَنْ أَطَاعَهُ فََهُوَ سَعِيْدٌ وَمَنْ أَعْرَضَ وَتَوَلَّى عَنْهُ فَهُوَ فِي الضَّلاَلِ الْبَعِيْدِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَآئِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
***
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ. اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ، أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اللّهُمَّ ارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَعَنْ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا كَامِلاً وَيَقِيْنًا صَادِقًا وَقَلْبًا خَاشِعًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَتَوْبَةً نَصُوْحًا. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، اللّهُمَّ أَصْلِحِ الرَّعِيَّةَ وَاجْعَلْ إِنْدُوْنِيْسِيَّا وَدِيَارَ الْمُسْلِمِيْنَ آمِنَةً رَخِيَّةً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار.
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَنِ وَجَانِبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.
zakat dan pembangunan ekonomi
ZAKAT DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
Hadirin yang dirahmati oleh Allah SWT, adanya perbedaan kehidupan antara seseorang atau satu kelompok dengan orang atau kelompok lain, sesungguhnya merupakan suatu sunnatullah (aturan Allah) yang bersifat pasti dan tetap, kapan dan dimanapun. Kaya dan miskin akan selalu ada, sama halnya seperti adanya siang dan malam, sehat dan sakit, tua dan muda serta lain sebagainya. Namun perbedaan tersebut, bukanlah patut untuk dipertentangkan apalagi sampai melahirkan pertentangan antar kelas. Akan tetapi, perbedaan tersebut harus dipertemukan dalam bingkai ta'awun/tolong menolong, bantu membantu, saling mendukung dan saling mengisi antara yang satu dengan yang lainnya. Betul, orang miskin memang membutuhkan orang kaya, akan tetapi orang kaya juga membutuhkan orang miskin. (Didin Hafidhuddin, 2002 : 4) Tidak ada yang mampu hidup sendiri di dunia ini. Semua manusia selalu membutuhkan orang lain tanpa memandang status social yang dimiliki, sebab manusia memiliki kebutuhan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, manusia akan membutuhkan orang lain. Sebuah perumpamaan sederhana, ada orang kaya yang sedang mengendarai mobil, kemudian bannya bocor. Maka orang yang ia butuhkan adalah tukang tambal ban, bukan direktur perusahaan. Dari sini dapat dilihat bahwa interaksi manusia tidak memandang status. Namun kebanyakan dari kita lupa akan hal tersebut, karena kita sibuk memikirkan kepentingan diri kita sendiri sehingga kita lupa bahwa diri ini membutuhkan orang lain. Kepekaan social dalam diri ini tidak pernah kita asah, padahal dalam agama kita mengajarkan bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang paling banyak memiliki manfaat bagi orang lain. Agama kita juga mengajarkan bahwa dalam harta kita terdapat hak orang lain. Allah SWT berfirman
•
Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), (Al Ma'aarij 24-25)
Tuhan juga telah melarang kekayaan yang ada di bumi ini hanya berputar di kalangan tertentu saja.
• • •
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.
(Al Hasyr: 7). (Mustafa Edwin Nasution, 2006 : 26)
Di negara kita ini banyak kita jumpai saudara-saudara kita yang kurang mampu, sehingga kehidupannya sungguh memprihatinkan. Fenomena inilah yang menjadi bibit-bibit kriminalitas yang terjadi di negara kita, kasus pencurian, perampokan, utang tidak terbayar terjadi di berbagai tempat sehingga menimbulkan bunuh membunuh antar sesama. Semua peristiwa ini berpangkal dari permasalahan ekonomi yang melanda negara kita. Dimana-mana orang sulit mencari pekerjaan sehingga perekonomian mereka sangat tidak jelas. Akibatnya, mereka sulit untuk makan. Akhirnya, bisa saja ketika itu mereka tidak memperdulikan antara yang halal dan haram dalam memenuhi kebutuhan hidup. Akhlak pun terancam untuk berubah menjadi buruk. Kejahatan terjadi dimana-mana, keberkahan mulai dicabut oleh Allah SWT, dan akibatnya bencana akan terjadi dimana-mana seperti yang telah terjadi di Negara kita ini.
Kemudian apa yang harus kita lakukan dalam menghadapi masalah tersebut? Solusi yang tepat untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan adanya zakat. Zakat merupakan instrumen penanggulangan kemiskinan di tengah problematika perekonomian saat ini. Zakat sebagai instrument pembangunan perekonomian dan pengetasan kemiskinan umat.
Zakat adalah ibadah di bidang harta yang memiliki fungsi strategis, penting dan menentukan baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dalam membangun kesejahteraan masyarakat. Zakat merupakan ibadah pokok dan sebagai rukun Islam yang ketiga, dimana keberadaannya merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang. Zakat juga merupakan institusi resmi yang diarahkan untuk menciptakan pemerataan dan keadilan bagi masyarakat, sehingga taraf kehidupan masyarakat dapat ditingkatkan. Zakat dapat membersihkan atau mensucikan jiwa dari sifat kikir dan bakhil. Ketika seseorang mengeluarkan zakat dengan merelakan hartanya, pada saat itulah ia memenangkan nafsunya, menang atas kekikiran dan kebakhilannya sehingga mensucikan dan membersihkan jiwanya. Zakat juga membersihkan dan mensucikan masyarakat dari saling dendam dan dengki, dari kegoncangan dan fitnah. (Didin Hafidhuddin, 2002 : 51)
Pengaruh zakat pada masyarakat dapat bermacam-macam. Pengaruhnya yang pertama adalah perasaan aman bagi kaum fakir dan miskin. Kedua, zakat dapat menghilangkan kesenjangan yang ada antara si kaya dan si miskin. Zakat dapat membentuk keterpautan hati dan perasaan antara kedua golongan ini, sehingga akan tumbuh rasa saling ber-empati diantar keduanya. Ini adalah pengaruh yang ketiga. Keempat, menumbuhkan perasaan yakin secara dan percaya atas karunia Allah dalam dada si miskin serta perasaan tunduk kepada perintah Allah dalam dada si kaya. Kelima, zakat dapat membantu kemandirian ekonomi suatu Negara. Dan yang paling membahagiakan adalah ketika zakat mampu membuat seluruh masyarakat memiliki rasa persaudaraan yang tinggi serta kesadaran bahwa pembangunan ekonomi bangsa beserta proses kontrolnya harus dilakukan secara bersama-sama. Semua ini dapat terwujud ketika zakat telah dibayarkan oleh seluruh muzakki suka rela tanpa paksaan. (Mustafa Edwin Nasution, 2006 : 36)
Kewajiban zakat dalam al-qur’an terdapat dalam puluhan ayat yang selalu dirangkaikan dengan kewajiban shalat. Hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa zakat mendapatkan posisi penting sebagaimana ajaran shalat. Tetapi Persoalan kita saat ini adalah bahwa zakat belum dipahami memiliki peranan yang penting dan strategis untuk membangun kesejahteraan umat. Sementara ini zakat hanya dipahami sebagai kewajiban seorang muslim kepada Allah dan belum dikaitkan sebagai kewajiban kepada sesama muslim yang membutuhkan. Kita juga hanya memahami zakat itu sebagai kewajiban hubungan manusia dengan Allah semata-mata, misalnya antara Surga dan Neraka. Oleh karena itu perlu dipahami bahwa zakat itu mempunyai dimensi vertikal (hubungan manusia dengan Allah) dan dimensi horisontal (hubungan antara sesama manusia). Sayyid Quthb menyatakan bahwa zakat merupakan rukun sosial yang nyata di antara semua rukun Islam. Dari satu segi, zakat merupakan ibadah, dan dari segi lain merupakan kewajiban sosial. Bila dilihat dari pandangan Islam mengenai ibadah dan masalah sosial maka zakat adalah kewajiban sosial yang bersifat ibadah. (Mustafa Edwin Nasution, 2006 : 41)
Pembayaran zakat merupakan perwujudan keimanan kepada Allah, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup sekaligus membersihkan dan memgembangkan harta yang dimiliki. Orang yang enggan berzakat, menurut beberapa buah Hadits Nabi, harta bendanya akan hancur, dan jika keengganan ini memassal, Allah SWT akan menurunkan berbagai adzab, seperti musim kemarau yang panjang. Atas dasar itu, sahabat Abdullah bin Mas`ud menyatakan bahwa orang-orang yang beriman diperintahkan untuk menegakkan salat dan mengeluarkan zakat. Siapa yang tidak berzakat, maka tidak ada shalat baginya. Rasulullah SAW pernah menghukum Tsa`labah yang enggan berzakat dengan isolasi yang berkepanjangan. Tak ada seorang sahabat pun yang mau berhubungan dengannya, meski hanya sekedar bertegur sapa. Khalifah Abu Bakar Shiddiq bertekad akan memerangi orang-orang yang mau shalat tetapi enggan berzakat. Ketegasan sikap ini menunjukkan bahwa perbuatan meninggalkan zakat adalah suatu kedurhakaan, dan bila hal ini dibiarkan, maka akan memunculkan pelbagai kedurhakaan dan kemaksiatan yang lain.
Rasulullah SAW, dalam sebuah hadits riwayat Imam al-Ashbahani dari Imam Thabrani, menyatakan: "Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah, Allah SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih". Hadits tersebut memberikan dua isyarat. Pertama, kemiskinan bukanlah semata-mata disebabkan oleh kemalasan untuk bekerja (kemiskinan kultural), akan tetapi juga akibat dari pola kehidupan yang tidak adil (kemiskinan struktural) dan merosotnya kesetiakawanan sosial, terutama antara kelompok kaya dan kelompok miskin. Dalam sunan Nasa'i, Rasulullah SAW menyatakan: "Barangsiapa memberikannya (zakat) karena berharap mendapatkan pahala, maka baginya pahala. Dan barangsiapa yang enggan mengeluarkannya, kami akan mengambilnya (zakat), dan setengah untanya, sebagai salah satu 'uzman (kewajiban yang dibebankan kepada para hama) oleh Allah SWT. Tidak sedikit pun dari harta itu yang halal bagi keluarga Muhammad." (HR. Nasa'i). (Mustafa Edwin Nasution, 2006. Hal : 44)
Pada era pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab selama 10 tahun, di berbagai wilayah (propinsi) yang menerapkan islam dengan baik, kaum muslimin menikmati kemakmuran dan kesejahteraan. Kesejehteraan merata ke segenap penjuru. Buktinya, tidak ditemukan seorang miskin pun oleh Muadz bin Jabal di wilayah Yaman. Muadz adalah staf Rasulullah SAW yang diutus untuk memungut zakat di Yaman. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, Muadz terus bertugas di sana. Abu Ubaid menuturkan dalam kitabnya Al-Amwal hal. 596, bahwa Muadz pada masa Umar pernah mengirimkan hasil zakat yang dipungutnya di Yaman kepada Umar di Madinah, karena Muadz tidak menjumpai orang yang berhak menerima zakat di Yaman. Namun, Umar mengembalikannya. Ketika kemudian Muadz mengirimkan sepertiga hasil zakat itu, Umar kembali menolaknya dan berkata,"Saya tidak mengutusmu sebagai kolektor upeti, tetapi saya mengutusmu untuk memungut zakat dari orang-orang kaya di sana dan membagikannya kepada kaum miskin dari kalangan mereka juga." Muadz menjawab,"Kalau saya menjumpai orang miskin di sana, tentu saya tidak akan mengirimkan apa pun kepadamu." Pada tahun kedua, Muadz mengirimkan separuh hasil zakat yang dipungutnya kepada Umar, tetapi Umar mengembalikannya. Pada tahun ketiga, Muadz mengirimkan semua hasil zakat yang dipungutnya, yang juga dikembalikan Umar. Muadz berkata,"Saya tidak menjumpai seorang pun yang berhak menerima bagian zakat yang saya pungut."
Pada Masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga demikian. Khalifah Umar yang ini juga tak jauh beda dengan Khalifah Umar yang telah diceritakan sebelumnya. Meskipun masa kekhilafahannya cukup singkat, hanya sekitar 3 tahun (99-102 H/818-820 M), namun umat Islam akan terus mengenangnya sebagai Khalifah yang berhasil menyejahterakan rakyat. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata,"Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya." (Al-Qaradhawi, 1995. Hal 154).
Kemakmuran itu tak hanya ada di Afrika, tapi juga merata di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Basrah. Abu Ubaid dalam Al-Amwal hal. 256 mengisahkan, Khalifah Umar Abdul mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di propinsi itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata,"Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka tetapi di Baitul Mal masih terdapat banyak uang." Umar memerintahkan,"Carilah orang yang dililit utang tapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya." Abdul Hamid kembali menyurati Umar,"Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang." Umar memerintahkan lagi, "Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya." Abdul Hamid sekali lagi menyurati Umar,"Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah tetapi di Baitul Mal ternyata masih juga banyak uang." Akhirnya, Umar memberi pengarahan,"Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah pinjaman kepada mereka agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih." (Al-Qaradhawi, 1995. Hal: 159).
Sementara itu Gubernur Basrah pernah mengirim surat kepada Umar bin Abdul Aziz,"Semua rakyat hidup sejahtera sampai saya sendiri khawatir mereka akan menjadi takabbur dan sombong." Umar dalam surat balasannya berkata,"Ketika Allah memasukkan calon penghuni surga ke dalam surga dan calon penghuni neraka ke dalam neraka, Allah Azza wa Jalla merasa ridha kepada penghuni surga karena mereka berkata,"Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya..." (QS Az-Zumar : 74). Maka suruhlah orang yang menjumpaimu untuk memuji Allah SWT". Meski rakyatnya makmur, namun seperti halnya kakeknya (Umar bin Khaththab), Khalifah Umar bin Abdul tetap hidup sederhana, jujur, dan zuhud. Bahkan sejak awal menjabat Khalifah, beliau telah menunjukkan kejujuran dan kesederhanaannya. Ini dibuktikan dengan tindakannya mencabut semua tanah garapan dan hak-hak istimewa Bani Umayyah, serta mencabut hak mereka atas kekayaan lainnya yang mereka peroleh dengan jalan kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan Khilafah Bani Umayyah. Khalifah Umar memulai dari dirinya sendiri dengan menjual semua kekayaannya dengan harga 23.000 dinar (sekitar Rp 12 miliar) lalu menyerahkan semua uang hasil penjualannya ke Baitul Mal. (Al-Qaradhawi, 1995. Hal : 161).
Subhanallah! Betapa indahnya kisah di atas. Bayangkan, dalam beberapa tahun saja, sistem ekonomi Islam yang adil telah berhasil meraih keberhasilan yang fantastis. Dan jangan salah, keadilan ini tidak hanya berlaku untuk rakyat yang muslim, tapi juga untuk yang non-muslim. Sebab keadilan adalah untuk semua, tak ada diskriminasi atas dasar agama. Suatu saat Umar sedang dalam perjalanan menuju Damaskus. Umar berpapasan dengan orang Nashrani yang menderita penyakit kaki gajah. Keadaannya teramat menyedihkan. Umar pun kemudian memerintahkan pegawainya untuk memberinya dana yang diambil dari hasil pengumpulan shadaqah dan juga makanan yang diambil dari perbekalan para pegawainya
Hadirin yang dirahmati oleh Allah SWT, sesungguhnya jika kita mengetahui keutamaan orang yang mampu memberikan hartanya untuk orang miskin, pastilah kita akan berlomba-lomba untuk memberikan hartanya kepada fakir miskin. Begitu besar hikmah dan manfaat zakat. Hikmah dan manfaat tersebut, antara lain adalah :
1. Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kepedulian yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang dimiliki Karena zakat merupakan hak bagi mustahik, maka berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka, terutama golongan fakir miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika melihat golongan kaya yang berkecukupan hidupnya. Zakat, sesungguhnya bukan sekedar memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif yang sifatnya sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan pada mereka, dengan cara menghilangkan atau memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.
2. Sebagai pilar jama`i antara kelompok aghniya yang berkecukupan hidupnya, dengan para mujahid yang waktunya sepenuhnya untuk berjuang di jalan Allah, sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk berusaha bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya (Al Baqoroh 273).
•
(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.
3. Salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, maupun sosial ekonomi dan terlebih lagi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
4. Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, karena zakat tidak akan diterima dari harta yang didapatkan dengan cara yang bathil (Al-Hadits). Zakat mendorong pula umat Islam untuk menjadi muzakki yang sejahtera hidupnya.
5. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrument pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan. Zakat, menurut Mustaq Ahmad, adalah sumber utama kas negara sekaligus merupakan soko guru dari kehidupan ekonomi yang dicanangkan Al-Qur’an. Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi harta pada satu tangan, dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan investasi dan mempromosikan distribusi. Akumulasi harta di tangan seseorang atau sekelompok orang kaya saja, secara tegas dilarang Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Quran (Al Hasyr 7).
• • •
6. apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. (Didin Hafidhuddin, 2002. Hal : 74)
Hadirin yang dirahmati oleh Allah SWT, Islam pun sangat mengecam orang yang tidak mau memberikan harta untuk orang yang membutuhkan. Mereka itulah yang disebut pendusta agama, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-ma'un ayat 1-3
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.
Hadirin yang dirahmati oleh Allah SWT, sesungguhnya banyak sekali hal-hal yang harus kita perbaiki dalam negeri ini. Sebelum itu, kita harus melihat diri kita masing-masing dan memperbaikinya terlebih dahulu agar dapat tercapainya suatu negeri yang makmur dengan memiliki pembangunan ekonomi yang baik. Banyak sekali hikmah dan manfaat dalam membayar zakat seperti yang baru saja saya sampaikan. Kita tidak hanya akan mendapatkan manfaatnya di akherat, akan tetapi kita juga akan mendapatkan manfaatnya didunia ini. Oleh karena itu, mari bersama-sama kita jalankan membayar zakat dengan niat hanya untuk mencari ridho Allah SWT.
Demikian beberapa penjelasan yang telah saya sampaikan. Semoga majelis ini mampu membawa perubahan pada diri kita, sehingga kita di berkahi Allah dengan khusnul khotimah, serta semoga kelak di akherat nanti kita mendapatkan syafaat Nabi Muhammad Saw, sehingga kita dimasukan di surga Allah dan dapat berjumpa dengan Allah. Amin ya robbal alamiin..
Saya sebagai manusia biasa apabiala ada tutur kata yang salah dan kurang berkenan, saya mohon maaf yang sebesarnya,
Wallahulmuwafiq ila aqwa miththoriq
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Hadirin yang dirahmati oleh Allah SWT, adanya perbedaan kehidupan antara seseorang atau satu kelompok dengan orang atau kelompok lain, sesungguhnya merupakan suatu sunnatullah (aturan Allah) yang bersifat pasti dan tetap, kapan dan dimanapun. Kaya dan miskin akan selalu ada, sama halnya seperti adanya siang dan malam, sehat dan sakit, tua dan muda serta lain sebagainya. Namun perbedaan tersebut, bukanlah patut untuk dipertentangkan apalagi sampai melahirkan pertentangan antar kelas. Akan tetapi, perbedaan tersebut harus dipertemukan dalam bingkai ta'awun/tolong menolong, bantu membantu, saling mendukung dan saling mengisi antara yang satu dengan yang lainnya. Betul, orang miskin memang membutuhkan orang kaya, akan tetapi orang kaya juga membutuhkan orang miskin. (Didin Hafidhuddin, 2002 : 4) Tidak ada yang mampu hidup sendiri di dunia ini. Semua manusia selalu membutuhkan orang lain tanpa memandang status social yang dimiliki, sebab manusia memiliki kebutuhan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, manusia akan membutuhkan orang lain. Sebuah perumpamaan sederhana, ada orang kaya yang sedang mengendarai mobil, kemudian bannya bocor. Maka orang yang ia butuhkan adalah tukang tambal ban, bukan direktur perusahaan. Dari sini dapat dilihat bahwa interaksi manusia tidak memandang status. Namun kebanyakan dari kita lupa akan hal tersebut, karena kita sibuk memikirkan kepentingan diri kita sendiri sehingga kita lupa bahwa diri ini membutuhkan orang lain. Kepekaan social dalam diri ini tidak pernah kita asah, padahal dalam agama kita mengajarkan bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang paling banyak memiliki manfaat bagi orang lain. Agama kita juga mengajarkan bahwa dalam harta kita terdapat hak orang lain. Allah SWT berfirman
•
Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), (Al Ma'aarij 24-25)
Tuhan juga telah melarang kekayaan yang ada di bumi ini hanya berputar di kalangan tertentu saja.
• • •
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.
(Al Hasyr: 7). (Mustafa Edwin Nasution, 2006 : 26)
Di negara kita ini banyak kita jumpai saudara-saudara kita yang kurang mampu, sehingga kehidupannya sungguh memprihatinkan. Fenomena inilah yang menjadi bibit-bibit kriminalitas yang terjadi di negara kita, kasus pencurian, perampokan, utang tidak terbayar terjadi di berbagai tempat sehingga menimbulkan bunuh membunuh antar sesama. Semua peristiwa ini berpangkal dari permasalahan ekonomi yang melanda negara kita. Dimana-mana orang sulit mencari pekerjaan sehingga perekonomian mereka sangat tidak jelas. Akibatnya, mereka sulit untuk makan. Akhirnya, bisa saja ketika itu mereka tidak memperdulikan antara yang halal dan haram dalam memenuhi kebutuhan hidup. Akhlak pun terancam untuk berubah menjadi buruk. Kejahatan terjadi dimana-mana, keberkahan mulai dicabut oleh Allah SWT, dan akibatnya bencana akan terjadi dimana-mana seperti yang telah terjadi di Negara kita ini.
Kemudian apa yang harus kita lakukan dalam menghadapi masalah tersebut? Solusi yang tepat untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan adanya zakat. Zakat merupakan instrumen penanggulangan kemiskinan di tengah problematika perekonomian saat ini. Zakat sebagai instrument pembangunan perekonomian dan pengetasan kemiskinan umat.
Zakat adalah ibadah di bidang harta yang memiliki fungsi strategis, penting dan menentukan baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dalam membangun kesejahteraan masyarakat. Zakat merupakan ibadah pokok dan sebagai rukun Islam yang ketiga, dimana keberadaannya merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang. Zakat juga merupakan institusi resmi yang diarahkan untuk menciptakan pemerataan dan keadilan bagi masyarakat, sehingga taraf kehidupan masyarakat dapat ditingkatkan. Zakat dapat membersihkan atau mensucikan jiwa dari sifat kikir dan bakhil. Ketika seseorang mengeluarkan zakat dengan merelakan hartanya, pada saat itulah ia memenangkan nafsunya, menang atas kekikiran dan kebakhilannya sehingga mensucikan dan membersihkan jiwanya. Zakat juga membersihkan dan mensucikan masyarakat dari saling dendam dan dengki, dari kegoncangan dan fitnah. (Didin Hafidhuddin, 2002 : 51)
Pengaruh zakat pada masyarakat dapat bermacam-macam. Pengaruhnya yang pertama adalah perasaan aman bagi kaum fakir dan miskin. Kedua, zakat dapat menghilangkan kesenjangan yang ada antara si kaya dan si miskin. Zakat dapat membentuk keterpautan hati dan perasaan antara kedua golongan ini, sehingga akan tumbuh rasa saling ber-empati diantar keduanya. Ini adalah pengaruh yang ketiga. Keempat, menumbuhkan perasaan yakin secara dan percaya atas karunia Allah dalam dada si miskin serta perasaan tunduk kepada perintah Allah dalam dada si kaya. Kelima, zakat dapat membantu kemandirian ekonomi suatu Negara. Dan yang paling membahagiakan adalah ketika zakat mampu membuat seluruh masyarakat memiliki rasa persaudaraan yang tinggi serta kesadaran bahwa pembangunan ekonomi bangsa beserta proses kontrolnya harus dilakukan secara bersama-sama. Semua ini dapat terwujud ketika zakat telah dibayarkan oleh seluruh muzakki suka rela tanpa paksaan. (Mustafa Edwin Nasution, 2006 : 36)
Kewajiban zakat dalam al-qur’an terdapat dalam puluhan ayat yang selalu dirangkaikan dengan kewajiban shalat. Hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa zakat mendapatkan posisi penting sebagaimana ajaran shalat. Tetapi Persoalan kita saat ini adalah bahwa zakat belum dipahami memiliki peranan yang penting dan strategis untuk membangun kesejahteraan umat. Sementara ini zakat hanya dipahami sebagai kewajiban seorang muslim kepada Allah dan belum dikaitkan sebagai kewajiban kepada sesama muslim yang membutuhkan. Kita juga hanya memahami zakat itu sebagai kewajiban hubungan manusia dengan Allah semata-mata, misalnya antara Surga dan Neraka. Oleh karena itu perlu dipahami bahwa zakat itu mempunyai dimensi vertikal (hubungan manusia dengan Allah) dan dimensi horisontal (hubungan antara sesama manusia). Sayyid Quthb menyatakan bahwa zakat merupakan rukun sosial yang nyata di antara semua rukun Islam. Dari satu segi, zakat merupakan ibadah, dan dari segi lain merupakan kewajiban sosial. Bila dilihat dari pandangan Islam mengenai ibadah dan masalah sosial maka zakat adalah kewajiban sosial yang bersifat ibadah. (Mustafa Edwin Nasution, 2006 : 41)
Pembayaran zakat merupakan perwujudan keimanan kepada Allah, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup sekaligus membersihkan dan memgembangkan harta yang dimiliki. Orang yang enggan berzakat, menurut beberapa buah Hadits Nabi, harta bendanya akan hancur, dan jika keengganan ini memassal, Allah SWT akan menurunkan berbagai adzab, seperti musim kemarau yang panjang. Atas dasar itu, sahabat Abdullah bin Mas`ud menyatakan bahwa orang-orang yang beriman diperintahkan untuk menegakkan salat dan mengeluarkan zakat. Siapa yang tidak berzakat, maka tidak ada shalat baginya. Rasulullah SAW pernah menghukum Tsa`labah yang enggan berzakat dengan isolasi yang berkepanjangan. Tak ada seorang sahabat pun yang mau berhubungan dengannya, meski hanya sekedar bertegur sapa. Khalifah Abu Bakar Shiddiq bertekad akan memerangi orang-orang yang mau shalat tetapi enggan berzakat. Ketegasan sikap ini menunjukkan bahwa perbuatan meninggalkan zakat adalah suatu kedurhakaan, dan bila hal ini dibiarkan, maka akan memunculkan pelbagai kedurhakaan dan kemaksiatan yang lain.
Rasulullah SAW, dalam sebuah hadits riwayat Imam al-Ashbahani dari Imam Thabrani, menyatakan: "Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah, Allah SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih". Hadits tersebut memberikan dua isyarat. Pertama, kemiskinan bukanlah semata-mata disebabkan oleh kemalasan untuk bekerja (kemiskinan kultural), akan tetapi juga akibat dari pola kehidupan yang tidak adil (kemiskinan struktural) dan merosotnya kesetiakawanan sosial, terutama antara kelompok kaya dan kelompok miskin. Dalam sunan Nasa'i, Rasulullah SAW menyatakan: "Barangsiapa memberikannya (zakat) karena berharap mendapatkan pahala, maka baginya pahala. Dan barangsiapa yang enggan mengeluarkannya, kami akan mengambilnya (zakat), dan setengah untanya, sebagai salah satu 'uzman (kewajiban yang dibebankan kepada para hama) oleh Allah SWT. Tidak sedikit pun dari harta itu yang halal bagi keluarga Muhammad." (HR. Nasa'i). (Mustafa Edwin Nasution, 2006. Hal : 44)
Pada era pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab selama 10 tahun, di berbagai wilayah (propinsi) yang menerapkan islam dengan baik, kaum muslimin menikmati kemakmuran dan kesejahteraan. Kesejehteraan merata ke segenap penjuru. Buktinya, tidak ditemukan seorang miskin pun oleh Muadz bin Jabal di wilayah Yaman. Muadz adalah staf Rasulullah SAW yang diutus untuk memungut zakat di Yaman. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, Muadz terus bertugas di sana. Abu Ubaid menuturkan dalam kitabnya Al-Amwal hal. 596, bahwa Muadz pada masa Umar pernah mengirimkan hasil zakat yang dipungutnya di Yaman kepada Umar di Madinah, karena Muadz tidak menjumpai orang yang berhak menerima zakat di Yaman. Namun, Umar mengembalikannya. Ketika kemudian Muadz mengirimkan sepertiga hasil zakat itu, Umar kembali menolaknya dan berkata,"Saya tidak mengutusmu sebagai kolektor upeti, tetapi saya mengutusmu untuk memungut zakat dari orang-orang kaya di sana dan membagikannya kepada kaum miskin dari kalangan mereka juga." Muadz menjawab,"Kalau saya menjumpai orang miskin di sana, tentu saya tidak akan mengirimkan apa pun kepadamu." Pada tahun kedua, Muadz mengirimkan separuh hasil zakat yang dipungutnya kepada Umar, tetapi Umar mengembalikannya. Pada tahun ketiga, Muadz mengirimkan semua hasil zakat yang dipungutnya, yang juga dikembalikan Umar. Muadz berkata,"Saya tidak menjumpai seorang pun yang berhak menerima bagian zakat yang saya pungut."
Pada Masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga demikian. Khalifah Umar yang ini juga tak jauh beda dengan Khalifah Umar yang telah diceritakan sebelumnya. Meskipun masa kekhilafahannya cukup singkat, hanya sekitar 3 tahun (99-102 H/818-820 M), namun umat Islam akan terus mengenangnya sebagai Khalifah yang berhasil menyejahterakan rakyat. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata,"Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya." (Al-Qaradhawi, 1995. Hal 154).
Kemakmuran itu tak hanya ada di Afrika, tapi juga merata di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Basrah. Abu Ubaid dalam Al-Amwal hal. 256 mengisahkan, Khalifah Umar Abdul mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di propinsi itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata,"Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka tetapi di Baitul Mal masih terdapat banyak uang." Umar memerintahkan,"Carilah orang yang dililit utang tapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya." Abdul Hamid kembali menyurati Umar,"Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang." Umar memerintahkan lagi, "Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya." Abdul Hamid sekali lagi menyurati Umar,"Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah tetapi di Baitul Mal ternyata masih juga banyak uang." Akhirnya, Umar memberi pengarahan,"Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah pinjaman kepada mereka agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih." (Al-Qaradhawi, 1995. Hal: 159).
Sementara itu Gubernur Basrah pernah mengirim surat kepada Umar bin Abdul Aziz,"Semua rakyat hidup sejahtera sampai saya sendiri khawatir mereka akan menjadi takabbur dan sombong." Umar dalam surat balasannya berkata,"Ketika Allah memasukkan calon penghuni surga ke dalam surga dan calon penghuni neraka ke dalam neraka, Allah Azza wa Jalla merasa ridha kepada penghuni surga karena mereka berkata,"Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya..." (QS Az-Zumar : 74). Maka suruhlah orang yang menjumpaimu untuk memuji Allah SWT". Meski rakyatnya makmur, namun seperti halnya kakeknya (Umar bin Khaththab), Khalifah Umar bin Abdul tetap hidup sederhana, jujur, dan zuhud. Bahkan sejak awal menjabat Khalifah, beliau telah menunjukkan kejujuran dan kesederhanaannya. Ini dibuktikan dengan tindakannya mencabut semua tanah garapan dan hak-hak istimewa Bani Umayyah, serta mencabut hak mereka atas kekayaan lainnya yang mereka peroleh dengan jalan kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan Khilafah Bani Umayyah. Khalifah Umar memulai dari dirinya sendiri dengan menjual semua kekayaannya dengan harga 23.000 dinar (sekitar Rp 12 miliar) lalu menyerahkan semua uang hasil penjualannya ke Baitul Mal. (Al-Qaradhawi, 1995. Hal : 161).
Subhanallah! Betapa indahnya kisah di atas. Bayangkan, dalam beberapa tahun saja, sistem ekonomi Islam yang adil telah berhasil meraih keberhasilan yang fantastis. Dan jangan salah, keadilan ini tidak hanya berlaku untuk rakyat yang muslim, tapi juga untuk yang non-muslim. Sebab keadilan adalah untuk semua, tak ada diskriminasi atas dasar agama. Suatu saat Umar sedang dalam perjalanan menuju Damaskus. Umar berpapasan dengan orang Nashrani yang menderita penyakit kaki gajah. Keadaannya teramat menyedihkan. Umar pun kemudian memerintahkan pegawainya untuk memberinya dana yang diambil dari hasil pengumpulan shadaqah dan juga makanan yang diambil dari perbekalan para pegawainya
Hadirin yang dirahmati oleh Allah SWT, sesungguhnya jika kita mengetahui keutamaan orang yang mampu memberikan hartanya untuk orang miskin, pastilah kita akan berlomba-lomba untuk memberikan hartanya kepada fakir miskin. Begitu besar hikmah dan manfaat zakat. Hikmah dan manfaat tersebut, antara lain adalah :
1. Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kepedulian yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang dimiliki Karena zakat merupakan hak bagi mustahik, maka berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka, terutama golongan fakir miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika melihat golongan kaya yang berkecukupan hidupnya. Zakat, sesungguhnya bukan sekedar memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif yang sifatnya sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan pada mereka, dengan cara menghilangkan atau memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.
2. Sebagai pilar jama`i antara kelompok aghniya yang berkecukupan hidupnya, dengan para mujahid yang waktunya sepenuhnya untuk berjuang di jalan Allah, sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk berusaha bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya (Al Baqoroh 273).
•
(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.
3. Salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, maupun sosial ekonomi dan terlebih lagi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
4. Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, karena zakat tidak akan diterima dari harta yang didapatkan dengan cara yang bathil (Al-Hadits). Zakat mendorong pula umat Islam untuk menjadi muzakki yang sejahtera hidupnya.
5. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrument pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan. Zakat, menurut Mustaq Ahmad, adalah sumber utama kas negara sekaligus merupakan soko guru dari kehidupan ekonomi yang dicanangkan Al-Qur’an. Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi harta pada satu tangan, dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan investasi dan mempromosikan distribusi. Akumulasi harta di tangan seseorang atau sekelompok orang kaya saja, secara tegas dilarang Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Quran (Al Hasyr 7).
• • •
6. apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. (Didin Hafidhuddin, 2002. Hal : 74)
Hadirin yang dirahmati oleh Allah SWT, Islam pun sangat mengecam orang yang tidak mau memberikan harta untuk orang yang membutuhkan. Mereka itulah yang disebut pendusta agama, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-ma'un ayat 1-3
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.
Hadirin yang dirahmati oleh Allah SWT, sesungguhnya banyak sekali hal-hal yang harus kita perbaiki dalam negeri ini. Sebelum itu, kita harus melihat diri kita masing-masing dan memperbaikinya terlebih dahulu agar dapat tercapainya suatu negeri yang makmur dengan memiliki pembangunan ekonomi yang baik. Banyak sekali hikmah dan manfaat dalam membayar zakat seperti yang baru saja saya sampaikan. Kita tidak hanya akan mendapatkan manfaatnya di akherat, akan tetapi kita juga akan mendapatkan manfaatnya didunia ini. Oleh karena itu, mari bersama-sama kita jalankan membayar zakat dengan niat hanya untuk mencari ridho Allah SWT.
Demikian beberapa penjelasan yang telah saya sampaikan. Semoga majelis ini mampu membawa perubahan pada diri kita, sehingga kita di berkahi Allah dengan khusnul khotimah, serta semoga kelak di akherat nanti kita mendapatkan syafaat Nabi Muhammad Saw, sehingga kita dimasukan di surga Allah dan dapat berjumpa dengan Allah. Amin ya robbal alamiin..
Saya sebagai manusia biasa apabiala ada tutur kata yang salah dan kurang berkenan, saya mohon maaf yang sebesarnya,
Wallahulmuwafiq ila aqwa miththoriq
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
meningkatkan keberkahan hidup
MENINGKATKAN KEBERKAHAN HIDUP
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah pada detik ini kita semua dalam keadaan islam, iman serta sehat sehingga kita semua dapat berkumpul bersama dalam menghadiri majelis ini yang Insya Allah barokah, hal ini tak lain adalah karena kehendak Allah SWT. Inilah yang dinamakan taufik hidayah dari Allah SWT, mari kita bersama-sama mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah ini. Semoga kita semua termasuk hamba yang selalu bersyukur kepada Allah SWT, sehingga kita dapat memperoleh RidhoNya. Amiin..
Sholawat serta salam mari kita haturkan selalu kepada junjungan orang-orang mulia serta hamba tercinta langit dan bumi, yaitu Nabi besar Muhammad SAW, yang mana karena jasa-jasa beliaulah dunia ini menjadi begitu terang benderang yakni karena ajaran agama Islam yang dibawa oleh beliau. Dan mudah-mudahan pula Allah meridhoinya berikut segenap keluarga keluarga dan sahabat-sahabatnya yang setia. Semoga kita semua termasuk hamba yang selalu mencintai Rosulullah Saw, sehingga kelak di Akhirat nanti kita akan mendapatkan syafaat dari Rosulullah Saw. Amiin.
Hadirin yang dirahmati oleh Allah Swt, sebuah nikmat Allah yang sering kita lupakan dalam hidup ini adalah nikmat waktu yang telah diberikan oleh Allah kepada kita, sebab sungguh menjadi orang yang merugi jika kita tidak pandai-pandai menggunakan waktu yang telah Allah berikan kepada kita. Sebuah contoh sederhana adalah peringatan tahun baru yang kita adakan ini bertujuan untuk mensyukuri nikmat waktu yang telah Allah berikan, namun jangan sampai nikmat waktu ini kita sia-siakan sehingga kita akan menjadi manusia yang merugi. Lalu bagaimanakah caranya agar kita dapat memanfaatkan waktu ini sehingga kita mendapatkan keberkahan hidup dari Allah Swt.
Coba kita ingat kembali bagaimana sejarah peristiwa hijrah Nabi Saw yang menjadi awal perubahan kehidupan umat islam. Nabi Muhammad ketika itu berhijrah dari mekkah ke madinah, dan kita sebagai umat Nabi Saw tentunya kita harus meniru perbuatan beliau, namun kita sesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini. Kalau Rosulullah dulu berhijrah dari satu ke tempat yang lainnya, maka wujud hijrah kita adalah perubahan, yaitu perubahan untuk mendapatkan keberkahan hidup dari Allah Swt. Berubah yang dulunya salah, sekarang menjadi soleh. Yang dulunya suka marah-marah, sekarang menjadi ramah tamah. Insya Allah jika semua ini diawali dengan niat yang bersungguh-sungguh, Allah akan ridho kepada kita sebab, segala hal yang mengundang ridho Allah adalah berkah, Allah hanya akan memberikan berkahNya kepada sesuatu yang Dia ridhoi. Sebaliknya, jika perbuatan tersebut mengundang murka Allah, maka Allah tidak akan memberikan berkahNya. (Maman Imanulhaq, 2008)
Hadirin yang berbahagia, siapa yang tidak ingin hidupnya penuh keberkahan dari Allah Swt? Tentu, kita semua menginginkannya. Ada 15 hal yang menyebabkan dicabutnya berkah.
1. Tidak adanya takwa dan rasa takut kepada Allah
Jika kita tidak bertaqwa dan merasa takut kepada Allah, niscaya hidup kita akan hampa sama sekali dari kebaikan dan berkah. Dan kita bukanlah termasuk orang mukmin yang sejati, karena diantara cirri-ciri orang mukmin yang sejati ialah bertaqwa kepada Allah serta merasa takut kepadaNya dan waspada terhadap siksaNya. Hal itu sesuai dengan firman Allah Ta'ala :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia. (Al Anfal 2-4).
Ali ra mengatakan, takwa adalah takut kepada Tuhan Yang Maha Agung, mengamalkan ajaran AlQuran, ridho terhadap bagian yang sedikit , dan mencari bekal untuk persiapan menyambut hari kiamat. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008)
Saudaraku sesama muslim jika kita benar-benar bertakwa dan merasa takut kepada Allah, niscaya Allah akan menurunkan berkahNya dari langit mupun bumi. Berkah dari langit adalah berupa turunnya hujan, dan berkah dari bumi adalah melimpahnya tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, banyaknya binatang ternak, dan adanya keselamatan serta kedamaian. Jadi letak kebajikan segala kebajikan dan berkah segala berkah ada pada takwa kepada Allah dan rasa takut kepadaNya. Semoga kita semua termasuk hamba Allah yang demikian. Amiin.
2. Tidak adanya ikhlas dalam beramal
Allah tidak akan berkenan memberkahi suatu amal yang kita lakukan, kecuali jika kita melakukannya dengan disertai rasa ikhlas. Dan kita juga tidak akan merasakan nilai rezeki kita dan manisnya kehidupan kita, kecuali jika kita mengupayakan dengan jerih payah dan bersungguh-sungguh dalam beramal hanya untuk keridhoan Allah, bukan keridhoan siapapun. Dengan demikian Allah akan memberkahi amal kita. Tentu saja hal itu akan membuat tenang jiwa kita dan membuat senang hati kita. Al-Quran sebagai sumber syariat kita yang suci bersih telah menerangkan keutamaan ikhlas dan mendorong kita kepadanya, sebagaimana yang telah diungkapkan dalam salah satu ayatnya :
Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di Setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)". (Al A'raf 29)
Maka sangat teranglah bagi kita bahwa sesungguhnya amal itu harus didasari dengan rasa ikhlas. Tanpa ikhlas amal apapun tidak patut disebut sebagai amal shaleh, atau dengan kata lain, amal seperti itu tidak mengandung kebaikan serta keberkahan sama sekali. Saudaraku sesama muslim, Rosulullah Saw telah bersabda, "sungguh beruntung orang-orang yang ikhlas. Mereka adalah pelita-pelita petunjuk. Dari pantulan cahaya pelita mereka terlihat dengan jelas seluruh fitnah yang gelap." Jadi pada hakekatnya, ikhlas berarti mencari keridhoan Allah dalam setiap amalan yang kita kerjakan, dan hal itu harus selalu ada pada hati kita. Sebab semua amal perbuatan kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Swt. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008)
Wahai saudaraku sesame muslim, mari kita mengusahakan untuk selalu ada keikhlasan dalam setiap amal kita, supaya hidup kita penuh dengan kebajikan serta berkah, dan selalu berada dalam perlindungan serta petolongan Allah.
3. Tidak menyebut nama Allah, ketika memulai suatu pekerjaan, ketika berdzikir dan beribadah kepadaNya
Setiap amal yang tidak kita awali dengan menyebut nama Allah maka akan terputus dari kebajikan dan berkah. Syetan akan bersama kita dalam amal yang kita lakukan itu. Dan segala sesuatu yang yang terkait serta ditemani syetan, niscaya berkahnya terputus. Oleh karena itu sebutlah nama Allah jika hendak makan, minum, mengenakan pakaian, naik kendaraan, bersetubuh dengan pasangan suami istri, dan sebagainya. Sebab dengan demikian berkah Allah akan dating. Selain itu, menyebut nama Allahsekaligus juga dapat mengusir syetan, dan berkah pun dating tanpa ada yang menghalanginya.
Rosulullah Saw telah bersabda : "Apabila seseorang masuk ke rumahnya lalu ia menyebut nama Allah saat memasukinya dan saat hendak menyantap makanannya, maka syetan berkata (kepada kawan-kawannya), "tidak ada tempat menginap dan santap malam untuk kalian." Tetapi apabila saat masuk rumah ia tidak menyebut nama Allah, syetan berkata (kepada kawan-kawannya), "kalian mendapatkan tempat mengninap." Dan apabila saat hendak menyantap makanannya ia juga tidak menyabut nama Allah, syetan berkata, "kalian mendapati tempat menginap sekaligus santap malam." (H.R. Muslim dari Jabir bin Abdullah). (Fitriani, 2006)
Begitu juga ketika kita mendengar adzan, hendaklah kita menjawab adzan tersebut. Tinggalkan ketika itu juga pekerjaan yang sedang kita lakukan, kita penuhi seruan Tuhan dan pergi untuk sholat dengan runduk dan khusu', dan hal itu sedikitpun tidak akan mengurangi nilai rezeki pekerjaan kita tersebut, karena Allah akan memberikan berkah kepada kita, (Maman Imanulhaq, 2008) sebagaimana dalam firmanNya :
•
Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik pemberi rezki. (Al Jumuah 11)
Wahai saudaraku sesame muslim, mari kita mengusahakan untuk selalu menyebut nama Allah, ketika memulai suatu pekerjaan, ketika berdzikir dan beribadah kepadaNya kita, supaya hidup kita penuh dengan kebajikan serta berkah, dan selalu berada dalam perlindungan serta petolongan Allah.
4. Memakan harta haram
Sesungguhnya Allah Taala tidak akan berkenan memebrikan berkah pada harta kita yang haram, karena harta yang tidak baik seperti itu hanya mengundang adzab Allah dan tidak mengandung kebajikan serta keberkahan sama sekali. Sekali lagi Allah tidak akan berkenan memberkahi kesehatan, usia, anak-anak, maupun rumah tangga kita. Bagaimanapun juga, kapan pun itu, dan dimanapun berada, seorang muslim dituntut untuk mencari rezeki yang halal, kita tidak boleh mengeluh atau malu dalam mencarinya, sebagaimana dalam sabda Rosulullah Saw, ”Mencari yang halal itu sangat fardhu setelah fardhu-fardhu yang lain". (HR. Ath Thabrani dan Al Baihaqi).
Bagaimanapun juga harta haram itu tidak ditrima di sisi Allah. Harta seperti itu sama sekali tidak menjanjikan manfaat, kebajikan, pahala dan berkah. Harta seperti itu justru akan menimpakan dosa kepada pemiliknya ketika ia membelanjakan atau mendermakannya, bahkan bias menjadi bekalnya ke neraka, Rosulullah Saw bersabda, "Barang siapa mengumpulkan harta haram kemudian mendermakannya, maka hal itu tidak akan mendatangkan pahala bahkan akan mencelakakannya". (HR' Ibnu Khuzaimah dalam shahih Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dalam shahih Ibnu Hibban, dan Al Hakim). (Fitriani, 2006).
Wahai saudaraku sesame muslim, kebajikan ada pada memakan harta yang halal secara baik, dan berkah segala berkah itu ada pada memakan harta yang baik-baik serta menjauhi yang haram.
5. Tidak berbakti kepada orang tua dan menelantarkan hak-hak anak
Hidup kita akan kosong sama sekali dari kebajikan dan berkah jika kita tidak mau berbakti kepada kedua orang tua kita. Padahal merekalah yang telah bersusah payah memelihara, mengasuh, membesarkan, dan mendidik kita supaya menjadi seorang yang saleh. Bahkan mereka pun rela untu begadang semalam suntu demi menjaga kita. Dalam pandangan Allah durhaka dan tidak mau berbakti kepada orang tua termasuk kategori dosa yang paling besar. Hal itu sesuai dengan firman Allah :
• •
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, (An Nisa' 36) (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008)
Wahai saudaraku sesame muslim perintah berbakti dan berbuat baik kepada orang tua dan perintah menyembah serta mengesakan Allah, sudah cukup jelas bagi kita bahwa hal itu menunjukan adanya keberkahan dalam mengerjakan perintah tersebut. Jadi berkah segala berkah itu juga ada pada berbakti dan berbuat baik kepada mereka berdua.
6. Memutuskan tali kekeluargaan dan tali silaturahmi
Sesungguhnnya Allah tidak akan berkenan memberikan berkah terhadap kita atau rumah kita natau ajal kita atau anak-anak kita jika kita tidak mau menyambung dan memelihara hubunan dengan kaum kerabat kita, sehingga kita dikategorikan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi,sebagaimana yang difirmankan oleh Allah :
Maka Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? mereka Itulah orang-orang yang dila'nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. (Muhammad 22-23)
Maka sudah sangat jelas bahwasanya kebajikan dan berkah juga ada pada pemeliharaan hubungan dengan kaum kerabat dan berbuat baik kepada mereka. Apabila seorang hamba mau menyambung serta memelihara hubungan dengan kaum karib kerabatnya, niscaya Allah berkenan menyambungnya dengan memberikan hidayah dan rahmatNya, sehingga hidupnya penuh dengan kebajikan dan berkah. Tetapi sebaliknya apabila ia memutuskan hubungan dengan mereka, niscaya Allah juga memutuskannya dengan menurunkan murka serta adzab berupa kesempitan, kesusahan dan laknat, sehingga hidupnya penuh dengan derita yang tak sanggup ia jalani. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008)
Wahai saudaraku sesame muslim, demikianlah berkah dan kebajikan terdapat dalam menyambung hubungan kekeluargaan atau silaturahmi. Karena sesungguhnya hal itu dapat melapangkan rezeki karena adanya berkah dan dapat memperpanjang usia karena adanya kekuatan, kesehatan, serta keselamatan.
7. Kikir dan enggan berderma
Sesungguhnya Allah tidak berkenan memberikan berkah terhadap harta yang ditahan oleh pemiliknya dan tidak dinafkahkan untuk hal-hal yang diwajibkan. Perbuatan seperti itu adalah kikir, dan kikir itu adalah karakter yang tercela dan dikecam. Allah, Rosulullah dan semua manusia tidak menyukainya. Kikir adalah seruan syetan, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah yaitu
•
Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui. (Al Baqarah 268)
Orang kikir itu jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surge, dan dekat dengan neraka. Harta orang kikir itu dilucuti berkahnya sehingga tidak mengandung kebajikan dan keberkahan sama sekali, karena sifat kikir itu akan mendorong orang yang bersangkutan pada bencana dan kehancuran, sehingga ia tergolong orang-orang yang merugi. Pada hari kiamat kelak, harta orang kikir itu akan dikaluingkan pada lehernya. Setelah dipanaskan dalam neraka jahanam, selanjutnya ia akan disetrikakan pada setiap bagian anggota tubuhnya sebagai balasan atas kekikirannya dalam mendermakan hartanya, dan juga sebagai balasan atas kegemarannya menimbun harta tanpa maumenyumbangkannya di jalan Allah. Karena itu, setiap orang muslim hendaknya mengetahui bahwa sifat kikir itu menimbulkan pengaruh-pengaruh yang buruk dalam kehidupan dunia, dan mengakibatkan berbagai kerusakan yang fatal di akhirat nati. Wahai saudaraku sesame muslim, tidak ada berkah dan kebajikan di dalam kehidupan orang-orang yang kikir selama mereka di dunia dan di akhirat kelak. Bahkan mereka akan mendapatkan siksa yang sangat pedih. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008). Oleh karena itu, mari kita tekun untuk bersedekah dan menafkahkan harta yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada kita.
8. Tidak bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal
Sesungguhnya hidup akan terasa hampa dari kebajikan dan berkah, jika seseorang dalam beramal hanya mengandalkan sebab musabab belaka, tanpa mau mengandalkan Allah. Dan akibatnya, ia tidak termasuk orang yang bertawakkal kepada Allah dan tidak dapat menjadi mukmin yang sejati. Tawakkal kepada Allah bias menambah kebajikan dan berkah dalam hidup, karena tawakkal termasuk maqam dan tingkatan agung yang menjanjikan kecintaan Allah. Setiap orang yang seperti itu, Allah lah yang akan mencukupi keperluannya, memberikan petunjuk, yang menjamin dan menjaganya dari syetan, sebagaimana firmanNya,
•
Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Ath Thalaq 3). (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008)
Wahai saudaraku sesama muslim, dengan demikian kebajikan dan berkah juga terdapat pada kepercayaan penuh kepada Allah atau tawakkal.
9. Tidak senang dan tidak puas terhadap apa yang ditentukan Allah
Hidup kita akan terasa hampa dari kebajikan dan berkah jika kita tidak senang terhadap apa yang ditentukan Allah bagi kita, dan tidak puas atas apa yang telah kita miliki. Sebaliknya, jika kita merasa senang atas apa yang ditentukan Allah dan merasa puas atas apa yang kita miliki, maka jasmani dan rohani kita akan merasa nyaman, dan di mata Allah kita akan dipandang sebagai orang yang terpuji. Disamping itu hidup kita akan penuh dengan segala kebajikan dan berkah, sebagaimana sabda Rosulullah; "Sungguh mulia orang yang merasa puas dengan bagian yang telah ditentukan, dan sungguh nista orang yang rakus".(Fitriani, 2006).
Apabila seseorang merasa tidak senang terhadap apa yang telah diberikan kepadanya dan tidak puas atas apa yang telah ada ditangannya, niscaya selamanya ia tidak akan pernah merasakan nilai rezekinya dan manisnya kehidupan. Akibatnya, ia merasa hidupnya hampa dari kebajikan dan berkah, sekalipun sebenarnya ia telah memperoleh harta yang cukup banyak dan mendapatkan kesenangan-kesenangan duniawi yang melimpah ruah. Harta sedikit yang mampu mencukupi kebutuhan hidup seseorang, terkadang lebih utama dari pada harta banyak yang justru mencelakakannya. (Maman Imanulhaq, 2008)
Wahai saudaraku sesama muslim, demikianlah berkah segala berkah dan kebajikan segala kebajikan ada dalam keridhoan atas apa yang dibagikan untuk kita serta ada juga pada kepuasan kita dalam menerima apa yang sudah ada di tangan kita, walaupun sedikit.
10. Melakukan maksiat serta dosa dan tidak mau bertaubat serta memohon ampunan
Sesungguhnya harta yang dihasilkan dari perbuatan maksiat dan dosa sama sekali tidak mengandung kebajikan serta berkah, karena Allah telah mengancam orang yang berbuat maksiat tersebut dengan penghidupan yang sempit dan sulit. Maksiat itu dapat menghilangkan berkah agama dan dunia, sehingga tidak akan mendapati sedikitpun berkah yang ada pada waktu, agama dan dunia. Dalam hal ini Rosulullah bersabda, "Hukuman maksiat itu ada tiga, penghidupan yang sempit, kesulitan yang luar biasa, dan tidak bias mencari makan kecuali dengan cara durhaka kepada Allah".
Bilal bin Sa'ad berkata, "Janganlah kamu melihat kecilnya dosa, tetapi lihatlah kepada siapa kamu durhaka".
Muhammad bin Ka'ab Al Qutthubi mengatakan, "Tidak ada satupun ibadah kepada Allah yang paling disukaiNya dari pada meninggalkan maksiat".
Hudzaifah berkata, "Apabila seorang hamba melakukan dosa, ia membuat satu noktah hitam pada hatinya. Apabila ia melakukan dosa lagi, ia membuat satu noktah lagi pada hatinya, sehingga seluruh hatinya akan berwarna hitam." (Fitriani, 2006).
Tenggelam dalam kesenangan nafsu dan maksiat dapat melemahkan iman. Bahkan ada sementara orang yang terlalu sering berbuat maksiat, mereka sampai berani mengingkari dan mendustakan Rosulullah saw demi menuruti kejahatan serta kefasikannya, akibatnya mereka pun terjebak dalam kekufuran. Semoga Allah melindungi kita dari hal itu. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008).
Oleh karena itu, jika kita berbuat maksiat serta dosa, maka segeralah berhenti dari perbuatan itu, keluarlah dari kubangan dosa-dosa untuk bergegas taat kepada Allah sebagai orang yang bertaubat dan menyesal serta memohon ampunan kepada Allah, hal itu dikarenakan supaya hidup kita diliputi oleh berkah dan kebajikan. Allah berfirman,
•
Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (Nuh 10-12).
11. Mendidik dan membesarkan anak-anak tidak berdasarkan agama
Anak-anak adalah belahan hati kita, bagian jiwa kita, bunga harum dunia kita, dan buah hasil kehidupan kita. Karena kehadiran mereka rumah kita terasa semarak. Oleh karena itulah Islam sangat menekankan pentingnya mendidik anak-anak dengan baik, supaya mereka menjadi orang saleh, memperoleh berkah, dan berguna bagi diri sendiri serta masyarakatnya dimanapun mereka berada. Perhatian Islam terhadap pentingnya pendidikan anak-anak sudah dimulai sejak dini, yaitu semenjak mereka lahir dan seterusnya. Contohnya, anjuran mengumandangkan adzan pada telinga bagian kanan dan iqamat pada telinga bagian kiri si bayi. Disamping itu seetiap muslim sangat dianjurkan untuk mengajarkan kalimat tauhid La Ilaha Illallah (tiada Tuhan selain Allah) kepada anaknya sebagai kata-kata yang pertama kali ia ucapkan kepada si anak. Tetapi celakanya ada sementara kaum ayah yang mengajari anak-anak mereka dengan kata-kata yang tidak layak atau dengan kalimat-kalimatasing atau percakapan-percakapan televise atau sinema dan lain sebagainya. Akibatnya, si anak susah untuk meninggalkan perbuatan yang tidak terpuji tersebut dan tidak ada berkah maupun kebajikan pada dirinya. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008)
Selanjutnya waijb hukumnya mendidik serta membesarkan anak-anak dengan nilai-nilai agama, karena hal itulah yang menjanjikan kebajikan, berkah dan kebahagiaan, Allah Swt berfirman,
••
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim 6).
Oleh karena itu didiklah dan besarkanlah anak-anak dengan ajaran-ajaran Islam, agar kebajikan dan berkah dapat kita peroleh dari Allah Swt.
12. Membuat kerusakan di muka bumi
Kebajikan dan berkah akan menjauhi kahidupan orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi di manapun berada. Karena mereka layak mendapat laknat atau kutukan dari Allah. Orang seperti itu tidak akan mendapatkan kebajikan dan berkah di dunia dan akhirat. Allah melarang hamba-hambaNya membuat kerusakan di bumi. Allah memperingatkan mereka dari perbuatan tercela tersebut, sebagaimana firmanNya,
• •
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al A'raf 56).
Artinya, manusia dilarang merusak sesuatu yang ada di muka bumi. Termasuk dalam larangan merusak tersebut ialah merusak nyawa dengan cara membunuh atau memotong-motong anggota tubuh, merusak harta benda dengan cara menguasai hak orang lain tanpa seizinya (ghasab), mencuri, merusak agama dengan pemikiran yang menyimpang (bid'ah), merusak nasab keturunan dengan cara berzina, homo, merusak akal pikiran dengan cara mabuk, fitnah, dan lain sebagainya termasuk merusak segala tanam-tanaman serta binatang-binatang. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008)
Saudaraku sesama muslim, dimanapun kita berada janganlah berbuat kerusakan. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang membuat kebaikan, supaya jiwa, akal, agama, dan seluruh kehidupan kita terjaga dari hal-hal buruk serta tetap penuh berkah dan kebajikan. Amiin..
13. Tidak mensyukuri nikmat Allah
Kalau kita tidak mau bersyukur kepada Allah atas nikmatNya, niscaya hidup akan hampa dari kebajikan dan berkah serta kebahagiaan. Dan kita pun akan tergolong orang-orang yang mengkufuri nikmat dan pantas ditimpa adazab Allah yang sangat pedih. Sebaliknya, jika kita slalu bersyukur kepada Allah atas nikmatNya serta tidak mengkufurinya, niscaya Allah akan menambahkan nikmat yang banyak, dan kita akan selamat dari siksa serta cobaan-cobaanNya di dunia dan di akhirat. Allah berfirman,
•
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Ibrohim 7)
Karena pentingnya rasa syukur ini, iblis slalu berusaha untuk membujuk manusia agar mereka tidak mau besyukur kepada Allah, iblis tahu bahwa di mata Allah syukur itu memiliki kedudukan yang sangat besar dan sangat tinggi. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008)
Saudaraku sesama muslim, mari kita bersyukur kepada Allah dan memanjatkan pula pujian kepadaNya, supaya Dia meridhoi kita dan memberkahi seluruh hidup kita. Amiin..
14. Percekcokan rumah tangga
Sungguh tidak ada kebajikan, berkah, dan kebahagiaan dalam kehidupan yang isinya hanya percekcokan, perselisihan dan perbedaan apapun penyebabnya. Terlebih jika terjadi antara sepasang suami istri yang telah diikat oleh sebuah ikatan yang sangat kuat. Sesungguhnya problema dan perselisihan antara sepasang suami istri dapat melenyapkan berkah dan kebahagiaan. Sebagai akibatnya keutuhan rumah tangga pun menjadi pecah dan berpengaruh pada lenyapnya generasi penerus dan hancurnya masyarakat.
Untuk mengatasi ini semua, Islam telah menerapkan berbagai solusi atau cara penyelesaian yang dapat mengakhiri perselisihan antara sepasang suami istri, menghilangkan kebencian dan membuat keadaan rumah tangga kembali menjadi tenang, sehingga tetap diliputi berkah, kebajikan serta kebahagiaan.apabila seorang istri dlam panadangan suaminya telah melampaui batas kewajaran karena berbagai alas an yang terkait dengan kehidupan rumah tangga, maka yang harus dilakukan oleh suami adalah member nasehat secara baik-baik, memisahkan diri di tempat tidur, kemudian memukul dengan tidak sampai berlebihan, sebagaimana firman Allah,
•
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. (An Nisa' 34). (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008).
Sebagai hasilnya, kehidupan rumah tangga akan diliputi oleh banyak kebajikan serta berkah dan kebahagiaan.
15. Mendoakan buruk diri sendiri, anak-anak dan harta
Sungguh!! Tidak aka nada kebaikan dan berkah sama sekali pada diri kita, anak-anak serta harta kita jika kita berdoa demi kecelakaan mereka. Karena sangat boleh jadi Allah mengabulkan doa itu seketika itu juga, sehingga hal itu menjadi bencana yang membuat kita menyesal. Oleh karena itulah Rosulullah melarang kita mendoakan celaka kepada diri sendiri, anak-anak dan harta kita, beliau bersabda,
"janganlah kamu mendoakan celaka atas dirimu sendiri. Janganlah kamu mendoakan celaka atas anak-anakmu. Dan janganlah kamu mendoakan celaka atas harta bendamu. Jika doa kamu tersebut bertepatan dengan saat di mana Allah mengabulkan pemberian, niscaya doamu tadi dikabulkan". (HR. Muslim) (Fitriani, 2006).
Adalah kewajiban seorang muslim untuk mendoakan yang baik-baik, supaya semua urusan dan keadaannya tetap berlangsung baik di mana pun ia berada. Supaya kita merasakan adanya berkah serta kebahagiaan pada diri kita, ananak-anak kita harta benda kita, dan keluarga kita, lalu kita pun biasa menuainya sehari demi sehari, maka berdoalah memohon kebajikan untuk mereka semua. Yakinlah bahwa doa anda dikabulkan oleh Allah. Lakukan itu sesering mungkin, jangan lemah dan jangan buru-buru. Jangan pernah ada pikiran, aku telah banyak berdoa kepada Allah, tetapi kenapa belum juga dikabulkannya. Upayakan berdoa terutama pada momen-momen yang mulia seperti pada waktu hari jumat, bulan ramadhan, dan sebagainya. Lakukan berdoa dengan cara-cara yang baik. Allah berfirman,
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008).
Oleh karena itu, mari kitaberdoa dengan tekun kepada Allah. Sesungguhnya di dalam doa itu terdapat kebajikan, berkah dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Demikian beberapa penjelasan yang telah saya sampaikan. Semoga dengan adanya peringatan tahun baru hijriyah ini mampu membawa perubahan pada diri kita, sehingga kita di berkahi Allah dengan khusnul khotimah, serta semoga kelak di akherat nanti kita mendapatkan syafaat Nabi Muhammad Saw, sehingga kita dimasukan di surga Allah dan dapat berjumpa dengan Allah. Amin ya robbal alamiin..
Saya sebagai manusia biasa apabiala ada tutur kata yang salah dan kurang berkenan, saya mohon maaf yang sebesarnya,
Wallahulmuwafiq ila aqwa miththoriq
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah pada detik ini kita semua dalam keadaan islam, iman serta sehat sehingga kita semua dapat berkumpul bersama dalam menghadiri majelis ini yang Insya Allah barokah, hal ini tak lain adalah karena kehendak Allah SWT. Inilah yang dinamakan taufik hidayah dari Allah SWT, mari kita bersama-sama mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah ini. Semoga kita semua termasuk hamba yang selalu bersyukur kepada Allah SWT, sehingga kita dapat memperoleh RidhoNya. Amiin..
Sholawat serta salam mari kita haturkan selalu kepada junjungan orang-orang mulia serta hamba tercinta langit dan bumi, yaitu Nabi besar Muhammad SAW, yang mana karena jasa-jasa beliaulah dunia ini menjadi begitu terang benderang yakni karena ajaran agama Islam yang dibawa oleh beliau. Dan mudah-mudahan pula Allah meridhoinya berikut segenap keluarga keluarga dan sahabat-sahabatnya yang setia. Semoga kita semua termasuk hamba yang selalu mencintai Rosulullah Saw, sehingga kelak di Akhirat nanti kita akan mendapatkan syafaat dari Rosulullah Saw. Amiin.
Hadirin yang dirahmati oleh Allah Swt, sebuah nikmat Allah yang sering kita lupakan dalam hidup ini adalah nikmat waktu yang telah diberikan oleh Allah kepada kita, sebab sungguh menjadi orang yang merugi jika kita tidak pandai-pandai menggunakan waktu yang telah Allah berikan kepada kita. Sebuah contoh sederhana adalah peringatan tahun baru yang kita adakan ini bertujuan untuk mensyukuri nikmat waktu yang telah Allah berikan, namun jangan sampai nikmat waktu ini kita sia-siakan sehingga kita akan menjadi manusia yang merugi. Lalu bagaimanakah caranya agar kita dapat memanfaatkan waktu ini sehingga kita mendapatkan keberkahan hidup dari Allah Swt.
Coba kita ingat kembali bagaimana sejarah peristiwa hijrah Nabi Saw yang menjadi awal perubahan kehidupan umat islam. Nabi Muhammad ketika itu berhijrah dari mekkah ke madinah, dan kita sebagai umat Nabi Saw tentunya kita harus meniru perbuatan beliau, namun kita sesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini. Kalau Rosulullah dulu berhijrah dari satu ke tempat yang lainnya, maka wujud hijrah kita adalah perubahan, yaitu perubahan untuk mendapatkan keberkahan hidup dari Allah Swt. Berubah yang dulunya salah, sekarang menjadi soleh. Yang dulunya suka marah-marah, sekarang menjadi ramah tamah. Insya Allah jika semua ini diawali dengan niat yang bersungguh-sungguh, Allah akan ridho kepada kita sebab, segala hal yang mengundang ridho Allah adalah berkah, Allah hanya akan memberikan berkahNya kepada sesuatu yang Dia ridhoi. Sebaliknya, jika perbuatan tersebut mengundang murka Allah, maka Allah tidak akan memberikan berkahNya. (Maman Imanulhaq, 2008)
Hadirin yang berbahagia, siapa yang tidak ingin hidupnya penuh keberkahan dari Allah Swt? Tentu, kita semua menginginkannya. Ada 15 hal yang menyebabkan dicabutnya berkah.
1. Tidak adanya takwa dan rasa takut kepada Allah
Jika kita tidak bertaqwa dan merasa takut kepada Allah, niscaya hidup kita akan hampa sama sekali dari kebaikan dan berkah. Dan kita bukanlah termasuk orang mukmin yang sejati, karena diantara cirri-ciri orang mukmin yang sejati ialah bertaqwa kepada Allah serta merasa takut kepadaNya dan waspada terhadap siksaNya. Hal itu sesuai dengan firman Allah Ta'ala :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia. (Al Anfal 2-4).
Ali ra mengatakan, takwa adalah takut kepada Tuhan Yang Maha Agung, mengamalkan ajaran AlQuran, ridho terhadap bagian yang sedikit , dan mencari bekal untuk persiapan menyambut hari kiamat. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008)
Saudaraku sesama muslim jika kita benar-benar bertakwa dan merasa takut kepada Allah, niscaya Allah akan menurunkan berkahNya dari langit mupun bumi. Berkah dari langit adalah berupa turunnya hujan, dan berkah dari bumi adalah melimpahnya tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, banyaknya binatang ternak, dan adanya keselamatan serta kedamaian. Jadi letak kebajikan segala kebajikan dan berkah segala berkah ada pada takwa kepada Allah dan rasa takut kepadaNya. Semoga kita semua termasuk hamba Allah yang demikian. Amiin.
2. Tidak adanya ikhlas dalam beramal
Allah tidak akan berkenan memberkahi suatu amal yang kita lakukan, kecuali jika kita melakukannya dengan disertai rasa ikhlas. Dan kita juga tidak akan merasakan nilai rezeki kita dan manisnya kehidupan kita, kecuali jika kita mengupayakan dengan jerih payah dan bersungguh-sungguh dalam beramal hanya untuk keridhoan Allah, bukan keridhoan siapapun. Dengan demikian Allah akan memberkahi amal kita. Tentu saja hal itu akan membuat tenang jiwa kita dan membuat senang hati kita. Al-Quran sebagai sumber syariat kita yang suci bersih telah menerangkan keutamaan ikhlas dan mendorong kita kepadanya, sebagaimana yang telah diungkapkan dalam salah satu ayatnya :
Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di Setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)". (Al A'raf 29)
Maka sangat teranglah bagi kita bahwa sesungguhnya amal itu harus didasari dengan rasa ikhlas. Tanpa ikhlas amal apapun tidak patut disebut sebagai amal shaleh, atau dengan kata lain, amal seperti itu tidak mengandung kebaikan serta keberkahan sama sekali. Saudaraku sesama muslim, Rosulullah Saw telah bersabda, "sungguh beruntung orang-orang yang ikhlas. Mereka adalah pelita-pelita petunjuk. Dari pantulan cahaya pelita mereka terlihat dengan jelas seluruh fitnah yang gelap." Jadi pada hakekatnya, ikhlas berarti mencari keridhoan Allah dalam setiap amalan yang kita kerjakan, dan hal itu harus selalu ada pada hati kita. Sebab semua amal perbuatan kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Swt. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008)
Wahai saudaraku sesame muslim, mari kita mengusahakan untuk selalu ada keikhlasan dalam setiap amal kita, supaya hidup kita penuh dengan kebajikan serta berkah, dan selalu berada dalam perlindungan serta petolongan Allah.
3. Tidak menyebut nama Allah, ketika memulai suatu pekerjaan, ketika berdzikir dan beribadah kepadaNya
Setiap amal yang tidak kita awali dengan menyebut nama Allah maka akan terputus dari kebajikan dan berkah. Syetan akan bersama kita dalam amal yang kita lakukan itu. Dan segala sesuatu yang yang terkait serta ditemani syetan, niscaya berkahnya terputus. Oleh karena itu sebutlah nama Allah jika hendak makan, minum, mengenakan pakaian, naik kendaraan, bersetubuh dengan pasangan suami istri, dan sebagainya. Sebab dengan demikian berkah Allah akan dating. Selain itu, menyebut nama Allahsekaligus juga dapat mengusir syetan, dan berkah pun dating tanpa ada yang menghalanginya.
Rosulullah Saw telah bersabda : "Apabila seseorang masuk ke rumahnya lalu ia menyebut nama Allah saat memasukinya dan saat hendak menyantap makanannya, maka syetan berkata (kepada kawan-kawannya), "tidak ada tempat menginap dan santap malam untuk kalian." Tetapi apabila saat masuk rumah ia tidak menyebut nama Allah, syetan berkata (kepada kawan-kawannya), "kalian mendapatkan tempat mengninap." Dan apabila saat hendak menyantap makanannya ia juga tidak menyabut nama Allah, syetan berkata, "kalian mendapati tempat menginap sekaligus santap malam." (H.R. Muslim dari Jabir bin Abdullah). (Fitriani, 2006)
Begitu juga ketika kita mendengar adzan, hendaklah kita menjawab adzan tersebut. Tinggalkan ketika itu juga pekerjaan yang sedang kita lakukan, kita penuhi seruan Tuhan dan pergi untuk sholat dengan runduk dan khusu', dan hal itu sedikitpun tidak akan mengurangi nilai rezeki pekerjaan kita tersebut, karena Allah akan memberikan berkah kepada kita, (Maman Imanulhaq, 2008) sebagaimana dalam firmanNya :
•
Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik pemberi rezki. (Al Jumuah 11)
Wahai saudaraku sesame muslim, mari kita mengusahakan untuk selalu menyebut nama Allah, ketika memulai suatu pekerjaan, ketika berdzikir dan beribadah kepadaNya kita, supaya hidup kita penuh dengan kebajikan serta berkah, dan selalu berada dalam perlindungan serta petolongan Allah.
4. Memakan harta haram
Sesungguhnya Allah Taala tidak akan berkenan memebrikan berkah pada harta kita yang haram, karena harta yang tidak baik seperti itu hanya mengundang adzab Allah dan tidak mengandung kebajikan serta keberkahan sama sekali. Sekali lagi Allah tidak akan berkenan memberkahi kesehatan, usia, anak-anak, maupun rumah tangga kita. Bagaimanapun juga, kapan pun itu, dan dimanapun berada, seorang muslim dituntut untuk mencari rezeki yang halal, kita tidak boleh mengeluh atau malu dalam mencarinya, sebagaimana dalam sabda Rosulullah Saw, ”Mencari yang halal itu sangat fardhu setelah fardhu-fardhu yang lain". (HR. Ath Thabrani dan Al Baihaqi).
Bagaimanapun juga harta haram itu tidak ditrima di sisi Allah. Harta seperti itu sama sekali tidak menjanjikan manfaat, kebajikan, pahala dan berkah. Harta seperti itu justru akan menimpakan dosa kepada pemiliknya ketika ia membelanjakan atau mendermakannya, bahkan bias menjadi bekalnya ke neraka, Rosulullah Saw bersabda, "Barang siapa mengumpulkan harta haram kemudian mendermakannya, maka hal itu tidak akan mendatangkan pahala bahkan akan mencelakakannya". (HR' Ibnu Khuzaimah dalam shahih Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dalam shahih Ibnu Hibban, dan Al Hakim). (Fitriani, 2006).
Wahai saudaraku sesame muslim, kebajikan ada pada memakan harta yang halal secara baik, dan berkah segala berkah itu ada pada memakan harta yang baik-baik serta menjauhi yang haram.
5. Tidak berbakti kepada orang tua dan menelantarkan hak-hak anak
Hidup kita akan kosong sama sekali dari kebajikan dan berkah jika kita tidak mau berbakti kepada kedua orang tua kita. Padahal merekalah yang telah bersusah payah memelihara, mengasuh, membesarkan, dan mendidik kita supaya menjadi seorang yang saleh. Bahkan mereka pun rela untu begadang semalam suntu demi menjaga kita. Dalam pandangan Allah durhaka dan tidak mau berbakti kepada orang tua termasuk kategori dosa yang paling besar. Hal itu sesuai dengan firman Allah :
• •
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, (An Nisa' 36) (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008)
Wahai saudaraku sesame muslim perintah berbakti dan berbuat baik kepada orang tua dan perintah menyembah serta mengesakan Allah, sudah cukup jelas bagi kita bahwa hal itu menunjukan adanya keberkahan dalam mengerjakan perintah tersebut. Jadi berkah segala berkah itu juga ada pada berbakti dan berbuat baik kepada mereka berdua.
6. Memutuskan tali kekeluargaan dan tali silaturahmi
Sesungguhnnya Allah tidak akan berkenan memberikan berkah terhadap kita atau rumah kita natau ajal kita atau anak-anak kita jika kita tidak mau menyambung dan memelihara hubunan dengan kaum kerabat kita, sehingga kita dikategorikan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi,sebagaimana yang difirmankan oleh Allah :
Maka Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? mereka Itulah orang-orang yang dila'nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. (Muhammad 22-23)
Maka sudah sangat jelas bahwasanya kebajikan dan berkah juga ada pada pemeliharaan hubungan dengan kaum kerabat dan berbuat baik kepada mereka. Apabila seorang hamba mau menyambung serta memelihara hubungan dengan kaum karib kerabatnya, niscaya Allah berkenan menyambungnya dengan memberikan hidayah dan rahmatNya, sehingga hidupnya penuh dengan kebajikan dan berkah. Tetapi sebaliknya apabila ia memutuskan hubungan dengan mereka, niscaya Allah juga memutuskannya dengan menurunkan murka serta adzab berupa kesempitan, kesusahan dan laknat, sehingga hidupnya penuh dengan derita yang tak sanggup ia jalani. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008)
Wahai saudaraku sesame muslim, demikianlah berkah dan kebajikan terdapat dalam menyambung hubungan kekeluargaan atau silaturahmi. Karena sesungguhnya hal itu dapat melapangkan rezeki karena adanya berkah dan dapat memperpanjang usia karena adanya kekuatan, kesehatan, serta keselamatan.
7. Kikir dan enggan berderma
Sesungguhnya Allah tidak berkenan memberikan berkah terhadap harta yang ditahan oleh pemiliknya dan tidak dinafkahkan untuk hal-hal yang diwajibkan. Perbuatan seperti itu adalah kikir, dan kikir itu adalah karakter yang tercela dan dikecam. Allah, Rosulullah dan semua manusia tidak menyukainya. Kikir adalah seruan syetan, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah yaitu
•
Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui. (Al Baqarah 268)
Orang kikir itu jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surge, dan dekat dengan neraka. Harta orang kikir itu dilucuti berkahnya sehingga tidak mengandung kebajikan dan keberkahan sama sekali, karena sifat kikir itu akan mendorong orang yang bersangkutan pada bencana dan kehancuran, sehingga ia tergolong orang-orang yang merugi. Pada hari kiamat kelak, harta orang kikir itu akan dikaluingkan pada lehernya. Setelah dipanaskan dalam neraka jahanam, selanjutnya ia akan disetrikakan pada setiap bagian anggota tubuhnya sebagai balasan atas kekikirannya dalam mendermakan hartanya, dan juga sebagai balasan atas kegemarannya menimbun harta tanpa maumenyumbangkannya di jalan Allah. Karena itu, setiap orang muslim hendaknya mengetahui bahwa sifat kikir itu menimbulkan pengaruh-pengaruh yang buruk dalam kehidupan dunia, dan mengakibatkan berbagai kerusakan yang fatal di akhirat nati. Wahai saudaraku sesame muslim, tidak ada berkah dan kebajikan di dalam kehidupan orang-orang yang kikir selama mereka di dunia dan di akhirat kelak. Bahkan mereka akan mendapatkan siksa yang sangat pedih. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008). Oleh karena itu, mari kita tekun untuk bersedekah dan menafkahkan harta yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada kita.
8. Tidak bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal
Sesungguhnya hidup akan terasa hampa dari kebajikan dan berkah, jika seseorang dalam beramal hanya mengandalkan sebab musabab belaka, tanpa mau mengandalkan Allah. Dan akibatnya, ia tidak termasuk orang yang bertawakkal kepada Allah dan tidak dapat menjadi mukmin yang sejati. Tawakkal kepada Allah bias menambah kebajikan dan berkah dalam hidup, karena tawakkal termasuk maqam dan tingkatan agung yang menjanjikan kecintaan Allah. Setiap orang yang seperti itu, Allah lah yang akan mencukupi keperluannya, memberikan petunjuk, yang menjamin dan menjaganya dari syetan, sebagaimana firmanNya,
•
Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Ath Thalaq 3). (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008)
Wahai saudaraku sesama muslim, dengan demikian kebajikan dan berkah juga terdapat pada kepercayaan penuh kepada Allah atau tawakkal.
9. Tidak senang dan tidak puas terhadap apa yang ditentukan Allah
Hidup kita akan terasa hampa dari kebajikan dan berkah jika kita tidak senang terhadap apa yang ditentukan Allah bagi kita, dan tidak puas atas apa yang telah kita miliki. Sebaliknya, jika kita merasa senang atas apa yang ditentukan Allah dan merasa puas atas apa yang kita miliki, maka jasmani dan rohani kita akan merasa nyaman, dan di mata Allah kita akan dipandang sebagai orang yang terpuji. Disamping itu hidup kita akan penuh dengan segala kebajikan dan berkah, sebagaimana sabda Rosulullah; "Sungguh mulia orang yang merasa puas dengan bagian yang telah ditentukan, dan sungguh nista orang yang rakus".(Fitriani, 2006).
Apabila seseorang merasa tidak senang terhadap apa yang telah diberikan kepadanya dan tidak puas atas apa yang telah ada ditangannya, niscaya selamanya ia tidak akan pernah merasakan nilai rezekinya dan manisnya kehidupan. Akibatnya, ia merasa hidupnya hampa dari kebajikan dan berkah, sekalipun sebenarnya ia telah memperoleh harta yang cukup banyak dan mendapatkan kesenangan-kesenangan duniawi yang melimpah ruah. Harta sedikit yang mampu mencukupi kebutuhan hidup seseorang, terkadang lebih utama dari pada harta banyak yang justru mencelakakannya. (Maman Imanulhaq, 2008)
Wahai saudaraku sesama muslim, demikianlah berkah segala berkah dan kebajikan segala kebajikan ada dalam keridhoan atas apa yang dibagikan untuk kita serta ada juga pada kepuasan kita dalam menerima apa yang sudah ada di tangan kita, walaupun sedikit.
10. Melakukan maksiat serta dosa dan tidak mau bertaubat serta memohon ampunan
Sesungguhnya harta yang dihasilkan dari perbuatan maksiat dan dosa sama sekali tidak mengandung kebajikan serta berkah, karena Allah telah mengancam orang yang berbuat maksiat tersebut dengan penghidupan yang sempit dan sulit. Maksiat itu dapat menghilangkan berkah agama dan dunia, sehingga tidak akan mendapati sedikitpun berkah yang ada pada waktu, agama dan dunia. Dalam hal ini Rosulullah bersabda, "Hukuman maksiat itu ada tiga, penghidupan yang sempit, kesulitan yang luar biasa, dan tidak bias mencari makan kecuali dengan cara durhaka kepada Allah".
Bilal bin Sa'ad berkata, "Janganlah kamu melihat kecilnya dosa, tetapi lihatlah kepada siapa kamu durhaka".
Muhammad bin Ka'ab Al Qutthubi mengatakan, "Tidak ada satupun ibadah kepada Allah yang paling disukaiNya dari pada meninggalkan maksiat".
Hudzaifah berkata, "Apabila seorang hamba melakukan dosa, ia membuat satu noktah hitam pada hatinya. Apabila ia melakukan dosa lagi, ia membuat satu noktah lagi pada hatinya, sehingga seluruh hatinya akan berwarna hitam." (Fitriani, 2006).
Tenggelam dalam kesenangan nafsu dan maksiat dapat melemahkan iman. Bahkan ada sementara orang yang terlalu sering berbuat maksiat, mereka sampai berani mengingkari dan mendustakan Rosulullah saw demi menuruti kejahatan serta kefasikannya, akibatnya mereka pun terjebak dalam kekufuran. Semoga Allah melindungi kita dari hal itu. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008).
Oleh karena itu, jika kita berbuat maksiat serta dosa, maka segeralah berhenti dari perbuatan itu, keluarlah dari kubangan dosa-dosa untuk bergegas taat kepada Allah sebagai orang yang bertaubat dan menyesal serta memohon ampunan kepada Allah, hal itu dikarenakan supaya hidup kita diliputi oleh berkah dan kebajikan. Allah berfirman,
•
Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (Nuh 10-12).
11. Mendidik dan membesarkan anak-anak tidak berdasarkan agama
Anak-anak adalah belahan hati kita, bagian jiwa kita, bunga harum dunia kita, dan buah hasil kehidupan kita. Karena kehadiran mereka rumah kita terasa semarak. Oleh karena itulah Islam sangat menekankan pentingnya mendidik anak-anak dengan baik, supaya mereka menjadi orang saleh, memperoleh berkah, dan berguna bagi diri sendiri serta masyarakatnya dimanapun mereka berada. Perhatian Islam terhadap pentingnya pendidikan anak-anak sudah dimulai sejak dini, yaitu semenjak mereka lahir dan seterusnya. Contohnya, anjuran mengumandangkan adzan pada telinga bagian kanan dan iqamat pada telinga bagian kiri si bayi. Disamping itu seetiap muslim sangat dianjurkan untuk mengajarkan kalimat tauhid La Ilaha Illallah (tiada Tuhan selain Allah) kepada anaknya sebagai kata-kata yang pertama kali ia ucapkan kepada si anak. Tetapi celakanya ada sementara kaum ayah yang mengajari anak-anak mereka dengan kata-kata yang tidak layak atau dengan kalimat-kalimatasing atau percakapan-percakapan televise atau sinema dan lain sebagainya. Akibatnya, si anak susah untuk meninggalkan perbuatan yang tidak terpuji tersebut dan tidak ada berkah maupun kebajikan pada dirinya. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008)
Selanjutnya waijb hukumnya mendidik serta membesarkan anak-anak dengan nilai-nilai agama, karena hal itulah yang menjanjikan kebajikan, berkah dan kebahagiaan, Allah Swt berfirman,
••
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim 6).
Oleh karena itu didiklah dan besarkanlah anak-anak dengan ajaran-ajaran Islam, agar kebajikan dan berkah dapat kita peroleh dari Allah Swt.
12. Membuat kerusakan di muka bumi
Kebajikan dan berkah akan menjauhi kahidupan orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi di manapun berada. Karena mereka layak mendapat laknat atau kutukan dari Allah. Orang seperti itu tidak akan mendapatkan kebajikan dan berkah di dunia dan akhirat. Allah melarang hamba-hambaNya membuat kerusakan di bumi. Allah memperingatkan mereka dari perbuatan tercela tersebut, sebagaimana firmanNya,
• •
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al A'raf 56).
Artinya, manusia dilarang merusak sesuatu yang ada di muka bumi. Termasuk dalam larangan merusak tersebut ialah merusak nyawa dengan cara membunuh atau memotong-motong anggota tubuh, merusak harta benda dengan cara menguasai hak orang lain tanpa seizinya (ghasab), mencuri, merusak agama dengan pemikiran yang menyimpang (bid'ah), merusak nasab keturunan dengan cara berzina, homo, merusak akal pikiran dengan cara mabuk, fitnah, dan lain sebagainya termasuk merusak segala tanam-tanaman serta binatang-binatang. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008)
Saudaraku sesama muslim, dimanapun kita berada janganlah berbuat kerusakan. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang membuat kebaikan, supaya jiwa, akal, agama, dan seluruh kehidupan kita terjaga dari hal-hal buruk serta tetap penuh berkah dan kebajikan. Amiin..
13. Tidak mensyukuri nikmat Allah
Kalau kita tidak mau bersyukur kepada Allah atas nikmatNya, niscaya hidup akan hampa dari kebajikan dan berkah serta kebahagiaan. Dan kita pun akan tergolong orang-orang yang mengkufuri nikmat dan pantas ditimpa adazab Allah yang sangat pedih. Sebaliknya, jika kita slalu bersyukur kepada Allah atas nikmatNya serta tidak mengkufurinya, niscaya Allah akan menambahkan nikmat yang banyak, dan kita akan selamat dari siksa serta cobaan-cobaanNya di dunia dan di akhirat. Allah berfirman,
•
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Ibrohim 7)
Karena pentingnya rasa syukur ini, iblis slalu berusaha untuk membujuk manusia agar mereka tidak mau besyukur kepada Allah, iblis tahu bahwa di mata Allah syukur itu memiliki kedudukan yang sangat besar dan sangat tinggi. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008)
Saudaraku sesama muslim, mari kita bersyukur kepada Allah dan memanjatkan pula pujian kepadaNya, supaya Dia meridhoi kita dan memberkahi seluruh hidup kita. Amiin..
14. Percekcokan rumah tangga
Sungguh tidak ada kebajikan, berkah, dan kebahagiaan dalam kehidupan yang isinya hanya percekcokan, perselisihan dan perbedaan apapun penyebabnya. Terlebih jika terjadi antara sepasang suami istri yang telah diikat oleh sebuah ikatan yang sangat kuat. Sesungguhnya problema dan perselisihan antara sepasang suami istri dapat melenyapkan berkah dan kebahagiaan. Sebagai akibatnya keutuhan rumah tangga pun menjadi pecah dan berpengaruh pada lenyapnya generasi penerus dan hancurnya masyarakat.
Untuk mengatasi ini semua, Islam telah menerapkan berbagai solusi atau cara penyelesaian yang dapat mengakhiri perselisihan antara sepasang suami istri, menghilangkan kebencian dan membuat keadaan rumah tangga kembali menjadi tenang, sehingga tetap diliputi berkah, kebajikan serta kebahagiaan.apabila seorang istri dlam panadangan suaminya telah melampaui batas kewajaran karena berbagai alas an yang terkait dengan kehidupan rumah tangga, maka yang harus dilakukan oleh suami adalah member nasehat secara baik-baik, memisahkan diri di tempat tidur, kemudian memukul dengan tidak sampai berlebihan, sebagaimana firman Allah,
•
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. (An Nisa' 34). (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008).
Sebagai hasilnya, kehidupan rumah tangga akan diliputi oleh banyak kebajikan serta berkah dan kebahagiaan.
15. Mendoakan buruk diri sendiri, anak-anak dan harta
Sungguh!! Tidak aka nada kebaikan dan berkah sama sekali pada diri kita, anak-anak serta harta kita jika kita berdoa demi kecelakaan mereka. Karena sangat boleh jadi Allah mengabulkan doa itu seketika itu juga, sehingga hal itu menjadi bencana yang membuat kita menyesal. Oleh karena itulah Rosulullah melarang kita mendoakan celaka kepada diri sendiri, anak-anak dan harta kita, beliau bersabda,
"janganlah kamu mendoakan celaka atas dirimu sendiri. Janganlah kamu mendoakan celaka atas anak-anakmu. Dan janganlah kamu mendoakan celaka atas harta bendamu. Jika doa kamu tersebut bertepatan dengan saat di mana Allah mengabulkan pemberian, niscaya doamu tadi dikabulkan". (HR. Muslim) (Fitriani, 2006).
Adalah kewajiban seorang muslim untuk mendoakan yang baik-baik, supaya semua urusan dan keadaannya tetap berlangsung baik di mana pun ia berada. Supaya kita merasakan adanya berkah serta kebahagiaan pada diri kita, ananak-anak kita harta benda kita, dan keluarga kita, lalu kita pun biasa menuainya sehari demi sehari, maka berdoalah memohon kebajikan untuk mereka semua. Yakinlah bahwa doa anda dikabulkan oleh Allah. Lakukan itu sesering mungkin, jangan lemah dan jangan buru-buru. Jangan pernah ada pikiran, aku telah banyak berdoa kepada Allah, tetapi kenapa belum juga dikabulkannya. Upayakan berdoa terutama pada momen-momen yang mulia seperti pada waktu hari jumat, bulan ramadhan, dan sebagainya. Lakukan berdoa dengan cara-cara yang baik. Allah berfirman,
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Abu Al-Hamd Abdul Fadhil, 2008).
Oleh karena itu, mari kitaberdoa dengan tekun kepada Allah. Sesungguhnya di dalam doa itu terdapat kebajikan, berkah dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Demikian beberapa penjelasan yang telah saya sampaikan. Semoga dengan adanya peringatan tahun baru hijriyah ini mampu membawa perubahan pada diri kita, sehingga kita di berkahi Allah dengan khusnul khotimah, serta semoga kelak di akherat nanti kita mendapatkan syafaat Nabi Muhammad Saw, sehingga kita dimasukan di surga Allah dan dapat berjumpa dengan Allah. Amin ya robbal alamiin..
Saya sebagai manusia biasa apabiala ada tutur kata yang salah dan kurang berkenan, saya mohon maaf yang sebesarnya,
Wallahulmuwafiq ila aqwa miththoriq
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Langganan:
Postingan (Atom)